Awan hitam menggulung diatas langit. Angin mulai berhembus menerbangkan beberapa daun dan ranting kering. Ini sudah masuk musim dingin.
Lizzie Elmer merapatkan sweaternya agar merasa lebih hangat. Ia harus bergegas pulang sebelum hujan turun.
Sudah menjadi rutinitasnya mengantar roti pesanan dari satu desa ke desa lain dengan berjalan kaki. Roti itu buatan Ibu dan dirinya.
Tak berselang lama tetesan air hujan mulai membasahi kulit Lizzie.
"Ah..aku harus cepat." Lizzie berlari kecil sebelum tubuhnya basah kuyup, rumah kecilnya sudah terlihat di depan mata.
Tepat sesampai dirumah, hujan turun lebat, namun teras rumah tampak gelap.
Aneh ? Biasanya Ibu akan menghidupkan lampu teras tak lebih dari pukul lima sore. Apakah Ibu lupa?
Lizzie menyibakan bajunya yang sedikit terkena tetesan hujan dan menaruh sepatu di dalam rak.
"Ibu aku sudah pulang.." kata Lizzie Elmer masuk kedalam rumah. Tapi Ibunya tidak menyahut. Alis Lizzie tertaut heran.
"Ibu?"
Lizzie berjalan ke dapur untuk mengambil air minum, tidak ada orang.
Apakah Ibunya sedang pergi?Dilihat kamar Ibunya yang terbuka, pencahayaan yang minim menimbulkan sebuah bayangan. Lizzie terperanjat tidak ingin mempercayai apa yg dilihat bayangan itu. Hampir saja ia menjatuhkan gelas yang ia bawa. Lizzie melangkah pelan, tubuhnya mulai gemetar hebat saat memasuki kamar ibunya.
Mata kepalanya menyaksikan kaki Ibu yang melayang tidak menyentuh tanah. Ibunya tergantung diatas langit-langit kamar dan tidak bergerak sama sekali.
"To..tolong.."suara Lizzie hilang entah kemana, rasanya sesak seperti tercekik. Lutut kakinya mulai lemas. Pandangannya mulai kabur. Ia berpegangan erat pada tepian meja.
Sebelum ia benar benar pingsan, Lizzie melihat wajah ibunya yang tampak menderita.
Mengapa Ibu meninggalkanku?
***
Suara bising membangunkan Lizzie. Apakah ia sedang mimpi buruk? Harapan Lizzie apa yang dilihatnya tadi benar-benar sebuah mimpi. Namun sia-sia saja sebuah suara menyadarkannya kembali."Kau sudah bangun nak.." ujar Bibi Helen tetangga samping rumahnya. Bibi Helen menyodorkan teh hangat pada Lizzie.
"Minumlah.."
Tidak hanya Bibi Helen, ada beberapa tetangga lainnya yang juga berada di rumah Lizzie.
Lizzie teringat akan Ibunya.
"Ibu.." ujarnya lirih. Bibi Helen menatapnya dengan iba.
"Aku ingin melihat Ibu.." Lizzie beranjak dari ranjangnya.
"Tenang lah nak, jangan tergesa gesa.."
Bibi Helen mendampingi Lizzie. Langkahnya semakin berat melihat tubuh seseorang yang begitu ia kenal telah terbaring kaku di atas ranjang. Kerumunan orang menyibakan diri seolah memberi jalan. Lizzie mulai menangis. Tubuh ini benar milik ibunya. Samar-samar Lizzie dapat melihat garis bekas jeratan selimut pada leher ibunya yang memucat.
Digenggamnya tangan Ibu yang mulai mendingin.
Mengapa Ibu meninggalkanku seperti ini? Mengapa ibu tidak bercerita?
Ditengah kesedihnya, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya pelan, Lizzie pun mendongak, beberapa pria berseragam tersenyum kaku kearahnya.
"Selamat sore Nona, sebelumnya Saya perwakilan dari aparat kepolisian turut berduka cita atas persistiwa ini, lalu saya ingin menjelaskan bahwa Ibu Anda melakukan percobaan bunuh diri dengan menggunakan selimut yang ia lilitkan pada rangka atap, dan memanjat lemari kecil. Tidak ada luka penganiayaan lainnya. Ini murni korban melakukanya sendiri." kata aparat kepolisian.
Kemudian polisi itu menyodorkan beberapa lembar kertas surat untuk Lizzie.
" Dan ini kami temukan di atas Mejanya."
Lizzie menerima surat itu dengan tangan gemetaran.
"Terimakasih.." kata Lizzie.
Ia tidak ingin segera membacanya, nanti jika Lizzie sudah cukup kuat menerima kenyataan ini.
"Apakah Ayah anda dapat kami hubungi nona.." tanya aparat kepolisian.
"Tidak." tandas Lizzie cepat.
Ayahnya telah pergi sudah hampir setahun lalu meninggalkan Lizzie dan Ibunya. Ia tak pernah sekalipun mendengar kabar dari ayahnya.
Lizzie sudah tidak begitu peduli dengan ayahnya. Ia dan Ibunya berjuang menghidupi diri sendiri dengan berjualan roti.
Setengah jam kemudian setelah melalui prosedur pengolahan TKP yang rumit serta serentetan pertanyaan yang memusingkan ahkirnya mayat ibu Lizzie dibawa menggunakan mobil jenazah menuju rumah duka.
"Baiklah, jika ada informasi lebih lanjut mohon hubungi kami." kata aparat kepolisian. Lizzie hanya menganggukan kepalanya.
Beberapa tetangga silih berganti memberikan ucapan berbela sungkawa. Lizzie merasa sangat lelah. Ingin rasanya mengurung diri di kamar dan menangis seharian.
Tetapi masih banyak tamu berdatangan dan Lizzie juga harus segera mengabari kerabat lain untuk mengurus proses pemakaman ibunya.
Ia harus kuat dan bersabar.
Selamat tinggal Ibu.
Lizzie Elmer tidak akan pernah mengira bahwa ini adalah sebuah awal pemula penderitaanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Wrong With You (END)
RomansaPeringatan!!! Diperuntukkan usia 18+, terdapat unsur kekerasan dan adegan dewasa. **** Lizzie Elmer harus menghadapi kenyataan. Ibunya mati bunuh diri dan ayahnya kabur karena terjerat hutang dengan angka yang begitu banyak. Kini para penagih menero...