Cha Young duduk bersila di lantai ruang tengah apartemennya yang kecil dan berantakan. Ia menjulurkan kedua tangan ke depan, merentangkan kesepuluh jari, lalu mulai meniup kuku- kukunya yang baru dicat warna ungu pucat dengan giat. Pagi ini ia tidak punya jadwal siaran sehingga awalnya ia bermaksud merapikan apartemennya yang sudah seperti habis diamuk angin puting beliung. Ia memutuskan memulai dari lemari pakaian. Tetapi begitu menemukan sebotol cat kuku ungu pucat yang terselip di antara pakaian-pakaiannya, ia melupakan rencana awal dan akhirnya asyik mengecat kuku di ruang tengah sambil mendengarkan radio.
"Voilà!" Cha Young tersenyum puas dan menggerak-gerakkan kesepuluh jari tangan, mengagumi hasil karyanya.
"Selamat siang, para pendengar. Bagaimana kabar Anda semua hari ini?"
Cha Young mendengar suara Selena Gomez yang ceria di radio dan melirik jam dinding. Oh, Je me souviens... yang dipandu Selena sudah dimulai. Siaran itu adalah salah satu siaran paling diminati dan setiap hari banyak sekali surat pendengar yang masuk ke stasiun radio. Karena itulah acara itu disiarkan dua kali sehari. Cha Young sendiri suka mendengarkan siaran itu kalau sempat.
Suara Selena yang ramah terdengar lagi. "Surat pertama yang akan saya bacakan hari ini adalah surat dari salah seorang pendengar kita yang bernama Monsieur Fusi ."
Fusi ? Cha Young mengerutkan kening. Nama asing, tapi herannya terdengar tidak asing.
"Aku baru tiba di Paris hari itu," Selena mulai membaca. Suaranya jelas dan terkendali Selena punya suara yang sedikit menghipnotis dan menghanyutkan, jenis suara yang mampu mengajak pendengarnya ikut membayangkan apa yang diceritakannya.
"Ini adalah kunjunganku yang kesekian kalinya ke Paris. Biasanya setiap kali pesawatku mendarat di bandara Charles de Gaulle, aku akan melakukan hal-hal yang sudah rutin kulakukan. Aku turun dari pesawat, mengurus imigrasi, dengan sabar menunggu bagasiku muncul di ban berjalan, setelah itu langsung keluar dari bandara tanpa melihat kiri-kanan.
"Tapi hari itu berbeda. Ketika aku akan keluar dari bandara, aku melewati sebuah kafe dan mencium aroma kopi yang enak. Untuk pertama kalinya aku tergoda untuk duduk dan menikmati secangkir kopi panas. Aku tidak tahu apa yang menarikku, tetapi aku meyakinkan diri sendiri bahwa aku hanya lelah setelah berjam-jam duduk di pesawat yang sempit.
"Kafe itu memberi kesan nyaman, dengan beberapa meja kecil dan kursi empuk. Aku memesan café crème dan ketika menunggu pesananku itulah sesuatu terjadi.
"Aku baru mengeluarkan Iphone-ku dan mulai memeriksa jadwal kerja selama di Paris ketika seseorang menyenggol koperku yang kuletakkan di lantai, di samping meja.
"‟Maaf.‟
"Aku mendongak dan melihat seorang gadismuda sedang memperbaiki posisi koper berodanya yang menyenggol koperku. Ia tersenyum sekilas untuk meminta maaf. Sebelum aku sempat membalas senyumnya atau menyahut, ia sudah berbalik dan berjalan menjauhi mejaku sambil menarik kopernya. Kuperhatikan ia berjalan ke meja di dekat jendela kaca besar yang menghadap ke luar bandara. Dalam perjalanan singkat ke meja itu, kopernya menyenggol dua kursi dan nyaris melindas kaki salah seorang pelayan. Entah tidak menyadari atau tidak mau ambil pusing, gadis itu tetap berjalan seakan tidak ada yang terjadi.
"Ia duduk dan menyilangkan kaki. Posisinya sedikit membelakangiku. Tanpa melirik menu yang ada di meja, ia memanggil pelayan dan memesan sesuatu. Aku terlalu jauh untuk mendengar apa yang dikatakannya. Setelah itu ia menyandarkan punggung ke sandaran kursi dan memandang ke luar jendela.