Sunshine in New York (1)

79 0 108
                                    

Sa- Ya Hirano

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sa- Ya Hirano

In Yeop Hirano bersiul pelan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sebelum berjalan cepat menyeberangi jalan ke arah salah satu bangunan bertingkat empat yang berderet di seberang jalan, di salah satu area pemukiman di Reverside Drive. Langit kota New York terlihat cerah, secerah suasana hati In Yeop sendiri. Hari yang indah selalu bisa membuat semua orang gembira, bukan?

Yah, sebenarnya tidak juga. Tidak semua orang. In Yeop yakin ada seseorang yang mungkin sama sekali tidak menyadari langit kota New York yang cerah. Dan bahkan mungkin tidak menyadari daun- daun sudah berubah warna menjadi kuning, cokelat, dan merah. Tidak sadar dan tidak peduli.

Dan seseorang itu adalah kakak laki-lakinya.

In Yeop yakin Sa-Ya Hirano terlalu sibuk untuk menyadari apa pun yang terjadi di sekelilingnya akhir-akhir ini. Ia baru saja merampungkan konser pianonya di Eropa, dan minggu depan ia akan memulai konsernya di Amerika Serikat. Dan seperti biasa, kalau Sa-Ya sudah sibuk, ia jarang mau menjawab telepon dan jarang mau meluangkan waktunya yang berharga untuk membalas pesan atau semacamnya. Karena itu In Yeop akhirnya memutuskan pergi menemui Sa-Ya secara langsung. Setidaknya untuk memastikan kakaknya masih hidup. Juga untuk memastikan kakaknya tidak membuat langit New York berubah mendung, semendung suasana hatinya. Oh, kedengarannya memang berlebihan, tapi percayalah, Sa-Ya mampu membuat orang-orang di sekitarnya menjadi tidak bisa menikmati hari yang indah kalau ia sendiri sedang tidak ingin menikmati hari yang indah.

In Yeop berlari-lari kecil menaiki anak tangga di depan gedung, masih tetap bersiul pelan. Ia baru hendak menekan bel interkom apartemen di lantai empat ketika pintu depan terbuka dan seorang wanita dan seorang anak perempuan kecil keluar dari gedung. Tangan In Yeop terulur menahan pintu tetap terbuka sementara pasangan ibu dan anak itu berjalan lewat dan menuruni tangga batu sambil bercakap-cakap.

In Yeop melangkah masuk ke dalam gedung dan pintu depan pun tertutup serta terkunci secara otomatis di belakangnya. Satu menit kemudian ia sudah berdiri di depan pintu bercat putih dilantai empat dan tangannya terangkat menekan bel.

Pintu baru dibuka setelah In Yeop menekan bel untuk ketiga kalinya. Raut wajah kakaknya yang berdiri di ambang pintu menegaskan dugaan In Yeop bahwa suasana hati kakaknya memang tidak terlalu ceria.

"Hai." In Yeop tersenyum lebar dan mengangkat sebelah tangan untuk menyapa.

Sa-Ya Hirano menatap adiknya dengan alis berkerut samar, "Kau rupanya," gumamnya, lalu melangkah ke samping membiarkan In Yeop lewat.

"Ya," sahut In Yeop ringkas dan berjalan ke ruang duduk yang luas dan rapi. In Yeop menyadari pemanas sudah dinyalakan. Setidaknya kakaknya tidak terlalu sibuk sampai lupa menyalakan pemanas. Cahaya matahari menembus kaca jendela yang berderet di salah satu sisi ruangan, membuat ruangan itu terasa hangat, terang, dan sangat nyaman. Ruang duduk itu dilengkapi sofa besar yang empuk, dua kursi berlengan, dan meja rendah dari kayu di tengah-tengah ruangan. Lantainya berlapis karpet tebal. Rak yang dipenuhi berbagai jenis buku—kebanyakan buku musik—menutupi salah satu dinding di sana. In Yeop melirik piano hitam yang berdiri di sisi lain ruangan. Piano itu dalam keadaan terbuka, dan partitur-partitur musik penuh coretan berserakan di sekitarnya, di atas piano, di bangku piano, di meja kecil samping piano, dan juga di lantai di sekeliling piano.

Season Of LoveWhere stories live. Discover now