"Sorin... Sorin... Sorin...!"
Sorin tersentak dan mengangkat wajah menatap Lisa yang duduk di hadapannya. "Apa?"
"Kau melamun lagi?" tanya Lisa dengan nada menuduh, walaupun seulas senyum kecil tersungging di bibirnya.
"Tidak," sahut Sorin dan menyesap tehnya yang ternyata sudah dingin. Sudah berapa lama mereka duduk di kafe ini? Entahlah.
"Akhir-akhir ini kau sering melamun," tambah Lisa sambil mengamati Sorin dengan tajam. "Kau tidak mendengar kata-kataku tadi, bukan?"
Sorin mengabaikan pertanyaan temannya. "Apa yang kau katakan tadi?" ia balas bertanya.
Lisa menyandarkan punggung ke sandaran kursi. "Hari ini Bobby berulang tahun dan dia ingin mengajak kita makan malam. Kau ikut, bukan?"
Sorin mengangkat bahu, lalu mengangguk. "Tentu. Kenapa tidak?"
Lisa mendecakkan lidah melihat sikap temannya. "Kau terlihat antusias sekali," katanya sinis. Lalu ia tertawa kecil. "Kau tahu, Bobby sebenarnya ingin mengajakmu makan malam berdua, tapi karena dia terlalu pemalu dan pengecut akhirnya dia juga mengajakku dan V. Entah dia ingin menjodohkanku dengan V atau dia hanya butuh pendamping untuk berkencan denganmu, tapi yang pasti dia tidak tahu bahwa V juga bermaksud mendekatimu."
Sorin mengaduk-aduk tehnya dengan pelan. Ia mengabaikan kalimat terakhir Lisa dan memutuskan mengomentari yang pertama. "Kenapa harus malu? Aku tidak pernah menolak ajakan makan malam."
"Kau tahu sendiri waktu itu kau sempat sibuk mengurus kakak In Yeop dan tidak punya waktu untuk teman-temanmu. Bahkan aku juga jarang melihatmu," kata Lisa. "Untunglah dua minggu terakhir ini dia tidak mengganggumu, jadi kau punya waktu untuk bernapas sedikit dan bersantai."
Sorin tersenyum mendengar gerutuan Lisa, tetapi tidak berkata apa-apa. Ia kembali memandang ke luar jendela dan memandangi para pejalan kaki yang lalu-lalang. Tanpa sadar ia menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan perlahan.
Sudah dua minggu ia tidak bertemu Sa-Ya Hirano karena laki- laki itu sibuk dengan pertunjukan orkestra yang akan diselenggarakan ayahnya. Selama dua minggu terakhir ini Sorin ke apartemen laki-laki itu setiap pagi untuk bersih-bersih. Kalau dipikir- pikir sebenarnya Sorin tidak perlu pergi ke apartemen itu setiap hari, karena apartemen itu tidak mungkin berubah berantakan dalam sehari. Bagaimanapun, Sa-Ya Hirano hampir tidak pernah ada di rumah.
Lalu kenapa Sorin pergi ke sana setiap hari? Entahlah. Mungkin karena ia sudah terbiasa berada di apartemen itu. Mungkin juga karena ia berharap bisa bertemu dengan laki-laki itu, walau hanya sebentar.
Tetapi kenapa aku ingin bertemu dengan Sa-Ya Hirano? Sorin menarik napas dalam-dalam. Entahlah... Namun, harapannya tidak terkabul. Ia sama sekali tidak bertemu dengan laki-laki itu. Sa-Ya juga tidak pernah menghubunginya dan tidak pernah meninggalkan pesan apa pun untuk Sorin di apartemennya.
Apalagi seminggu terakhir ini Sorin mendapati ranjang laki-laki itu tidak ditiduri. Itu berarti sudah seminggu Sa-Ya Hirano tidak pulang ke apartemennya. Lalu ke mana dia?
Sorin mendesah pelan dan merasa konyol. Konyol dan kesepian. Perasaan kesepian yang tidak pada tempatnya itu membuatnya merasa lebih konyol lagi.
"Oh, berhentilah mendesah." Suara Lisa membuyarkan lamunan Sorin. "Ada apa denganmu?"
"Tidak ada apa-apa."
"Kalau begitu, waktu istirahat selesai. Ayo, kita lanjutkan acara belanja kita," kata Lisa sambil mengumpulkan kantong- kantong plastik yang diletakkan di lantai di dekat kursinya.
Sorin tertawa, seraya meraih kantong-kantong belanjaannya sendiri.
"Setelah ini kau ikut pulang ke apartemenku saja supaya nanti malam kita bisa pergi ke acara ulang tahun Bobby bersama," usul Lisa.