Vincenzo, kenapa kita ke tempat ini?" tanyanya sambil duduk di kursi di samping laki-laki itu.
"Kalau tidak salah, beberapa hal yang bisa membuatmu bahagia adalah mendengarkan musik, makan keripik kentang, bunga, kembang api, hujan, dan bintang. Aku benar, kan?"
Cha Young agak kaget mendengar kata-kata Vincenzo. Ia sendiri tidak ingat kapan ia memberitahu Vincenzo tentang hal itu.
Vincenzo melanjutkan, "Sekarang aku tidak punya keripik kentang, aku tidak tahu kau suka musik apa. Bunga, kau sudah memegangnya."
Cha Young menatap mawar yang sedang dipeluknya. Ia masih tidak mengerti apa yang ingin dikatakan Vincenzo.
Vincenzo mendongak menatap langit yang gelap dan berkata, "Tidak ada bintang malam ini dan sayang sekali aku tidak bisa memanggil hujan." Ia menoleh ke arah Cha Young . "Kalau begitu, hanya tinggal satu yang bisa dilakukan."
Alis Cha Young terangkat ketika Vincenzo mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
"Halo? Ya, Anda bisa memulainya sekarang," katanya kepada seseorang di ponsel. Setelah itu ia menutup ponsel dan tersenyum kepada Cha Young . Ia mengangkat sebelah tangan dan menunjuk ke langit. "Coba lihat di sana."
Cha Young memandang ke langit yang gelap dengan dahi berkerut. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan Vincenzo. Ia baru saja akan membuka mulut untuk bertanya lagi ketika ia mendengar bunyi desingan lalu letupan. Saat itu juga matanya melihat cahaya warna-warni di langit. Bunyi desingan dan letupan itu terdengar lagi, sambung-menyambung. Langit malam pun tampak semakin semarak dengan cahaya indah warna-warni.
Kembang api! Banyak sekali kembang api!
Tanpa sadar Cha Young berdiri dari kursinya. Sebelah tangannya terangkat ke mulut. Matanya terpaku pada berkas-berkas sinar yang meluncur ke langit dan meledak menjadi bunga-bunga api. Ini pertama kalinya ia melihat kembang api sebanyak itu secara langsung dan merasa begitu takjub sampai-sampai dadanya terasa sesak.
"Bagaimana?"
Cha Young menoleh dan melihat Vincenzo berdiri di sampingnya. Ia kembali menatap langit. "Ini pertama kalinya aku melihat kembang api sungguhan, dan bukan dari televisi."
"Perasaanmu sudah baikan?"
Cha Young menoleh kembali ke arah Vincenzo. Ia tidak menyangka ternyata laki- laki itu sedang berusaha menghiburnya. Cha Young tersenyum dan berkata, "Jauh lebih baik. Kau tahu kau tidak perlu melakukan semua ini. Tapi, bagaimanapun, terima kasih."
Vincenzo balas tersenyum. "Aku tahu akhir-akhir ini kau merasa tertekan. Kau sudah membantuku. Jadi kalau aku bisa membantu meringankan sedikit bebanmu, kenapa tidak? Aku hanya ingin melihatmu gembira seperti sekarang, itu saja."
*
"Haah... malam ini indah sekali," kata Cha Young ketika ia dan Vincenzo tiba di rumah. Cha Young menciumi mawar yang ada dalam pelukannya dan tersenyum-senyum sendiri.
Sementara itu Vincenzo sudah berjalan ke arah dapur, membuka lemari es, mengeluarkan sebotol air dingin, dan meminumnya langsung dari botolnya.
"Kau punya vas bunga?" tanya Cha Young .
"Entahlah, tapi kalau tidak salah ada di dalam lemari yang itu." Ia menunjuk lemari dapur lalu berjalan ke pianonya.
Cha Young membuka-buka lemari sambil bersenandung pelan. "Ini dia." Ia mengeluarkan vas bunga berwarna biru, mengisinya dengan air, dan memasukkan bunga mawarnya ke sana. Ia mendengar Park Vincenzo memainkan beberapa nada lagu di pianonya.
Cha Young menoleh ke arah Vincenzo. "Vincenzo ssi, nyanyikan satu lagu," pintanya. Lalu ia menghampiri laki-laki itu sambil membawa vas bunganya.