Di dalam kamar Jay duduk di atas kasur, matanya menatap foto pernikahan mereka berdua. Pandangannya datar dan tajam, terlihat seperti mempunyai banyak beban pikiran.
"Setidaknya aku tidak segila wanita itu yang memecahkan foto pernikahan kami," monolog Jay. Tangannya mengambil sebatang rokok dan menghisapnya.
"Aku tidak menginginkan semua ini, setelah ditinggalkan aku tidak mau punya hubungan lagi dengan perempuan manapun. Tapi kenapa kau masuk bahkan dengan anak itu?"
"Aku tidak menerimamu dan secepat mungkin aku akan menyingkirkanmu dari sini, dari rumah yang kau anggap neraka dunia." Jay mematikan rokoknya, ia berjalan ke arah kasur dan tertidur di sana.
"Kalian berdua mengacaukan hidup tenangku," gumam Jay sebelum masuk ke alam mimpi. Jay benar-benar menyalahkan Hae-seo atas apa yang terjadi, mata dan hatinya belum bisa terbuka untuk menerima perempuan itu.
Hari sudah mulai pagi dan Hae-seo baru selesai menyetrika baju Jay, pinggangnya begitu sakit karena kebanyakan duduk. Matanya mengantuk tapi dia yakin setelah ini pasti Jay tidak akan membiarkannya istirahat sebentar.
Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, Hae-seo melihat pintu kamar Jay yang tidak terbuka sedikitpun. Hae-seo takut jika Jay akan terlambat bangun, tapi apa tidak mengapa kalau Hae-seo masuk ke kamarnya untuk membangunkan suaminya itu?
"Aku akan mengantarkan pakaian ini sekaligus membangunkannya," gumam Hae-seo. Dengan tenaga yang tersisa, Hae-seo mengangkat keranjang pakaian tersebut dan naik ke atas.
Agak bahaya memang, tapi dia tetap melakukannya walaupun ada resiko besar yang akan dia hadapi. Hae-sep ingin mengetuk pintu tapi terlihat pintu Jay yang renggang.
Dengan mudah Hae-seo masuk ke dalam, matanya membola lebar melihat foto pernikahan mereka yang terpajang indah.
"Sekali lagi aku mengatakan bahwa aku membenci senyumku, benar-benar palsu dan munafik. Bagaimana bisa aku berakting sebagus ini."
Hae-seo merasa bangga dengan kelebihan yang dia punya, berpura-pura bahagia di depan semua orang. Padahal nyatanya, ia menyimpan beribu luka yang mungkin tidak sanggup dipikul oleh orang lain.
Matanya menyusuri kamar mewah Jay, banyak perabotan yang mungkin tidak terbeli Hae-seo. Jay benar, dia hanya sebuah beban yang menyusahkan hidup Jay, entah sampai kapan Hae-seo akan berada di sini.
"Kau benar Jay, aku hanya beban dan nanti aku akan ke piar dari rumah ini. Secara perlahan semuanya akan selesai dan kau akan merasakan hidupmu yang dulu, yang bebas tanpa ada hambatan di dalamnya," tutur Hae-seo.
"Kalau begitu, lakukan secepatnya! Jika anak ini sudah lahir maka kau harus langsung pergi dari sini, atau aku yang akan membunuhnya agar kau bisa bebas dari sini."
"ASTAGA!" Hae-seo terkejut dan tanpa sengaja dia menjatuhkan parfum Jay yang terletak di meja rias.
Suara pecahan begitu nyaring terdengar di kamar mewah tersebut, Hae-seo terkejut, matanya melotot dan tubuhnya bergetar. Parfum mahal Jay, ia sudah memecahkannya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
"WANITA RENDAHAN TIDAK TAHU DIRI!" maki Jay. Hae-seo ingin lari, tapi Jay menarik rambutnya dan membalik tubuhnya.
Rahangnya diremas kuat, Hae-seo matia-matian melawan takutnya saat melihat mata tajam Jay dan tangan besar Jay yang memegang kendali pada tubuhnya.
"SUDAH KUKATAKAN BAHWA TUBUHMU TIDAK BISA MEMBAYAR ITU SEMUA, TAPI KENAPA KAU MASIH MERUSAKNYA!" Hae-seo mengeluarkan air mata, saking takutnya menghadapi Jay yang begitu mengerikan.
"Aku a-aku-"
"Kau ingin apa ha? Meminta maaf, maafmu tidak cukup untuk mengganti parfumku itu SI*LAN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST A HOUSE! (END)
FanfictionSemuanya hancur, semuanya telah direnggut. Harga diri yang dijaga puluhan tahun lamanya sudah dirobek oleh pria yang tidak dikena. Masuk ke kehidupan Hae-seo sebagai suami, tapi sama sekali tidak menjalankn tugasnya dan kewajibannya sebagai suami. H...