Cuardach : 24. Selfish

1.4K 204 4
                                    

Seojoon baru menapakan kakinya ke rumah. Rumah yang terasa sunyi. Hanya ada beberapa maid yang berkeliaran. Biasanya setiap Seojoon sampai kerumah, Minyoung akan menyambutnya dengan pelukan hangat. Namun sejak mendapat penolakan dari Jisoo saat itu Minyoung menjadi pemurung. Walau tanpa suara air matanya tak henti hentinya mengalir.

Sudah dua minggu sejak Jisoo menolak keberadaan Minyoung dan Seojoon dan sudah dua minggu pula Minyoung mendiamkan Seojoon.

Minyoung sedikit kesal kepada Seojoon. Dia memiliki kekuasaan besar, bahkan dia orang terkaya di Korea Seletan. Namun dia menuruti ucapan Lalice yang merupakan penjaga tempat pengisian bahan bakar untuk menunggu hati Jisoo luluh.

Minyoung ingin anaknya disini, didekatnya. Dengan cara apapun dia ingin Jisoo di sisinya. Walaupun Jisoo tak mau.

Hari itu, Minyoung ingin mamaksa Seojoon untuk menyeret Jisoo secara paksa agar kembali ke rumah mereka. Namun melihat Seojoon yang seakan menyetujui ucapan Lalice, Chaeyoung, serta Jennie dia sedikit kecewa. Minyoung merasa bahwa sebenarnya Seojoon tak ingin Jisoo kembali kepada mereka.

"Minyoung-ah"

Membuka pintu kamar itu dengan pelan, Seojoon dapat melihat Minyoung dengan tatapan kosongnya menghadap keluar jendela dengan satu foto seorang bayi kecil di tangannya.

"Minyoung-ah, bisakah kau berhenti menangis? Kita sudah menemukan Jisoo, kita hanya harus menunggu perasaannya membaik"

Suara itu membuat Minyoung menoleh, semburat marah terlihat jelas di wajahnya. Tangannya mengepal bahkan foto yang sempat di pegangnya tadi menjadi remuk di genggamannya.

"Bagaimana jika Jisoo tak pernah siap? Kau akan membiarkan anakmu hidup susah dengan kedua anak kembar itu?" Minyoung berucap tajam. Bahkan sekarang dia tak perduli fakta bahka Seojoon adalah suaminya.

"Kau egois Minyoung-ah"

Minyoung menoleh, dia menatap Seojoon tak percaya. Dia egois hanya karena menginginkan anaknya?

"Aku hanya menginginkan kebahagiaan anakku" Ucap Minyoung masih dengan nada yang tajam dan datar.

"Apakah Jisoo akan bahagia jika kau memaksanya? Kau bahkan bisa melihat dengan mata tertutup bahwa Jisoo, Anak kita bahagia dengan tiga gadis itu!" Ucap Seojoon dengan nafas yang memburu, menatap Minyoung yang hanya diam sambil menundukan kepalanya.

"Kau bisa lihat bagaimana cara mereka menenangkan Jisoo! Apa kau ingat apa yang dikatan gadis berponi itu? Tunggu Jisoo siap! Dia hidup tanpa orang tua sekama ini, Wajar jika dia sedikit shock Minyoung-ah. Bahkan anak berumur 18 tahun lebih dewasa dari pada dirimu"

Setelah mengucapkan itu, Seojoon dengan segala emosinya keluar meninggalkan Minyoung yang masih setia menunduk.

Minyoung terlalu egois baginya. Minyoung hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan anaknya.

Seojoon tau bahwa Minyoung sangat menyayangi Jisoo. Tapi rasa sayang itu membuat Minyoung lupa bahwa Jisoo masih belum bisa menerima semua ini.

Hati Minyoung terkeloces mendengar kata kata itu keluar dari mulut Seojoon. Dia benar benar tak mengerti apa salahnya saat ini. Anaknya menolaknya, dan sekarang dia bertengkar dengan suaminya. Itu semua membuat kepala Minyoung hampir meledak.

"Salah kah aku jika menginginkan anak ku sendiri, tuhan?"

......

Dua minggu sejak Seojoon mendatangi Apartement Lisa dan Chaeyoung dan dua minggu pula Jennie tak beranjak dari sana. Jennie benar benar menghabiskan waktunya di Apartement itu. Menemani Jisoo disetiap harinya.

Hari ini hari pertamanya datang ke kantor setelah sekian lama membolos. Sebenarnya Jennie enggan kembali ke kantor. Jika bukan karena Taeyong yang menelfonnya berkali kali serta dorongan dari Jisoo, Jennie juga tak akan datang ke kantornya hari ini.

