22. Serius?

4.2K 521 14
                                    

Di dapur—Bunda Kinar tengah sibuk menjalani rutinitas setiap pagi yaitu membuat sarapan, wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang menginjak kepala empat itu terlihat lincah bertempur dengan alat-alat dapur.

"Good pagi Bunda, eh ada Bapak Abbas juga di sini." ucap Anza yang sudah rapi dengan setelan kantornya. Pria tersebut mendudukkan dirinya dan menatap Ayah Abbas yang kini tengah santai menikmati kopi sembari membaca koran.

"Pinggang Ayah gimana? Udah sakit? Eh maksud Anza, udah sembuh?" tanya Anza membuat Ayah Abbas menutup korannya.

"Udah dong. Gimana, adu duelnya?" tanya balik Ayah Abbas.

"Hayukkk langsung, mau duel apaan nih?" Ayah Abbas terlihat berfikir sejenak, setelah itu, menatap Anza sembari tersenyum miring. Bunda yang baru saja datang, sembari menata makanan di meja makan terlihat jengah mendengar obrolan bapak dan anak itu.

"Masih pagi lho ini, awali pagi harimu dengan damai." ucap Bunda.

"Kalau mau duel nanti ya, mending sarapan dulu. Biar kuat," lanjut Bunda sembari meletakkan nasi kepiring Ayah Abbas.

"Tap—"ucapan Anza terhenti ketika Bunda sudah siap melayangkan centong nasi—akhirnya mereka memulai sarapan dengan tenang, hanya ada suara dentingan sendok dan juga garpu.

Setelah menghabiskan sarapannya dan ingin meminum air, deringan ponsel Anza membuat pergerakan pria tersebut terhenti. Ia lantas mengerutkan keningnya saat mendapati nomor kantor yang menelponnya.

"Siapa?" tanya Bunda, membuat Ayah Abbas mengalihkan perhatiannya.

"Nomor kanton, Bun. Bentar Anza angkat dulu," Bunda hanya mengangguk lalu kembali melanjutkan makannya begitupun juga Ayah Abbas.

"Halo? Ada apa?" tanya Anza.

"Maaf Pak, ini saya mau memberitahu ada perempuan yang cari Bapak." jawab resepsionis di sebrang sana.

"Perempuan? Sepertinya saya nggak ada janji sama klien deh, apa lagi yang perempuan." bingung Anza, lantaran seingatnya ia tidak memiliki janji temu dengan klien manapun. Jika memang ia—Gori pasti sudah memberitahunya terlebih dahulu.

"Aduh, ini bukan klien Pak. Perempuan yang kemarin nyungsep di selokan itu lho." balas resepsionis tersebut dan sedikit mengecilkan suaranya diakhir.

"Hah? O-oh itu." Anza sekita mengerutkan keningnya, kenapa Lila datang ke kantornya? Apakah perempuan tersebut merindukannya? Tapi kenapa juga perempuan tersebut merindukannya.

"Suruh tunggu di ruangan saya, bentar lagi saya ke kantor." lanjut Anza dan segera menutup teleponnya. Dengan sedikit tergesa-gesa Anza meminum air putih yang berada di gelas lalu menyambar jas kantornya.

"Anza berangkat dulu Bun, Yah." pamit Anza dan segera mencium pipi Bunda Kinar, tidak lupa mencium tangan Ayah Abbas.

Anza yang baru saja sampai kantor dan menuju ruangannya, seketika ia terdiam. Bagaimana tidak, Lila saat ini tengah berguling-guling di lantai, sembari terus bergumam tidak jelas membuat Anza menatapnya horror.

"Kesurupan?" gumam pria itu kepada dirinya sendiri. Mengangkat bahunya acuh, Anza lalu berjalan menghampiri perempuan tersebut.

"Hello! Anza ganteng di sini!" sapa Anza kepada Lila, perempuan tersebut lantas mengubah posisinya yang sedang tengkurap menjadi duduk bersila.

"Pak saya laper! Kuy makan!" ajak Lila dengan senyum manisnya.

"Kamu ke kantor saya cuma mau ngajak saya makan?" Lila mengangguk tanpa ragu sebagai jawaban. "Maksudnya?" lanjut Anza bingung.

Kepincut Ojol CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang