Sunshine in New York (5)

53 0 165
                                    

 "Hai, In Yeop. Apa kabar?" Ia mendengar suara Sorin yang riang menyapa In Yeop. Lalu, "Kau sudah makan siang? Belum? Aku akan membuat pasta. Kau mau?"

Sa-Ya menoleh ketika Sorin dan adiknya muncul di dapur. In Yeop menatapnya dengan tatapan heran bercampur waswas.

"Bagaimana kau bisa membuka pintu di bawah?" tanya Sa-Ya pada adiknya. Sungguh, keamanan di gedung ini perlu dipertanyakan kalau semua orang bisa masuk begitu saja.

"Sepertinya ada orang yang sedang pindah rumah. Pintu di bawah terbuka lebar," sahut In Yeop dan menempati bangku tinggi di samping Sa-Ya. Ia menoleh menatap Sorin, yang sudah kembali sibuk dengan barang-barang belanjaannya tadi, dan kembali menatap Sa-Ya.

"Jadi kenapa Sorin ada di sini?"

"Aku sendiri yang menawarkan bantuan, In Yeop," Sorin membenarkan.

"Kau dengar, bukan?" tanya Sa-Ya pada In Yeop dengan nada puas. "Dia sendiri yang memaksa ingin menjadi tangan kiriku, ingin membantuku bersih-bersih, ingin menyiram tanamanku kalau aku punya tanaman, dan ingin memberi makan anjing dan kucingku kalau aku punya anjing dan kucing."

"Ya, begitulah," Sorin membenarkan sekali lagi.

"Tapi bagaimana dengan jadwal mengajarmu? Tidak terganggu?" tanya In Yeop kepada Sorin yang sedang mengisi panci dengan air.

"Sama sekali tidak," sahut Sorin tanpa menoleh. "Aku sudah melepas beberapa kelasku, jadi jadwal mengajarku tidak terlalu padat lagi sekarang."

"Oh, ya? Kenapa?" Sa-Ya mendengar In Yeop bertanya dengan nada heran, seolah-olah Sorin tidak boleh mengurangi jadwal mengajarnya.

"Tidak kenapa-napa." Sorin mengangkat bahu. "Kurasa aku hanya ingin punya waktu untuk menari lagi sendiri. Tidak hanya mengajar."

"Jadi kau berencana mengambil kelas menari lagi?" tanya In Yeop.

Sekali lagi Sorin mengangkat bahu. "Mungkin," katanya sambil tersenyum.

Tepat pada saat itu bel pintu berbunyi lagi dan Sa-Ya menggerutu, "Apa lagi sekarang?"

"Akan kulihat siapa itu," kata In Yeop kepada Sorin sambil turun dari bangku tinggi yang didudukinya.

"Tidak apa-apa. Biar aku saja. Membuka pintu adalah salah satu tugasku di sini," kata Sorin sambil berjalan keluar dari dapur dan pergi melihat siapa yang membunyikan bel.

Setelah Sorin pergi, In Yeop menoleh menatap Sa-Ya. "Kuharap kau memperlakukan Sorin dengan baik," katanya sambil tersenyum kecil.

"Dia masih di sini. Belum berlari terbirit-birit," kata Sa-Ya acuh tak acuh. "Tapi kau boleh membawanya pergi dan membuat hidupku lebih tenang. Aku selalu merasa dia akan mematahkan tanganku yang lain."

In Yeop terkekeh. "Kurasa aku tidak akan bisa membujuknya melupakan niatnya membantumu. Dia merasa sangat bersalah dan dia hanya ingin melakukan sesuatu untuk membantu," katanya. Lalu ia menatap tangan Sa-Ya. "Bagaimana tanganmu?"

"Kau bisa lihat sendiri. Masih cacat." Lalu Sa-Ya teringat sesuatu dan bertanya, "Kau tidak memberitahu Mom dan Dad soal ini, bukan?"

In Yeop menggeleng. "Tentu saja tidak. Aku tidak ingin membuat mereka jantungan di tengah-tengah liburan."

"Bagus," gumam Sa-Ya. Saat ini kedua orangtuanya sedang menikmati liburan tahunan mereka di Jepang dan ia tidak ingin mereka mempersingkat liburan hanya gara-gara dirinya.

"Oh, Shawn." Sa-Ya mendengar suara Sorin menyapa manajernya di depan pintu. "Sa-Ya ada di dapur bersama In Yeop. Omong-omong, kau sudah makan siang?"

"Shawn? Kenapa dia datang?" gumam Sa-Ya. Dan ia mengulangi pertanyaannya kepada Shawn ketika laki-laki itu masuk ke dapur bersama Sorin.

Season Of LoveWhere stories live. Discover now