Berjalan memasuki perusahan itu dengan muka datar serta kacamata hitam yang selalu melekat dihidungnya membuat sebagian besar karyawan kantor ini berdecak kagum.

Jennie sudah biasa akan hal itu, setiap kali dia memasuki kantor dia selalu mendengar pujian pujian kecil dari karyawannya. Walaupun sepele, itu mampu membuat Jennie semangat menjalani hari harinya.

Terus melanjutkan langkahnya sampai kedepan ruangannya, ketika membuka pintu ruangan dia sudah mendapati Taeyong yang tertidur dengan menggunakan setumpuk berkas sebagai bantalan.

"Aigo, pasti kau terlalu keras berkerja sektretaris Lee"

Perlahan senyum Jennie terukir. Tangannya terulur untuk mengelus tangan Taeyong. Taeyong yang sedikit terganggu pun terbangun. Matanya menatap ke arah Jennie yang tersenyum sembari mengusap kepalanya.

"Bangun dan pulanglah. Istirahat dengan benar, kau bisa sakit jika terus seperti ini" Taeyong mengangguk lalu mulai membenarkan posisinya, menarik nafasnya panjang lalu menatap Jennie dengan kesal.

"Lihat! Ulahmu! Aku tidak pulang dua minggu"

Senyum Jennie semakin melebar ketika mendengar seruan kesal dari Taeyong. Tangannya menarik badan Taeyong ke sofa yang sudah tersedia diruangan itu.

Dengan telaten, menyiapkan makanan yang dibawanya dari rumah. Menaruhnya dipiring lalu mengarahkannya ke mulut Taeyong.

"Buka mulutmu. Ini permintaan maafku karena membuatmu berkerja lembur selama dua minggu" Ucap Jennie dengan senyum lebarnya.

Tanpa perlawanan, Taeyong membuka mulutnya dengan lebar. Memasang raut muka seperti anak kecil yang membuat Jennie gemas sendiri melihat tingkah sahabatnya.

"Ya! Berhenti berekspresi begitu! Menggelikan" Seru Jennie disela tawanya.

"Menyebalkan"

......

Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan bagi Chaeyoung. Entah kenapa hari ini pelanggan cafe benar-benar ramai. Bahkan Chaeyoung dan rekan kerjanya kewalahan.

Bahkan dari tadi pagi hingga hari hampir menjelang sore Chaeyoung belum memakan apapun. Badannya lemas namun dirinya tetap harus mengerjakan pekerjaan.

"Americano untuk meja 15" Segera Chaeyoung mengambil Americano itu untuk di antarkan.

"Ini pesanan anda tuan— Seojoon-ssi?"

Chaeyoung membelalakan matanya ketika menyadari panggilannya terhadap Seojoon itu kurang sopan. Dengan cepat dia membungkuk dihadapan Seojoon dengan mata yang terpejam.

"Jeosonghamnida Tuan" Ucap Chaeyoung dengan nada yang terdengar cepat.

"Aniyo, gwenchana" Tawa kecil Seojoon terdengar setelah dia mengatakan ini. Tangannya tergerak mengusap kepala Chaeyoung dengan lembut.

Kenyamanan mengalir di hati keduanya. Bahkan telah beberapa detik mereka di posisi itu tanpa bergerak. Dengan mata yang terus saling memandang.

"Chaeyoung! Apa yang kau lakukan? Pelanggan terus berdatangan. Ayo!" Teriakan dari teman kerjanya, membuat Chaeyoung menoleh. Mengangguk dengan cepat ke arah Wendy, lalu menatap Seojoon lagi.

"Tuan, maaf. Aku harus kembali berkerja. Nikmati kopimu!" Setelah mengatakan itu, Chaeyoung berlari kecil ke arah Wendy.

Melihat itu Seojoon merasa kagum. Dia merasa kagum dengan kegigihan Chaeyoung dalam berkerja. Bukan hanya Chaeyoung, tapi juga Lisa. Dia mengetahui bahwa Lisa akan menjaga tempat pengisian bahan bakar hingga larut malam.

Begitu juga Jennie yang merintis perusahaan dengan tanganny sendiri dati awal. Dan Jisoo yang berkerja mengangkat box-box ikan di pelabuhan.

Palembang,  14 Maret 2022.
Note:

Segini dulu ya, Nextchap aku bakal bikin lebih panjang.

Cuardach Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang