Empat puluh tiga menit kemudian, Cha Young sudah berdiri di studio Mister Kim, salah satu perancang busana paling populer di Korea. Yang disebut studio oleh bosnya adalah ruang kerja berantakan yang penuh kain berbagai corak, baik kain perca tak berguna maupun kain yang masih baru. Studio itu terletak di lantai teratas gedung berlantai tiga. Butik Mister Kim sendiri terdiri atas dua lantai: lantai pertama diperuntukkan tamu umum sedangkan lantai duanya untuk tamu VIP.
Cha Young masuk dan melihat pria setengah baya berpenampilan perlente, berambut dicat merah, dan berkaca-mata itu sedang memandangi model kurus dengan tatapan tidak puas. Lalu dengan sekali sentakan tangan, ia menyuruh model itu pergi dan menyuruh anak buahnya memanggil model lain.
Tepat pada saat model lain masuk ke ruangan, Mister Kim menyadari keberadaan Cha Young dan langsung memekik, "Miss Hong! Kau terlambat. Kenapa—sebentar..." Ia berpaling ke arah si model yang baru masuk dan berkata ketus, "No, no! Bukan kau. Apa yang harus kulakukan supaya mereka mengerti model seperti apa yang kubutuhkan? Astaga! Panggilkan Mister Cha ke sini."
Cha Young merasa kasihan melihat ekspresi kaget si model wanita. Harus diakui Mister Kim ini bukan orang yang mudah. Kadang-kadang orang jenius memang sulit dibuat senang.
Mister Kim kembali memusatkan perhatian kepada Cha Young . "Kau lihat sendiri, Miss Hong, kami sedang sibuk sekali untuk fashion show. Tolong kauantarkan pakaian- pakaian untuk dicoba."
Apa? Untuk dicoba siapa? Pakaian mana? Mister Kim selalu mengharapkan orang lain langsung bisa memahami kata-katanya yang tidak selalu jelas.
"Diantarkan kepada siapa dan dicoba untuk apa, Mister Kim?" tanya Cha Young .
Mister Kim menatapnya dengan mata dibelalakkan selebar-lebarnya, setidaknya selebar yang mungkin di lakukan mata yang pada dasarnya sipit. "Astaga, Miss Hong. Kau tentu ingat aku pernah bercerita tentang Vincenzo Cassano, bukan? Dia sudah setuju akan memakai pakaian rancanganku dalam setiap penampilannya. Makanya kau cepat- cepatlah pergi ke sana dan pastikan pakaian-pakaian itu sudah cocok dengan ukuran dan seleranya."
Lalu, sebelum Cha Young bertanya lagi dia sudah menunjuk rak pakaian beroda yang ada di dekat pintu, "Itu! Pakaian yang di rak itu!"
Tidak, Anda belum pernah menyebut-nyebut tentang masalah ini kepadaku, gerutu Cha Young dalam hati, tapi yang keluar dari mulutnya adalah, "Siapa yang Anda sebut tadi?"
"Vincenzo Cassano. Penyanyi itu. Kau tidak kenal? Sudahlah, kenal atau tidak bukan masalah penting. Sana cepat pergi! Dia sudah menunggu di butik. Ayo sana. Go! Cepat!" katanya sambil mendorong punggung Cha Young ke arah pintu keluar studionya.
* * *
Cha Young mendorong rak beroda yang nyaris terisi penuh pakaian di sepanjang koridor. Masih dengan perasaan sebal, ia berjalan menuju lift. Di tengah jalan Cha Young berpapasan dengan penjaga butik yang sudah kenal baik dengannya dan diberitahu Vincenzo Cassano sudah menunggu di lantai dua.
Sesampainya di depan pintu ruang peragaan lantai dua yang memancarkan kesan elite itu, ia berhenti beberapa saat. Ia ragu. Kenapa ia harus bertemu Vincenzo lagi? Apa yang harus ia katakan kepadanya? Apa yang harus ia lakukan? Apakah laki- laki itu sudah tahu tentang foto-foto yang dimuat di tabloid itu?
Cha Young mendesah dan menggigit bibir. Mungkin saja Vincenzo malah tidak ingat padanya lagi. Cha Young mengangguk. Benar, Vincenzo pasti sudah lupa padanya. Artis-artis pasti sulit mengingat wajah karena setiap hari mereka harus bertemu begitu banyak orang baru. Pasti begitu. Mana mungkin mereka ingat setiap orang yang mereka temui dalam waktu singkat, kan?
Dengan keyakinan itu, Cha Young mendorong pintu kaca besar di hadapannya dan melangkah masuk. Ia menarik napas dalam-dalam dan memaksa kakinya terus berjalan.