Cuardach : 31. Where?

1.1K 166 19
                                    

Kepalanya seakan di siram dengan air es. Dia baru saja memikirkan bagaimana caranya mendapatkan makan malam hari ini, tetapi ketika membuka pintu rumahnya dia melihat Jisoo dengan banyak kantong plastik yang dibawa olehnya.

Chaeyoung menganga menatap gadis dihadapannya ini. Sungguh dia mengira bahwa dia sedang bermimpi atau halusinasi bodoh yang datang ke kepalanya karena kelelahan.

"Jisoo?" Celetuk Chaeyoung yang di toleh Jisoo dan Lisa dengan heran.

"Jisoo?" Orang yang dipanggilpun mengulanginya sekali lagi. Chaeyoung hanya menatapnya kebingungan karena benar benar tidak tau apa yang terjadi oknum tersangka hanya berlalu begitu saja.

"Ya! Apa maksutmu dengan 'Jisoo'?" Jisoo mengucapkan itu sembari menatap Chaeyoung yang mulai sadar apa kesalahannya.

Chaeyoung hanya memberi seringaian tanpa dosanya, Lisa mulai bergidik ngeri melihat suasana dingin tercipta. Keributan antara kelinci dan tupai akan segera dimulai batinnya.

"Karena aku jarang datang kesini kau melupakan sopan santunmu Chaengie?" Suara Jisoo mengalun dengan santai, namun menusuk. Aura orang kaya mulai masuk kedalam dirinya.

"Aniya, aku hanya terlalu terkejut. Oh ayolah, aku sangat merindukanmu. Kau hanya ingin marah marah?" Jisoo tidak menghiraukannya dan memilih duduk dengan santai.

"Sebentar, dimana gadis kucingku?" Lalice lagi lagi berteriak. Semenjak kehilangan Seulgi dia menjadi lebih Overprotective. Entah sebenarnya apa yang dia rasakan. Tapi dia tidak membiarkan salah satu dari mereka hilang dari pandangannya.

"Aku tidak dapat menghubunginya."
"Aku juga."
Lalice seketika gelabakan. Dia mengambil ponselnya di saku dan benar saja, Nomor Jennie tidak aktif. Bahkan pesan yang dikirimnya kemarin belum mendapat jawaban.

Tidak ingin berpikir buruk, Lalice berusaha menghiraukannya. Yang dia coba hubungi adalah Seorang Jennie Kim. Manusia super sibuk yang mungkin saja sedang berterbangan ke negara lain.

Namun, walau otakknya berkata demi kian, Lalice tidak bisa menghilangkan kegelisahan tersebut dihatinya. Hati dan Otaknya seakan mengalami miskomunikasi yang membuat pikirannya bercampur aduk sekarang.

"Hoi, Lalice-ssi. Kau bahkan belum menyapaku." Celetukan Jisoo membuat Lalice menoleh, memberikan tatapan sinis, Lisa hanya mengambil kotak susu yang dibawa Jisoo.

"Ya! Ya! Aigoo... moral anak anak jaman sekarang. Wahh, aku merasa gagal menjadi seorang ibu, eoh?"

"Ya, Euhh. Berhentilah berlagak seolah kau telah menikah Chaengie." Setelah mengatakan itu Jisoo memilih merebahkan tubuhnya membiarkan Chaeyoung yang tertawa lepas.

....

Druak

Pyarrt

Sebongkah batu yang di lapisi dengan kertas menembus jendela rumah Park Seojoon. Batu itu mendarat tepat di atas meja makan.

Kedua suami istri itupun dengan cepat mengambil bongkahan batu tersebut. Matanya berkaca kaca melihat gambar yang ada pada kertas yang dibalutkan.

'Jane Park, malang sekali."

Kata kata yang tertulis di kertas itu. Mata Minyoung mulai berkaca kaca. Seojoon terduduk menatap selembaran kertas yang terdapat foto anaknya ketika kecil dengan lumuran darah di atasnya.

Pandangannya terus tertuju kepada foto anaknya. Pikiran keduanya kini kosong. Keduanya sama sama tidak dapat berpikir Jernih. Semua kemungkinan buruk telah tersusun dengan rapi di kepala mereka masing masing dan sekaan melekat.

