Cuardach : 33. How much?

1.2K 164 26
                                    

"Anakmu..?" Jennie berucap dengan nada bingung. Serta nafas yang sedikit tercekat. Bagaimana tidak, pistol sekarang berada tepat di samping kepalanya. Jika lelaki itu menekan pelatuknya maka dia akan mati dalam hitungan detik.

"Ya, dan caraku untuk mendapatkannya adalah dirimu." Jennie semakin bingung dengan ucapan pria ini. Hal gila apa lagi yang akan dilakukannya. Menukar dirinya dengan anaknya?

Kepala Jennie seakan ditikam bertubi tubi. Dia bertanya tanya apa kesalahannya sampai dia dihadapkan oleh lelaki gila di depannya ini. Karma apa yang sedang datang dalam kehidupannya.

Lelaki itu menjauhkan pistolnya dari kepala Jennie. Kini Jennie dapat menarik nafasnya dengan sedikit lega. Setidaknya kematiannya sedikit ditunda.

"Aku tidak mangerti, Sungguh. Aku sudah memikirkannya semaksimal mungkin dan aku tetap tidak menemukan jawabannya. Apa hubungannya anakmu dengan ku?" Jennie sedikit meninggikan suaranya. Pria itu hanya menatapnya dan tersenyum.

"Apa anakmu diculik? Kau akan menukarku untuk anakmu? Ayolah? kenapa harus aku, kau keparat!"

Lelaki itu melangkah cepat ke arah Jennie. Dengan entengnya tangannya melayang dan menampar pipi Jennie dengan keras. Jennie meringis. Rasa sakit menjalar dipipinya.

Namun, bukannya takut. Jennie seaakan semakin menantang pria ini. Sungguh Jennie sangat ingin mengetahui tujuan sebenarnya pria ini. Dia bahkan tidak perduli fakta bahwa dirinya akan dipukuli.

"Bajingan gila! Anakmu yang hilang mengapa kau melampiaskannya kepadaku!" Teriakan Jennie kembali membuat pria itu menggila. Dia Memukuli Jennie membabi buta.

Menarik rambur jennie yang membuatnya mendongak keatas dengan posisi badan yang masih terikat ke kursi kayu.

"Ayahmu yang membuat anakku hilang! Ayahmu!" Lelaki itu melemparkan sebuah botol minuman keras yang masih berisi kepada Jennie lalu pergi begitu saja.

Meninggalkan Jennie dengan darah yang mengucur di pelipisnya, bercampur dengan air pada minuman keras yang baru saja ditumpahkan oleh pecahan tersebut.

Tangan panjang Jennie bergerak mengambil beberapa pecahan botol yang ada di sana. Digesekannya pecahan itu kepada tali yang mengikat badannya.

Sekitar setengah jam, usahanya tidak sia sia, tali yang memgikat sebelah tangannya terlepas. Dia segera berjalan ke pintu keluar dengan kaki yang sedikit pincang dan memar hampir di seluruh tubuh.

bruk, dugdugdug.

"Sial. Terkunci." Batin Jennie berbunyi. Yang dipikirkannya sekarang adalah bagaimana caranya keluar. Matanya berkeliling mencari apakah ada satu jalan yang dapat di jadikannya sebagai jalan keluar.

Matanya terhenti pada satu titik. Jendela besar yang langsung mengarah pada jalan raya. Namun cukup tinggi. Tetapi bukan Jennie jika dia meninggalkan peluang besar. Dengan kondisi kaki yang pincang dia melompat dan menumpukan tangannya kepada pegangan Jendela tersebut.

"Sial! Apa yang ku makan sehingga aku seberat ini."

Memanjat Jendela tersebut dengan usaha terbesarnya. Jennie berhasil sampai di atas Jendela itu. Menatap ke arah bawah, badannya seketika gemetar. Dia merasa bahwa dia akan mati jika melompat ke bawah ini.

"Tenanglah Jennie, ini mungkin hanya 4 meter. Kau tidak akan mati jika melompat dengan hati hati."

.....

Jisoo menatap heningnya air di dalam kolam berenang di mansionnya. Sekarang pukul 10 malam, namun Jisoo belum beranjak untuk masuk kedalam kamarnya dan tidur

Pikirannya kini gundah. Separuh hatinya merasa senang karena dia telah menemukan keluarganya. Namun separuh hatinya lagi merasa sedikit tergores.

