Sunshine in New York (8)

43 0 138
                                    

Bayangan dirinya samar-samar memantul di kaca jendela di ruang duduknya. Langit di luar terlihat hitam kelam. Sa-Ya berdiri di sana dan memandang ke luar jendela tanpa benar-benar memandang sesuatu. Ia sudah berdiri di sana sejak setengah jam yang lalu, ketika Sorin mengantarnya pulang ke apartemen. Keningnya berkerut samar. Otak kreatifnya berputar. Bayang-bayangan jelas berkelebat dalam benaknya.

Bayangan gadis itu ketika sedang menari di atas panggung.

Seperti melayang. Seperti...

Tiba-tiba Sa-Ya berputar dan berjalan cepat ke arah pianonya. Ia meraih setumpuk partitur yang kosong dan meletakkannya di atas penyangga buku musik. Tangan kanannya mulai menari-nari di atas tuts piano, memainkan beberapa nada, lalu ia berhenti dan meraih pensil untuk menuliskannya di atas kertas. Proses itu berulang terus. Ia tidak bisa menggunakan tangan kirinya, tetapi tidak apa-apa. Ia bisa membayangkan gabungan nadanya, kord-kord yang akan menemani melodi ini. Ia bisa membayangkan keseluruhan lagunya. Ia bisa mendengarnya.

Ia bukan melanjutkan lagunya yang belum selesai waktu itu. Ia sedang menulis lagu baru. Lagu yang tiba-tiba saja tebersit dalam pikirannya dan mengalun cepat dalam benaknya.

Sa-Ya Hirano akhirnya mendapat inspirasi.

*****

Hari ini adalah hari yang melelahkan, pikir Sorin sambil menelan pil terakhir yang ada di telapak tangan kirinya, lalu merangkak ke atas ranjang. Melelahkan, namun menyenangkan.

Sangat menyenangkan malah. Sorin tersenyum sendiri sementara meringkuk di balik selimut, mencari posisi yang enak. Suasana hati Sa-Ya Hirano yang baik, kunjungan ke Juilliard, kembali menari diatas panggung—walaupun hanya sebentar dan bukan untuk pertunjukan apa pun, berkenalan dan mengobrol dengan pasangan Moratti.

Sorin mendesah senang. Tubuhnya terasa berat. Kelopak matanya juga mulai terasa berat. Hal terakhir yang terlintas dalam benak Sorin sebelum ia tertidur adalah semoga suasana hati Sa-Ya Hirano tetap baik untuk seterusnya.

Malam itu adalah malam pertama dalam tiga minggu terakhir ketika Sorin akhirnya berhasil tidur selama enam jam tanpa terbangun.

*

IN YEOP HIRANO menekan bel interkom gedung apartemen kakaknya dan menunggu. Tidak ada jawaban. Ia menekan bel sekali lagi. Tetap tidak ada jawaban.

"Kemana mereka?" gumam In Yeop heran. Yah, mungkin kakaknya pergi bersama Shawn, jadi Sorin juga pasti sudah tidak ada di sini, pikir In Yeop. Ia mengeluarkan ponsel dan menekan nomor telepon Sorin. Telepon berdering berkali-kali tetapi gadis itu tidak menjawab. Akhirnya In Yeop menutup ponsel dan berpikir. Mungkin saat ini Sorin berada di Small Steps, jadi sebaiknya In Yeop pergi ke sana.

In Yeop berbalik dan menuruni anak tangga gedung. Ia bertanya- tanya apakah Sorin baik-baik saja, apakah Sa-Ya memperlakukannya dengan baik. Terakhir kali In Yeop melihat mereka dua minggu yang lalu, Sa-Ya masih uring-uringan dan sama sekali tidak berusaha bersikap ramah kepada Sorin.

In Yeop baru menginjak trotoar ketika melihat mobil VW Beetle kuning milik Sorin melambat dan berhenti di seberang jalan. Pintu penumpang terbuka dan alis In Yeop terangkat heran melihat Sa-Ya turun dari mobil. Sa-Ya mengitari mobil ke sisi pengemudi dan menunggu sementara Sorin membuka pintu dan turun. In Yeop memperhatikan tangan kiri Sa-Ya tidak lagi tergantung di depan dada walaupun pergelangan tangannya masih diperban.

Mereka menyeberangi jalan ke arah In Yeop, tetapi masih belum melihat In Yeop yang berdiri di sana. Sa-Ya mengatakan sesuatu kepadanya dan Sorin membalas mengatakan sesuatu sambil mencari- cari sesuatu di dalam tas tangannya. Saking sibuknya mengaduk- aduk tas mencari apa pun yang dicarinya itu, kunci mobil Sorin terlepas dari pegangan dan jatuh ke tanah. Tanpa di suruh, Sa-Ya membungkuk dan memungutnya.

Season Of LoveWhere stories live. Discover now