Di dalam ruangannya Anza menyenderkan tubuhnya di kursi kebesarannya sembari memijat pelipisnya yang berdenyut. Meeting tadi pagi berjalan dengan lancar, meskipun sedikit berantakan.
Mengambil telepon yang berada di mejanya, ia menekan beberapa angka dan menelpon Sekretarisnya untuk segera datang menemuinya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk," ucap Anza dan terbuka lah pintu menampilkan pria berpenampilan rapi dan terlihat masih muda.
"Kenapa Bos?" tanya orang tersebut, Grigori Sangaji atau yang bisa di panggil 'Gori', menjabat sebagi Sekretaris dan juga orang kepercayaan Anza. Ia adalah teman atau lebih tepatnya sahabat Anza dari waktu ia masih sekolah.
"Nggak usah formal, kita cuma berdua. Pakai lo-gue aja," jawab Anza.
Mendudukkan dirinya di sofa yang tak jauh dari sahabatnya itu, Gori menatap Anza heran. "Kenapa lo?"
"Gue pengen nikah, tapi... ada yang mau nggak ya sama gue?" tanya balik Anza sembari memutar-mutar kursi kebanggaannya itu, yang membuat tubuhnya juga ikut berputar kesana-sini.
"Ck! Lo itu ganteng, mapan, idaman, mana ada cewek yang nolak lo." jawab Gori sembari berdecih sinis.
Anza yang mendengar itu di buat besar kepala. "Widih, akhirnya lo ngakuin kalau gue ganteng." balas Anza sembari terkekeh.
Sungguh Gori sedikit kesal dan muak jika harus berhadapan dengan sahabatnya itu. "Serah lo! Gue mau pergi aja." kesal Gori.
"Bentar dulu dong, gimana hubungan tunangan lo sama si Diva?" tanya Anza menatap Gori, dia juga sudah berhenti berputar-putar tidak jelas seperti tadi.
Gori menyenderkan tubuhnya di sofa, dan menatap langit-langit ruangan milik Anza. "Ya gitu deh, sebenarnya gue pengen banget nikahin dia. Tapi kan, lo tau sendiri. Dia masih sibuk kuliah diluar negeri."
Anza menggelengkan kepalanya prihatin dengan sahabatnya tersebut. "Ya emang udah nasib lo sih,"
"Jangan-jangan dia udah punya suami kalik Gor, lo kan sama dia LDR-an," lanjut Anza menakut-nakuti.
Ingin rasanya Gori melemparkan tubuh Anza ke dalam kawah gunung berapi, sekarang juga! Dia yang semula berfikiran positif berubah menjadi overthinking gara-gara perkataan sialan itu. "Tai lo! Jangan gitu lah," jawab Gori kesal dan sedikit takut. Stay cool, Gori. Berdoa saja kepada sang pencipta semoga Diva dan juga hatinya masih setia kepadamu.
"Ya bisa aja," celetuk Anza santai.
"Mending lo cari pacar, atau nggak langsung nikah deh! Dari pada jadi bujangan tua." ledek Gori, dia sebenernya sedikit kasihan dengan sahabatnya yang menyandang sebagai Bosnya itu. Bagaimana tidak jika dirinya tengah dalam mode bucin bersama Diva, Anza hanya bisa meratapi nasib menjadi penonton.
Anza memutar bola matanya jengah. Lagi dan lagi, apakah salah jika dirinya menjadi seorang jomblo?! Ck, jika mau dia bisa jadi mencari wanita di luaran sana dengan sekali lirikan mata. "Jodoh gue masih dalam proses,"
Hening tidak obrolan setelah itu, Anza yang merasakan perutnya lapar karena sejak tadi belum makanpun, segera memerintahkan Gori untuk membeli makanan.
"Pesen makan Gor, gue laper."
"Mau apa lo? Pesen online aja atau gimana?" tanya Gori yang merasakan jika perutnya juga lapar karena tidak sempat membeli sarapan.
Anza berfikir sejenak, tidak lama ia beranjak dan berubah pikiran. "Makan di restoran deket sini aja." Gori mau tidak mau menurut, lagi pula dirinya juga sudah merasakan cacing-cacing di perutnya memberontak ingin cepat di isi makanan.
Setelah itu mereka turun menggunakan lift dan keluar kantor menggunakan mobil Gori, karena mobil Anza yang masih dalam masa perbaikan.
.
.
.
.Ayo, jangan pelit vote!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepincut Ojol Cantik
Short StoryBaru di revisi sebagian. Masih BANYAK TYPO di sengaja ataupun tidak, jadi... tandai aja! *** Cerita konyol pertemuan antara Naila atau biasa di panggil 'Lila' perempuan tangguh dan pekerja keras, yang berkerja sebagai drivel ojol. Dan juga Arkanza a...