Dirinya merasa bahwa masi ada banyak rahasia rahasia yang disembunyikan oleh orang tuanya. Ketika dia pertama kali datang kerumah ini. Ayahnya menyambutnya dengan berkata "Selamat datang putri tunggal Ayah" namun tidak lama setelah itu ibunya berkata bahwa dia memiliki seorang adik?

Lalu apa alasa ayahnya menaruhnya di panti asuhan? Lalu kemana semua adik adiknya pergi? Jisoo merasa bahwa dunianya sudah hampir tenggelam.

Tanpa pikir panjang, Jisoo melangkahkan kakinya. Melompat kedalam kolam dan membiarkan dirinya menyatu dengan air dan dinginnya malam.

Tidak dipungkiri, bahwa malam ini sangat dingin. Jisoo tau bahwa besok pagi dia akan demam dan mengonsumsi obat, Jisoo tau bahwa hal ini akan membuatnya sakit, Jisoo tidak bodoh. Hal yang dia lakukan sekarang adalah semerta merta untuk menenangkan dirinya.

......

Chaeyoung dan Lalice kini tengah berbaring dan menonton Drama yang tayang di salah satu stasiun tv hari ini. Drama yang di tampilkam cukup bagus, cukup untuk menarik perhatian para anak muda maupun kalangan tua.

Namun, keduanya terlalu sibuk dengan pikirannya masing masing. Bahkan mereka tidak tahu bagaimana alur Drama itu, Bagaimana awalnya dan bagaimana pertemuan kedua insan manusia pemeran utama.

"Chaengie, tidak kah kau merasa lapar?" Chaeyoung terkekeh mendengar pertanyaan Lalice. Sedari tadi Chaeyoung diam karena ingin membiarkan Lalice menenangkan pikirannya. Namun sebaliknya, Lalice terdiam karema dia lapar.

"Wae? Kau lapar? Ingin ku buatkan sesuatu?" Chaeyoung bertanya di sela kekehannya. Namun di jawab gelengan oleh Lalice.

Chaeyoung tidak menghiraukannya. Dan kembali fokus kepada Serial tv yang sedang menayangkan drama yang sempat tidak dia simak itu.

"Chaengie, aku mendadak merindukan Jennie Unnie. Dia sangat sulit dihubungi akhir akhir ini, aku merasa sedikit khawatir." Lalice kembali berkata. Kegundahannya terhadap Jennie semakin menjadi jadi. Dia tak ingin kejadian Seulgi terulanh sekali lagi

"Haruskah aku telfon Taeyong Ahjussi?" Lalice hanya memberi anggukan kepada ucapan Chaeyoung.

Tak selang lama, Chaeyoung menekan tombol telfon kepada nomor Taeyong. Tak menunggu lama Taeyong langsung menjawabnya. Jantung Chaeyoung semakin berdetak kencang.

"Oh, Chaeyoung-ah. Aku baru saja akan menelfonmu." Suara Teayoung terdengar dari sebelah sana.

"Ahjussi, Apa kau sedang bersama dengan Jennie Unnie?" Taeyong terdiam disebelah sama. Tidak ada sahutan yang terdengar.

"Aku, ingin menanyakan hal yang sama. Jennie tidak ada di penthousenya, juga tidak ada dirumah orangtuanya, serta tidak datang ke perusahaan selama beberapa hari. Oh? Ottokhe? Chaeng-ah aku akan menelponmu lagi nanti." Taeyong mematikan panggilan dengan cepat. Raut muka panik terlihat di wajah Taeyong, begitu juga dengan Lalice dan Chaeyoung.

Lalice dengan cepat mengambil ponselnya. Melakukan panggilan berkali kali kepada Jennie dengan air mata yang hampir menetes.

Sedangkan Chaeyoung, dia masih terdiam. Entah apa saat ini yang ada di dalam pikirannya. Dia merasa bersalah karena menganggap hilangnya Jennie hanya Karena kesibukannya.

"Aniya, Aniya. Jennie Unnieku tidak akan menjadi seperti Seulgi Unniemu Lili-ya."

Palembang, 25 Februari 2023
lagi?

Cuardach Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang