Cuardach : 07. Who?

1.4K 211 1
                                    


Jam makan siang telah tiba, tentu ini jam yang menyebalkam bagi Chaeyoung dan rekan kerjanya yang lain.

Sebab, setiap jam makan siang cafe tempatnya bekerja ini selalu ramai dipenuhi oleh orang orang kelaparan. Dari pegawai kantor sampai mahasiswa.

"Chogiyo! Nona aku mau kimbab." Chaeyoung menoleh ke arah orang itu

"Andwe! Aku yang memesan lebih dulu." suara dari arah lain mampu membuat Chaeyoung menoleh.

Memijit pelipisnya yang pusing, Chaeyoung bingung harus melayani yang mana dulu. Hingga akhirnya salah satu temannya yang sebenarnya adalah koki ikut turun tangan mencatat pesanan para pelanggan.

Dirasa semua pelanggan telah teratasi Chaeyoung memilih memakan makanan yang dibeli Lisa untuknya.

Memakannya dengan cara terburu buru karena waktu makan siang hanya lima menit membuat Chaeyoung tersedak, atasannya memang benar benar tidak punya hati.

Selesai makan siang dan mengerjakan pekerjaannya dengan cepat, disaat jam menunjukan pukul 4 sore jam kerjanya telah habis dan memilih pulang.

Berjalan dengan langkah gontainya Chaeyoung merasakan bahwa pandangannya memudar.

"Apa aku akan buta?" Tanya Chaeyoung pada dirinya sendiri

mengerjabkan matanya berkali kali berharap pandangannya kembali namun hasilnya nihil, pandangannya terus memudar dan dia merasa bahwa dunia menjadi terbalik.

Ccitttt

Brukkk

........

Hari ini Lisa tidak pergi kuliah, dia meminta libur untuk hari ini. Dia benar benar lelah.

Sejak pagi tadi kepalanya terus berdenyut dan perutnya mual tanpa sebab.

Seingatnya, dia semalam tidur dengan jam yang cukup dan juga dia tak pernah melewatkan jam makannya.

Berbaring di sofa kumuh di rumah itu sambil terus memegangi perutnya, Lisa tiba tiba teringat dengan Chaeyoung. Apakah dia baik baik saja? Biasanya jika salah satu dari mereka sakit, yang lain juga merasakan sakitnya

"Apa sakit yang ku rasakan ini berasal darinya?"

Meraih ponselnya, dia mencoba menghubungi Chaeyoung namun tak ada jawaban. Tak menyerah Lisa terus mencoba menghubungi Chaeyoung namun masi tak ada jawaban.

"Unnie, ku mohon jawan telfonku." dengan wajah panik dan masih memegangi perutnya Lisa terus menghubungi Chaeyoung.

"Ya! Lili-ya, kau kenapa?" Jisoo berucap dengan panik, segera membantu Lisa untuk naik ke sofa.

Berjalan ke dapur dengan langkah lebar, Jisoo menyiapkan obat dan kompresan untuk Lisa.

Menyuapinya obat dengan hati hati, Perlakuan Jisoo itu membuat hati lisa menghangat

"Kenapa tidak bilang dengan Unnie jika kau demam?" Ucap Jisoo sembari menempelkan kompresan itu ke kening Lisa

"Chaeyoung. Unnie, aku rasa sakit ini berasal darinya." lirih Lisa pelan

"Mwo?! Mana mungkin."

"Saat salah satu dari kami sakit, yang lain juga merasakan rasa sakit. Itulah ikatan batin anak kembar." jelas Lisa yang membuat Jisoo mengangguk

"Lalu dimana dia? Bukan kah jam kerjanya selesai jam 4? Ini sudah hampir jam 6."

"Aku pun--"

Tok~

Tok~

Tok~

......

Seojoon menatap lahan kosong di depannya. Tempat ini, tempat dimana dia menitipkan kedua anak kembarnya.

Kini dilahan itu sudah tak ada lagi bangunan yang penuh dengan anak kecil. Kini hanya ada sisa beberapa reruntuhan bagunan yang hangus disitu.

Kakinya tergerak mengitari lahan dengan sisa reruntuhan bangunan itu, matanya menyipit ketika mendapati benda berkilau tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

"Apa itu?"

Guna menghilangkan rasa penasarannya, Seojoon mendekat kearah benda berkilau itu. Tangannya terulur mengambil sebuah gelang kecil dengan ukiran LS tengahnya.

Seojoon mengerjab. Ingatannya terlempar dimana hari dia membeli dua gelang untuk anak kembarnya. Satu berukiran LS dan satunya lagi memiliki ukiran Rsditengah gelang mereka masing-masing.

"Lisa-ya, Rosè-ya, Bogoshipo."

Dia merasa amat bersyukur bahwa kini anak kembarnya masih hidup. Walau tak tahu wujud anaknya seperti apa, mengetahui mereka masih hidup dan bernafas adalah kebahagiaan yang teramat bagi Seojoon.

"Appa harap keluarga kita bisa utuh kembali, nak."

Palembang, 15 November 2022

Cuardach Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang