Zhehan menuliskan segala kenangannya bersama Junjun.
Pada saat dia marah atau senang ditumpahkan dalam buku diarynya. Hingga pada saat ada keinginanan untuk berpisah karena pertengkaran dia dapat membaca kenangan manis saat bersama Junjun.
Apa sih...
"Maksudmu yang sekarang miliki adalah jiwa yang hampa," tanya Gong Jun.
"Betul sekali, bahkan bila mereka memilih untuk mati secara paksapun akan semakin membuat mereka sulit kembali kepada jiwa mati mereka,"
"Kau lihat itu, wanita setengah baya yang dahulu membuatmu menderita semenjak kau mulai bekerja?" tanya Malaikat maut.
"Itu Nyai Kutil?" tanya Zhehan.
"Ya, bahkan hingga menjadi orang gila karena ambisinya, juga karena disingkirkan oleh keluarganya sendiripun masih tidak berubah sifatnya bahkan menambah panjang kesalahannya"
"Di kehidupan lalunya perempuan itu adalah siluman ular berkepala rubah. Saat itu dia jatuh cinta padamu namun kau lebih memilih dia hingga membuat dia membenci kalian berdua bahkan dia selalu berada di antara kalian untuk menghancurkan cinta kalian," ujar Malaikat Maut sembari menunjuk ke arah Gong Jun.
Mereka berdua saling berpandangan lalu keduanya bersamaan tertawa demi mendengar penjelasan Malaikat Maut itu.
"Jangan-jangan Legenda Siluman Ular itu adalah kisah kita berdua Jun," ujar Zhehan
"Hi...hi..hi... ternyata kau disukai seekor siluman"
"Bagaimana dengan diriku, mengapa di kehidupan ini aku hanya mencintai Zhehan, hingga mantan Zhehan lebih banyak dariku," tanya Gong Jun sambil melirik ke arah Zhehan.
"Itu karena cintamu padanya begitu besar. Hingga di setiap kehidupan kalian di dunia manusia ini, dirinya kau jadikan tolok ukuran untuk bisa menjadi kekasihmu," ujar Malaikat Maut itu.
Senyum lebar Gong Jun tampak jelas terlihat di wajahnya.
"Apakah aku akan selalu menjadi isterinya di setiap kehidupan kami?" tanya Zhehan penasaran dan berharap jawabannya adalah tidak.
"Ya, bukankah kau memang isterinya semenjak sumpah setia pertama kali di ucapkan?" ujar Malaikat Maut itu.
"Sudahlah Baby, aku akan menjadi suamimu yang baik," ujar Gong Jun sambil menahan tawanya.
"Sudah-sudah, kita lanjutkan lagi mengenai orang-orang itu," ujar Malaikat Maut lagi.
Mereka melihat si Cemong yang dulu merupakan teman baik Zhehan namun karena tekanan juga ancaman dari Nyai Kutil maka Cemong terpaksa menuruti perintah Nyai Kutil itu untuk mengkhianati Zhehan.
"Kasihan, padahal dia pemuda yang berbakat hanya dia salah memilih pemimpin," ujar Zhehan.
"Sama seperti dirimu, kau terlalu naif dalam menilai orang, hingga dirimu di manfaatkan orang lain" jawab Malaikat Maut.
Zhehanpun cemberut mendengar sindiran itu.
"Jun, aku merasa mual melihat inibsemua. Biarkan saja mereka menjalani apa yang harus mereka terima. Semoga jiwa mereka bisa segera 'disempurnakan'," ujar Zhehan sambil memegang lengan Gong Jun.
Melihat wajah Zhehan memucat, segera Gong Jun merengkuh bahu Zhehan bersandar pada dadanya yang bidang.
"Aku rasa sudah saatnya kalian kembali,"
"Masih banyak hal harus kalian lewati mengisi hari hingga waktu kalian kembali ke dunia langit," ujar Malaikat Maut.
"Terima kasih. Bila saat itu tiba kami berharap bahwa bukan Dirimu yang menjemput kami," ujar Gong Jun.
"Mengapa? Aku adalah Malaikat Maut Favorit sekarang," jawab Malaikat Maut itu.
"Karena aku akan mati tertawa melihat seragam itu," jawab Gong Jun dan Zhehan bersamaan sambil tertawa.
"Min, kalau boleh tidak kalau aku menjemput mereka sekarang," tanya Malaikat Maut sembari menatap Min penuh harap.
"Tidak, karena mereka adalah kesayangan Min juga peran utama dalam setiap karya Min," jawab Min tegas.
"Ha....ha...ha... Ni Bu Pei!" jawab mereka berdua semakin tidak tahu diri.
Karena kesal, Malaikat maut menekan sebuah tombol guna menaikkan suhu ruangan itu menjadi 3 cahaya matahari.
Jeritan jiwa-jiwa yang sedang di hukum itupun semakin kencang terdengar.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.