30: Hitam dan Putih

1K 92 19
                                    

Alohaloo gengs ii kambek di cerita ini lagi.

Vommentnya ditunggu. Haturnuhun
😘😘😘🍎🍎🍎

💔HappyReaddingGengs💔

Tepuk tangan bergemuruh di segala penjuru ruangan. Tender dimenangkan oleh Kaeno Group dan tentu saja hal itu tidak lepas dari presentasi yang dibawakan oleh pewaris tunggal perusahaan raksasa itu, Zulvikro G. Kaeno. Orang-orang dari Kaeno Group memamerkan senyum penuh kemenangn mereka. Tak terkecuali seorang laki-laki tua yang duduk di samping Vikro yang tak lain dan tak bukan adalah ayah dari laki-laki itu. Tapi raut puas dan penuh kebahagiaan itu tak sedikitpun ditunjukan oleh Vikro. Laki-laki itu hanya menunjukkan tampang lurus seperti belum memulai presentasi.

Satu persatu para pesaing Kaeno Group keluar dari ruangan dengan wajah kesal dan dongkol. Meski bukan yang pertama atau kedua, tetap saja kekahalan mereka membuat darah mendidih.

"Bagus-bagus, Papa sangat senang dan bangga padamu." Hendrik, ayahnya Vikro menepuk-nempuk bahu anak.laki-lakinya, lalu mencengkramnya penuh bangga. Tapi Vikro langsung menyingkirkan tangan keriput itu. Dia tidak sudi disentuh oleh laki-laki yang telah mencampakkan keluarganya demi bisnis dan perempuan muda.

Hendrik tertawa kecil melihat reaksi yang ditunjukkan anak satu-satunya itu. Dia sudah biasa diabaikan oleh anak kandungnya sendiri.

"Sudah kan? Saya langsung pulang." ujar Vikro bersiap untuk bangkit dari duduknya. Seorang gadis yang mengenakan kemeja ungu muda yang dipadukan dengan rok span hitam selutut turut bersiap. Kacamata kotak yang membingkai manik indahnya bertengger di hidung bangirnya, menambah kesan cerdas dan tegas.

"Tunggu-tunggu, Nak. Kita belum merayakan kemenangan ini." Hendrik segera mencegah langkah Vikro dengan menepuk-nepuk bahu lebar anaknya itu dan memberi isyarat mutlak untuk kembali duduk. Urusan belum selesai.

"Tidak perlu. Ini yang terakhir sesuai janji Anda." balas Vikro dingin.

Hendrik langsung terkekeh geli mendengar jawaban putra tunggalnya, lalu ikut berdiri. "Kamu benar-benar keras kepala sepertiku." Komentarnya. Pria tua itu lalu menghela nafas panjang. "Ya ini yang terakhir sebagai wakilku, mulai sekarang kamu persiapkan diri untuk pelantikan jadi CEO. Kelolalah bisnis keluarga kita, kamu satu-satunya anak papa."

"Jawabanku tetap sama. Tidak akan pernah!" Vikro berdesis sinis. Tatapan matanya begitu tajam seolah siap menghabisi ayah kandungnya sendiri. Seketika suasana tak enak yang sejak tadi menyelimuti mereka kini bertambah dengan suasana panas dan tegang pula.

Hendrik kembali terkekeh. "Kamu bisa mulai bersiap besok."

Vikro semakin tajam menatap Sang Ayah yang rambutnya sudah memutih semua itu. Namun yang ditatap hanya menggedikkan bahu.

"Berhenti main-main, segera tinggalkan usaha toko bunga dan ojek online yang tak jelas masa depannya itu. Ada perusahaan dan hotel besar yang sudah siap dijalankan olehmu." ujar Hendrik dengan serius.

"Jangan menghina usahaku!"  Intonasi Vikro naik satu oktaf. Nada bicaranya yang datar sekarang terdengar berapi-api. "Aku yang merintisnya sendiri dari nol dan Anda tidak punya hak untuk mencapnya tidak punya masa depan. Aku yang menjalankannya. Aku yang akan menentukan masa depannya."

Suasana semakin memanas dan tegang. Ardan, sekretaris sekaligus orang kepercayaan Hendrik yang umurnya sepuluh tahun lebih tua dari Vikro mulai siaga, takut hal-hal tak terduga seperti sebelum-sebelumnya terjadi.

"Hahhaaa... aku suka semangat mudamu. Tapi jangan naif dan bodoh. Dunia perbisnisan itu kejam. Kau tidak akan bertahan lama tanpa sokongan nama besar keluargamu."

EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang