Paris 2040
Namaku Hong Cha Young .Saat ini Aku adalah Ibu dari dua orang anak yang beranjak remaja. Pernikahanku bahagia..... tapi ada kisah yang ingin kubagikan. Kisah cintaku dua puluh tahun yang lalu. .......
"Apakah ada yang tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang tidak boleh dicintai? Aku tahu. Hidup ini sungguh aneh, juga tidak adil. Suatu kali hidup melambungkanmu setinggi langit, kali lainnya hidup menghempaskanmu begitu keras ke bumi. Ketika aku menyadari dialah satu-satunya yang paling kubutuhkan dalam hidup ini, kenyataan berteriak di telingaku dia juga satu-satunya orang yang tidak boleh kudapatkan."
Paris , 2020
Jalanan sepi. Langit gelap.
Angin musim gugur bertiup kencang.
Ia merapatkan jaket yang dikenakannya, namun tubuhnya tetap saja menggigil. Bukan karena angin, karena saat ini ia sama sekali tidak bisa merasakan apa pun. Sepertinya saraf-sarafnya sudah tidak berfungsi. Ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bersuara, dan tidak bisa merasakan apa-apa.
Kecuali rasa sakit di hatinya. Ia bisa merasakan yang satu itu. Sakit sekali....
Butuh tenaga besar untuk menyeret kakinya dan maju selangkah. Sebelah tangannya terangkat ke dada, mencengkeram bagian depan jaket. Tangan yang lain terjulur ke depan dan mencengkeram pagar besi jembatan. Pagar besi itu seharusnya terasa dingin di tangannya yang telanjang, tapi nyatanya ia tidak merasakan apa pun walaupun ia mencengkeram pagar besi itu sampai buku-buku jarinya memutih.
Matanya menatap kosong ke bawah. Permukaan sungai terlihat tenang seperti kaca besar berwarna hitam yang memantulkan cahaya dari lampu-lampu di tepi jalan.
Air sungai itu pasti dingin sekali. Ia pasti akan mati kedinginan bila terjun ke sungai itu. Mati beku.
Ia hanya perlu membiarkan dirinya jatuh. Setelah itu seluruh tubuhnya akan membeku. Rasa sakit ini juga akan membeku. Ia tidak akan merasakannya lagi.
*
Paris , 2020
Ruangan itu sudah sepi sejak satu jam yang lalu. Semua lampu sudah dimatikan, kecuali yang terdapat di sudut ruangan dekat jendela. Lampu di sana masih menyala karena masih ada seseorang di sana. Gadis yang menempati meja di dekat jendela itu sebenarnya tidak benar-benar membutuhkan penerangan karena ia tidak sedang bekerja.
Cha Young Dupont duduk bersandar di kursi dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Keningnya berkerut dan matanya menyipit menatap lekat-lekat ponsel yang tergeletak di meja kerjanya. Ia menggigit bibir dan tidak habis pikir kenapa ponsel imut dengan berbagai macam hiasan gantung itu tidak berdering, tidak berkelap-kelip, tidak bergetar, tidak melakukan apa pun!
Ia memutar kursi menghadap jendela besar dan memandang ke bawah, memerhatikan mobil- mobil yang berseliweran di jalan raya kota Paris dengan tatapan menerawang. Langit sudah gelap. Ia melirik jam tangan dan mendesah. Jam tujuh lewat. Dengan sekali sentakan ia memutar kembali kursinya menghadap meja kerja.
"Ke mana saja kau?" desis Cha Young sambil mengetuk-ngetuk ponselnya dengan kukunya yang dicat oranye.
"Kau bicara dengan ponsel?"
Cha Young mengangkat wajah dan menoleh. Selena Gomez yang baru masuk ke ruangan tersenyum kepadanya. Selena manis yang berambut coklat panjang , bermata hijau, dan berhidung mancung itu berusia 29 tahun, beberapa tahun lebih tua daripada Cha Young, tapi secara fisik wanita itu tidak terlihat seperti wanita Eropa seusianya. Perawakannya kurus, kecil, dan dengan wajah seperti gadis remaja. Di satu sisi Selena menyukai kenyataan itu—siapa yang tidak suka punya wajah awet muda? Tapi di sisi lain ia dongkol setengah mati kalau ada orang yang menganggap remeh dirinya karena berpikir ia masih remaja ingusan.