4: Pagi Ini

3K 217 41
                                    

Alohaloooo... ii kambek lagi di cerita ini 😊😊😊. Di sini nanti nyeritain sesuatu yang bikin gak nyaman mungkin ya, tapi ii berusaha buat menggunakan kata-kata yang lebih sopan hihi tapi gak tahu juga sih menurut kalian. Kalau merasa masih kurang nyaman skip aja oke.

Jangan lupa tinggalin jejak ya gengs.

😈😈Happy Reading Gengs😈😈

"Jangan..." Gadis itu melenguh dalam tidurnya. Wajah yang tadinya terlihat damai itu berubah panik dengan dahi yang mengkerut, nampak seperti ketakutan.

Anna yang tadi tidur dengan posisi terlentang itu tiba-tiba menyamping lalu meringkuk. Dia mencengkram sprei kasurnya kuat-kuat, sementara nafasnya memburu satu sama lain. Keringat di wajah gadis itu pun mulai keluar dengan tidak terbendung.

"Jangan..." lirihnya.

Di dalam mimpinya Anna terpojok, meringkuk ketakutan seorang diri dengan keringat dan air mata yang membanjiri. Sementara lima orang laki-laki yang sepertinya seusia dengannya semakin mengikis jarak di antara mereka sambil tertawa cekikikan dan ada pula yang terbahak-bahak, terlihat sekali menikmati ketakutan dan kepanikan Anna.

"Pergi...!!!" Anna mencoba mengusir, tapi kata-katanya malah semakin membuat tawa itu menjadi-jadi.

"Tolooooong..." gadis itu berteriak.

"Pergi kalian semua!" Anna bersungut. Wajahnya memerah, sedang sorot matanya menajam, namun tubuhnya yang bergetar tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa gadis itu tengah ketakutan di ambang kemarahannya. Ya amarah dan takut berinergi menjadi satu, menciptakan kepanikan tersendiri.

Lima laki-laki dan Anna hanya seoarang diri. Ya, dia sendiri. Tidak ada yang menolongnya. Dia hanya sendiri, meringkuk dan ketakutan sendiri. Apa mungkin manusia di dunia itu telah musnah semua hingga hanya tersisa dia dan lima laki-laki brengsek itu saja? Atau mereka semua sudah tidak peduli lagi? Di mana teman-teman segengnya saat seperti ini? Di mana para pemujanya di saat seperti ini? Jika saja tahu akan seperti ini harusnya Anna memang mendengarkan kata-kata Aas. Tapi semuanya sudah terlambat.

"Hahahaaaaa..." tawa itu semakin menggema.

Sialan! Anna harus kabur. Tapi bagaimana caranya?

"Kyaaaaaaaa..." Gadis itu menjerit saat salah satu dari lima laki-laki yang mengganggunya itu meraih lengannya dan memaksanya keluar dari benteng perlindungannya sendiri yang tidak seberapa.

Gadis itu jelas meronta, mencoba melepaskan diri meski sia-sia. Lalu sebuah tamparan keras mendarat di pipinya hingga bukan hanya pipinya saja yang terasa sakit dan perih, tapi kepalanya pun menjadi pening karena membentur tembok.

Tawa kelima laki-laki itu kembali menggema, seakan mengolok-olok ketidak berdayaan Anna dan merasa begitu puas telah menyiksanya.

Lalu tanpa bisa Anna cegah lagi semua itu terjadi. Dia tidak bisa bergerak leluasa karena keempat laki-laki lainnya masing-masing memegangi tangan dan kakinya. Berontak pun percuma, tenaganya tidak sebanding. Sedang laki-laki satunya lagi yang Anna yakini adalah bos mereka melakukan sesuatu yang saat itu juga membuat hati Anna mencelos.

Anna tahu dia bukan gadis baik-baik, bukanlah gadis suci dan polos. Berciuman bukanlah hal yang tabu lagi untuk dia. Bahkan beberapa pacarnya pun sudah pernah merasakan setiap jengkal tubuhnya. Tapi kali ini, untuk pertama kalinya Anna benar-benar merasa seperti gadis murahan, rendahan, dan tak berharga sama sekali.

"Jangaaaaaaaaaan..." Gadis itu langsung terbangun dari tidurnya. Nafasnya memburu, seperti habis berlari berpuluh-puluh mil.

Mimpi buruk itu lagi. Mimpi yang akhir-akhir ini kembali menghantuinya hampir setiap malam, membuat Anna rasanya malas untuk tidur dan semakin memperparah insomnianya.

EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang