"Oooh jadi ini calonnya Junjun ya" ujar Nenek sambil memandangku dengan senyumannya.
Suatu hal yang tidak aku duga sama sekali nenek Gong bisa berkata demikian.
"Maa" ujar papa dan mama Gong bersamaan seolah mengingatkan nenek.
"Lho.. Memangnya aku salah? Dia Tampan dan juga cantik sangat sulit mencari orang seperti dia"
"Hatinya baik, namun keras kepala. Bukankah Junjun juga begitu?" ujar Nenek sambil tersenyum memandangku.
"Aku sudah mendengar semua yang kalian bicarakan tadi. Namun ada dua hal yang ingin nenek dengar darimu"
"Silahkan nek, aku akan berusaha menjawabnya semampuku" jawabku dengan sedikit cemas.
Menurutku orang yang bertanya dengan tersenyum lebih mengerikan daripada dengan wajah marah.
"Pertama, mengapa kau pilih jalan ini?" tanya nenek.
"Maaf nenek, untuk jawaban ini tentu aku membutuhkan dukungan jawaban dari Junjun" jawabku sambil memandang Junjun.
Saat itu Junjun tersenyum dan menggenggam tanganku seolah memberikan dukungannya.
"Kami hanya mengikuti hati kami nek. Ini adalah hal yang sedari awal kami berdua sering diskusikan"
"Kami berdua dibesarkan di keluarga yang penuh kasih sayang, kami dididik dengan penuh cinta, kami berdua juga memperoleh contoh mengenai perkawinan yang sempurna. Jadi tidak ada yang salah dari pendidikan keluarga kami"
"Kami pernah menjalani perjalanan asmara dengan lawan jenis"
"Junjun juga pernah mencoba menghindari dari kondisi ini sebelum semakin dalam kami menjalaninya"
"Namun apa yang kami peroleh hanya menyakiti diri kami sendiri"
"Akhirnya kami menyadari bahwa, kami berdua saling mencintai satu sama lain seperti layaknya pasangan dewasa lainnya, kami saling membutuhkan seperti halnya pasangan dewasa lainnya"
"Semua sama yang berbeda adalah masalah orientasi asmara kami. Dimana kami berdua adalah memiliki jenis kelamin yang sama"
"Walau demikian aku hanya mencintai seorang pria dan dia bernama Gong Jun. Aku tidak pernah merasakan minat terhadap pria lain" Jawabku panjang lebar menumpahkan segala isi hatiku.
"Dan aku hanya mencintai satu orang pria saja dan pria itu adalah Zhehan. Aku tidak ingin dan tidak berminat dengan pria lain selain dia" jawab Gong Jun dengan semangat.
"Baik, kau menjawab dengan sangat baik dan aku tahu itu dari hatimu yang terdalam" jawab Nenek Gong
"Lalu yang kedua, apakah kau tahu bahwa kami dari keluarga sederhana, bahkan Junjun masih harus menanggung beberapa kewajiban keluarga. Jadi kami tak bisa menjanjikan apa-apa untuk saat ini padamu" ujar nenek.
"Ma.. Kita bukan dalam acara lamaran mengapa seolah-olah kita sedang membicarakan mas kawin?" ujar Mama Gong pada nenek.
Wajahku memanas karena merasa malu mendengar ucapan mama Gong itu.
"Kenapa memangnya kalau aku bicarakan sekarang, toh biar dia tahu keadaan keluarga kita sebenarnya" Tukas nenek.
"Baik nek, aku sudah mengetahui semua perihal ini dari Junjun, hal ini juga yang membuat Junjun memutuskan untuk menjauh dariku dulu" rasakan kau Jun, biar mereka tahu kelakuanmu dulu.
"Namun sedari awal aku tidak memandang masalah ini, aku sendiri sudah memiliki segalanya jadi aku hanya membutuhkan restu dari kalian semua dan juga kemantapan hati Junjun"
"Bila memang nanti kami berdua tinggal bersamapun maka akan berjalan seperti pasangan lainnya"
"Yang menjadi hakku akan menjadi milikku dan yang menjadi hak Junjun tetap menjadi miliknya begitu juga untuk hak kami berdua adalah tanggung jawab kami berdua" paparku.
Entah mengapa semua pertanyaan hari itu dapat kujawab dengan lancar dan terdengar masuk akal.
Mungkin karena aku begitu mencintainya dan juga memang itulah keseharian yang aku jalani.
Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan kepadaku.
Akhirnya kami mendapatkan restu dari keluarga Gong.
Kamipun bisa lebih tenang sekarang. Bahkan Junjun selalu tersenyum sepanjang waktu dan tak henti-hentinya mencuri kesempatan untuk menciumku.
Demi keamanan kami. Papa Gong memberikan izin kami menggunakan kamar bersama di kamar Junjun dengan catatan kami jangan membuat 'keributan' di sana.
Namun bagaimana caranya menahan keributan bila Junjun selalu memiliki cara untuk menggodaku.
Mungkin lain waktu aku akan minta Junjun membeli rumah khusus untuk kami di sana. He..he..he...
Aaah diary, apakah begitu sulitnya membiarkan kami untuk bersama?
Kami tidak mengganggu siapapun, kami juga tak menganjurkan orang menjadi seperti kami.Kami juga manusia biasa mengapa begitu sulit bagi kami untuk memiliki orang yang kami cintai.
Dear Diary
Ternyata kesuksesan dan kebahagiaan yang kuimpikan tak seperti yang kuharapkan karena begitu besar harga yang harus aku bayar.
Satu demi satu kerikil terus dilemparkan kepadaku saat aku jatuh ke dalam lubang.
Awalnya aku dapat menghindarinya namun semakin lama kerikil itu ini menjadi batu besar yamg menutup lubang yang membuatku sulit untuk memanjat.
Begitu berat, begitu sesak dan pengap membuatku pasrah untuk mati.
Namun dengan dukungan dari orang-orang yang mencintai dan percaya padaku juga akhirnya aku dapat berdiri dengan tegak.
Oh ya diary ternyata banyak hal di luar dugaanku yang selama ini aku tidak sadari dari Junjun apakah kau ingin tau?
Yang ingin tau ngacuuuuuung
🙋🙋🙋🙋🙋🙋🙋🙋🙋🙋🙋🙋
Wiiih banyak
(Min stress!!)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary
FanfictionZhehan menuliskan segala kenangannya bersama Junjun. Pada saat dia marah atau senang ditumpahkan dalam buku diarynya. Hingga pada saat ada keinginanan untuk berpisah karena pertengkaran dia dapat membaca kenangan manis saat bersama Junjun. Apa sih...