Sunshine in New York (22)

66 0 100
                                    

In Yeop menatap Sorin tanpa berkedip. Ia baru saja mendengar penjelasan panjang-lebar dari gadis itu dan kakaknya, dan In Yeop hampir tidak mempercayai sepatah kata pun yang didengarnya. "Katakan padaku kalian hanya bercanda," katanya, memecah keheningan di apartemen Sa-Ya.

Sorin menoleh menatap Sa-Ya yang duduk di sampingnya di sofa dan menghela napas dalam-dalam. Lalu ia menoleh kembali ke arah In Yeop dan balas bertanya dengan nada lelah, "Tentang apa, In Yeop? Kau ingin aku hanya bercanda soal apa? Penyakitku? Kurasa itu bukan sesuatu yang bisa dijadikan bahan tertawaan."

In Yeop mengerjap dan terlihat malu. "Bukan itu maksudku, Sorin. Maafkan aku. Kurasa aku hanya... Maksudku, semua ini terlalu mengejutkan. Aku tidak pernah menduga... Aku hanya kesulitan mempercayainya," katanya cepat dan agak tergagap. "Tapi kenapa kau tidak pernah memberitahuku selama ini?"

"Karena tidak ada alasan bagiku untuk memberitahumu. Atau siapa pun juga," sahut Sorin sambil mengangkat bahu.

Alis In Yeop berkerut samar. "Tapi kau memberitahu Sa-Ya," katanya sambil melirik kakaknya.

Kali ini Sa-Ya membuka suara. "Itu karena aku menemukan obatnya tanpa sengaja dan juga karena aku menemukannya ketika ia mendapat serangan. Jadi dia tidak punya pilihan lain selain menceritakan semuanya kepadaku."

In Yeop terdiam sejenak, lalu kembali menatap Sorin. "Tapi kau juga bisa memberitahuku," ia bersikeras. Kilatan kesal berkelebat di mata Sorin dan tubuhnya menegang. "Maaf, In Yeop tapi aku tidak tahu kenapa aku harus memberitahumu tentang penyakitku," tukasnya. "Kalau Sa-Ya tidak menemukan obatku dan tidak melihatku ketika aku mendapat serangan, aku juga tidak akan memberitahunya."

Saat itu Sa-Ya menyentuh pundak Sorin sekilas dengan tangannya yang direntangkan di punggung sofa. Sorin menoleh menatapnya dan In Yeop bisa melihat ketegangan di bahu Sorin perlahan- lahan menguap.

"Kurasa aku perlu beristirahat sekarang," gumam Sorin perlahan. "Kalian boleh meneruskan obrolan kalian."

In Yeop mengamati Sorin yang bangkit dari sofa dan berjalan perlahan ke arah kamar tamu yang kini ditempatinya. Gadis itu terlihat tidak sehat. In Yeop belum pernah melihatnya seperti ini. Semua ini terasa sangat asing bagi In Yeop.

Sa-Ya menghela napas pelan dan menatap In Yeop. "Tunggu di sini," gumamnya sebelum bangkit dan berjalan menyusul Sorin.

Ditinggal sendiri, In Yeop kembali memikirkan apa yang sudah didengarnya malam ini. Sorin sakit parah. In Yeop baru mengetahui hal itu hari ini, sedangkan kakaknya sudah lama tahu. Ia tahu tidak sepantasnya berpikir seperti ini, tetapi ia merasa Sorin seharusnya lebih percaya padanya daripada kakaknya. Bagaimanapun, In Yeop-lah yang lebih dulu mengenal Sorin. In Yeop-lah yang lebih dulu dekat dengan Sorin. Lalu kenapa Sa-Ya yang mendapatkan seluruh kepercayaan gadis itu?

Dan tadi ketika kedua orang itu bertatapan... In Yeop mengernyit mengingat bagaimana Sorin berubah lebih tenang ketika ia menatap Sa-Ya. Seharusnya dirinyalah yang ditatap Sorin seperti itu. Seharusnya dirinyalah yang memberikan ketenangan bagi Sorin.

"Dia sedang tidak sehat hari ini. Tolong jangan membuatnya kesal."

Suara Sa-Ya yang lelah menyentakkan In Yeop dari pikirannya yang kacau. Ia mendongak dan melihat kakaknya duduk kembali di sofa sambil mengembuskan napas panjang.

"Dan jangan lampiaskan kecemburuanmu padanya," lanjut Sa-Ya menatap In Yeop lurus-lurus. Ada nada memperingatkan dalam suaranya yang pelan.

Tidak ingin membicarakan tentang kecemburuan pada kakaknya, In Yeop mengalihkan pembicaraan. "Kalau jantungnya tidak memungkinkan baginya untuk menari lagi, kenapa kau diam saja dan membiarkannya ikut dalam pertunjukan Scarlett ? Kenapa kau tidak menghentikannya?"

Season Of LoveWhere stories live. Discover now