Semua prasangka buruk itu terus menerus membuat keduanya gundah. Pikiran bahwa anaknya telah meninggal, pikiran bahwa anaknya sedang dalam bahaya sekarang terus berdatangan.

"Ini salahmu, Kau tau?"

"Ini salahmu!" Minyoung melemparkan semua barang yang ada disana. Emosinya sangat tidak terkendali sekarang.

"Minyoung, tenang. Tolong tenang." Kata kata yang bisa Seojoon ucapkan hanya itu. Dirinya pun merutuki dirinya sendiri. Menyesal mengapa dulu lebih memperhatikan perusahaannya. Menyesal dahulu lebih memikirkan keselamatannya sendiri.

"Aku muak Seojoon-ah. Aku muak merasa khawatir setiap saat. Aku muak memikirkan bagaimana anak anakku berkeliaran di luar sana. Aku muak. Bagaimana bisa kita menemukan Jisoo namun tidak dengan yang lainnya?" Minyoung berucap dengan lantang di hadapan Seojoon. Pertama kalinya dia melihat istrinya berbicara dengan begitu serius.

"Aku bertanya tanya bagaimana kau bisa mengenali Jisoo dengan sekali lihat. Aku bertanya tanya mengapa kau hanya mengenali Jisoo dan tidak mengenali ketiga anakmu yang lain? Karena dirimu selalu seperti itu. Karena kau selalu memperhatikan salah satu dari mereka dan mengabaikan yang lainnya. Kau selalu memperhatikan Jisoo dan melupakan yang lainnya."

Hening, Pikiran Seojoon terlempar ke masa lalu. Dimana ketika anaknya masih sangat kecil, dia sangat jarang berada dirumah. Ketika pulang, yang dia lihat anak sulungnya. Batinnya merasa terisis.

"Aku bahagia kau menemukan Jisoo, sangat bahagia. Tetapi apakah setelah kau menemukan Jisoo kau melupakan fakta bahwa kita memiliki tiga anak lainnya? Karena kau menemukan Jisoo kau melupakan bahwa dia memiliki tiga adik? Kau memberhentikan pencarian ketiga anakmu? Jane, dalam bahaya. Anak keduamu dalam bahaya bodoh!"

"Jane...?"

.....

"Jennie Kim. Kau ini sangat sempurna, eoh? Apakah kau sadar?" Lelaki yang selalu menyembunyikan wajahnya itu memutari Jennie yang terikat dengan santainya.

"Apakah itu sangat Nona Kim? Aniya, Nona Park? Relax, istirahatkan tubuhmu. Aku tidak akan mengotori tanganku dengam membunuhmu. Aku hanya menunggu seseorang datang untuk memjemputmu lalu membunuhnya."

Jennie masih membeku. Tatapan tajamnya tak pernah hilang. Mungkin Jennie terlihat seperti anak manja pada umumnya. Namun kemampuan Jennie untuk membela diri juga tidak dapat diragukan.

"Sebenarnya apa mau mu, keparat?"

Lelaki itu kembali menoleh mendengar jawaban Jennie. Namun dia tidak menghiraukan ucapan Jennie lebih lanjut. Dia memilih mendukuki kursinya dengan santai sembari melihat wajah tersiksa Jennie yang sedang terikat.

"Apa mau mu keparat!" Jennie meninggikan suaranya kepada pria itu. Pria itu tetap menatapnya, namun dengan tatapan yang berbeda.

Jennie sadar, Jennie mulai mengetahui bahwa lelaki di depannya ini bisa kapan saja mengamuk. Namun itulah yang Jennie caru saat ini. Seakan tidak memiliki rasa takut, anak itu terus melakukan aka yang dia mau.

"Ya! Apa maumu Saekhhiya!"

Brukk

Lemparan guci melayang tepat disebelahannya. Pecahan pecahan kaca berlamburan di sekitarannya. Hal ini yang ditunggunya selama ini. Setidaknya dia bisa bebas walau dirinya tau bahwa dia akan dipukul lalu pingsan sekali lagi.

"pabboya."

Palembang, 13 Januari 2023

maaf ya manteman🥺🤚✊🤚✊

Cuardach Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang