44. Tentang Lila

3.2K 386 13
                                    

Setelah acara mewek-mewek manjalita tadi, kini Anza juga Lila sedang ada dikafe yang tepat berada didepan Rumah Sakit.

Untuk masalah kantor tadi Anza hanya beralasan saja.

"Maaf..." cicit Anza pelan kepada Lila yang masih sibuk melihat daftar menu yang berada ditangannya.

"Buat?" tanya Lila sembari meletakkan daftar menu tersebut dimeja.

Anza menghela nafas panjang, sebenarnya ia tidak tahu mengapa bisa kelepasan menangis apalagi didepan perempuan tersebut. "Soal yang tadi,"

Lila mengulas senyum tipis. "Oh... yang pas Bapak nangis terus keluar ingus itu? Habis itu Bapak lap dibaju saya?"

Anza melototkan matanya garang, tapi malah terlihat lucu dimata Lila karena hidung pria itu yang masih memerah. "Nggak! Mana ada saya ingusan,"

"Nih liat, ingus Bapak semua ini," Lila dengan segera menunjukkan bajunya yang terlihat basah.

Anza berdecak. "Itu air mata suci dari gunung Fuji, bukan ingus!"

"Sama aja," balas Lila tidak mau kalah.

Tanpa ingin memperpanjang percakapan tidak berfaedah itu, Anza segera memanggil waiters yang ada untuk menyatat pesanan mereka.

"Bisa saya bantu Pak?" tanya waiters tersebut ramah.

"Kamu mau pesen apa?" tanya Anza kepada Lila.

"Apa aja yang penting enak, ngenyangin, terus berkah dan halal."

Anza manggut-manggut saja, ia menunjukkan beberapa menu dan segera dicatat oleh waiters tadi. "Baik Pak, bisa ditunggu sebentar."

Sembari menunggu pesanan mereka, keduanya tampak sibuk dengan urusan masing-masing. Lila yang sibuk bermain dengan hiasan bunga yang berada dimeja tersebut, dan Anza sibuk dengan email yang berada di ponselnya.

"ASTAGFIRULLAH!" pekik Lila tiba-tiba membuat Anza tersentak sama halnya dengan para pengunjung yang mengalihkan atensinya kepada meja tersebut.

"Kamu apa-apaan sih?!" kesal Anza dan menarik Lila untuk kembali duduk.

Lila menggeleng. "Nggak bisa Pak! Gawat!"

"Apa? Apa yang gawat?!"

Lila segera menunjukkan ponselnya kepada pria tersebut. "Orderan Pak! Saya lupa! Mana penumpangnya udah ngechat, tapi saya lupa bales. Ck, pasti dapet bintang 1 ini mah."

"Udah nggak usah dipikirin,"

"Mana bisa gitu Pak, kalau rating saya turun gimana? Terus juga nanti kalau saya tiba-tiba dipecat gimana? Terus nanti saya nganggur nggak dapet uang, terー" Anza segera menempelkan jari telunjuknya membuat perempuan tersebut berhenti mengoceh. "Sttt! Calm Babe,"

"Cuma masalah orderan itu aja 'kan?"

"Tap—"

"Dimakan," bersamaan dengan waiters yang datang membawa pesanan mereka, membuat Lila mengatupkan bibirnya dan mau tidak mau menuruti perintah pria itu.

***

Selesai dari kafe tadi siang bersama Anza, kini Lila tengah terduduk melamun ditepi sungai menikmati langit sore yang berwarna merah keorenan memudar berganti awan hitam.

Hembusan angin menerpa rambutnya yang dikucir menjadi satu dan sedikit berantakan. Perempuan tersebut menyungging senyum tipis kala mengingat masa indah ketika kedua orangtuanya masih ada, Lila rindu. Rindu dimana hangatnya pelukan kedua orangtuanya.

"Pah... Mah..."

"Lila sedih," senyum manis yang sedari terukir kini memudar berganti dengan raut wajah sendu.

"Kenapa kalian ninggalin Lila?" wajah perempuan itu mengadah ke atas.

"Lima tahun. Lima tahun kalian nggak ada disisi Lila,"

"Lila takut..."

"Maaf, Maafin Lila..."

"Harusnya saat itu jadi hari spesial buat Lila, hiks... tapi kenapa kalian malah ninggalin Lila sendirian?"

Lila menangis dalam diam. Air matanya semakin lama semakin deras mengalir. Tak berselang lama ia menghapus sisa air matanya yang masih ada, dan mengulas senyum tipis.

"Kata Mamah nangis cuma buat orang lemah, jadi Lila nggak bakal nangis."

"Kalau Lila lompat kesungai ini bakal mati nggak ya Mah, Pah?" gumamnya sembari menatap sungai yang berada didepannya.

"Tapi sungainya cuma selutut Lila," lanjutnya sembari terkekeh kecil.

"Lila mau ngeluh, tapi bingung. Orang nggak bakal pernah ngerasain apa yang kita rasain, kalau nggak ngalamin sendiri. Jadi... kalaupun Lila cerita, nggak ada gunanya."

"Andai... waktu itu Papah sama Mamah nggak bela-belain jualan sampe larut malem cuma buat ngasih kejutan buat Lila. Pasti kalian masih ada, ngumpul sama Lila bertiga."

"Lila sampe sekarang masih mikir. Siapa orang yang tega, buat kalian kayak gitu?"

Lila menghembuskan nafas panjang. "Maafin Lila... Lila udah cari siapa pelakunya tapi nggak pernah ketemu."

"Atau mungkin belum saatnya,"

Hening.

Lila masih berdiam diri disana, tanpa mengindahkan gerimis yang sudah mulai turun. Hingga ia tersadar saat satu tetes air mengenai telapak tangannya. "Hujan," gumam perempuan tersebut sembari mengadahkan tangannya sembari mendongakkan kepala keatas.

"Kayaknya gue harus pulang," lanjutnya dan segera menuju tempat Stepen terparkir.

***

Xixixixi, nanti aku kasih banyak part Lila and Anza deh.

VOTE DULU YANG BANYAK, SEE YOU CANTIK! Eh ganteng juga, kalo ada yg ganteng.

Kepincut Ojol CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang