39 : Malaikat sekaligus Iblis

737 73 14
                                    

Alaohalooo gengs... ii kambeeek 😊😊😊 Ada yang nungguin?

Sebelumnya ii mau ngucapin Selamat Hari Raya Idul Fitri buat yang ngerayain. Mohon maaf lahir batin yaa 😊😊🍎🍎😙😙😙 (walau telat hehe)

Ii juga mau ngucapin Wilujeng Patepang taun buat  Om Baekhyun alias visualisasi Pak Bagas yang kemarin ulang tahun cieee makin tambah umur. Cepet pulang ya wamilnya udah kangen bangeeet ini huhuhuuuu 😍😍😍😍😘😘😘😘

Jangan lupa...

V O T E
A N D
C O M M E N T

HATURNUHUN 😙😙😙

🍎HappyReadingGengs🍎

Anna tiba di lantai empat dengan terpogoh-pogoh dan napas yang ngos-ngosan. Jangan ditanya seberapa banyak keringatnya. Gadis itu sudah tidak peduli dengan penampilan maupun bau badannya, yang terpenting dia selamat.

Pikiran Anna yang tidak karuan ditambah rasa takut dan panik membuatnya memasuki ruangan di lantai empat secara acak. Namun sayangnya, pintu ruangan pertama yang dia tuju ternyata terkunci. Anna pun buru-buru menuju pintu ruangan sebelahnya. Na'as, lagi-lagi pintu itu juga terkunci.

Brak! brak! brak!

Anna menggedor pintu itu tak sabaran dan berharap usahanya bisa membuahkan hasil. Sayangnya pintu itu masih terkunci. Gadis itu tidak menyerah dan mencobanya sekali lagi.

Brak! Brak! Brak!

"Buka... gue mohon!" lirih Anna terdengar nelangsa. Dia menggigit bibir bawahnya gelisah.

Menyadari usahanya sia-sia. Anna pun menuju pintu lainnya. Betapa leganya gadis itu mendapati ruangan kali ini ternyata tidak terkunci. Buru-buru dia masuk dan bersembunyi [lagi-lagi] di kolong meja karena hanya itu satu-satunya tempat paling aman. Namun sebelum itu, ia menghalangi pintu dengan segala macam benda yang bisa menghalangi Vikro masuk. Ya semoga saja berhasil, tidak seperti sebelumnya.

Sementara di tempat lainnya Vikro tengah duduk santai di kursi sambil memainkan pisau lipat di tangannya. Sorot matanya kosong, seakan tak ada kehidupan apapun di raganya.

"Nanana... nana... nanana..." gumam Vikro, terdengar seperti bisikan senandung penjemput maut. Suaranya terdengar dalam dan serak, membuat merinding siapapun yang mendengarnya.

"Nanansssstt." Senandung kematian yang keluar dari mulut Vikro itu berganti jadi desisan kecil saat pisau lipat yang ia mainkan mengenai jari tangannya. Darah segar sedikit menguar dari kulit putih pucatnya. Laki-laki itu memperhatikan cairan merah itu dengan seksama, penuh minat. Senyum iblisnya tiba-tiba tersungging. Ia lalu berdiri dan berjalan tenang menuju lantai empat, tempat dimana mangsanya bersembunyi dengan lucu. Ya, lucu.

"Nanana... nana... nanana... Nanana... nana... nanana..." Vikro kembali bersenandung seraya memainkan pisau lipatnya pada dinding, membentuk ekor panjang dan menimbulkan suara yang terdengar ngilu. Jika saja dinding itu bisa bicara, mungkin ia akan berteriak kesakitan disayat seperti itu. Sementara tangan satunya lagi ia sembunyikan di saku celananya, di simpan rapi agar tidak mendengar suara pilu dari si dinding.

Tap.

Vikro sampai di ujung tangga yang menghubungkannya dengan lantai empat. Laki-laki itu berdiri mematung seraya mengamati tiap pintu yang ada di lantai empat. Terlihat menimang-nimang, ia pun memutuskan membuka setiap pintu.

"Anna!" Seraya membuka pintu, Vikro berujar ceria layaknya anak kecil yang bertugas jadi kucing di permainan petak umpet. Wajah menyeramkannya seketika bertranspormasi menjadi wajah polos khas anak kecil.

EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang