"Tuan itu datang, tuan itu datang. Ayo ke luar!" Teriakan anak-anak malang itu memenuhi indr0la pendengaran Sunghoon dan Jay. Anak-anak malang yang hidupnya dipertaruhkan karena tanah mereka yabg sudah terjual.
Tubuh mereka kurus, kulit mereka kusam dan terlihat tidak teratur. Siapapun yang melihatnya pasti tahu jika anak-anak itu benar-benar terlantar.
Sunghoon tersenyum lebar, sedangkan Jay hanya berdecih dan menatap Sunghoon malas. "Urus anak-anak itu, aku tidak ingin tangan kotor mereka menyentuh pakaianku," hina Jay.
Jay berjalan cepat tapi anak-anak itu juga tak kalah cepat untuk mengerubuninya. Masing-masing dari tangan mereka membawa sebuah karton ataupun kertas yang berisi tulisan.
'Tolong jangan runtuhkan rumah kami.'
'Jika kau tidak bisa menolong kami setidaknya jangan menghancurkan kami.'
'Kami tahu kau orang kaya, bukankah orang kaya selalu berhati baik. Tolong jangan usir kami.'
'Jika hewan saja membutuhkan rumah bagaimana dengan kami yang manusia malang ini.'
'Tuan, aku mohon biarkan kami berlindung di tempat yang kecil ini. Kami tidak akan menganggu kerja pabrikmu, kami berjanji.'
Seperti itulah penampakan beberapa tulisan yang dibuat anak-anak itu. Dengan tanah lusuh mereka, mereka menyuarakan keadilan kepada orang kaya ini. Tulisan mereka terlihat acak-acakan tapi masih bisa dibaca.
"Pergi!" kata Jay dingin. Anak-anak itu menolak, kepala mereka menggeleng kuat dengan air mata yang keluar deras.
"Dengan kalian membuat ini, aku tidak akan mengubah rencanaku. Sekarang pergi kubilang!" Jay berteriak, anak-anak itu terkejut. Sunghoon ikut terkejut mendengar bentakan Jay, ia menghampiri mereka.
"Jay kau tidak perlu berteriak kepada mereka!" sentak Sunghoon. Jay mengepalkan tangannya, matanya menajam. "Mereka hanya ingin meminta belas kasihmu sedikit, kau tidak perlu melakukan ini," lanjut Sunghoon.
"Tuan, jangan runtuhkan rumah kami. Kami tidak punya rumah aku mohon." Seorang anak yang berkulit kuning langsat, rambut keriting dan kusam. Baju yang sudah kusam serta robek sedikit, memegang jari Sunghoon.
Sunghoon menatap anak itu dan tersenyum lembut. "Tenanglah," ujarnya lembut.
Jay terkekeh sinis, ia menelusuri anak itu dari atas ke bawah kemudian meludah. Jay benar-benar jijik melihat kehidupan anak-anak di sini, begitu lusuh dan terpuruk.
"Tuan, kau tidak kasihan dengan kami? Kami hanya punya satu tempat tinggal untuk beramai-ramai, kami jarang makan tapi setidaknya jangan menghilangkan tempat untuk kami berlindung, kumohon."
Anak yang berbicara tadi ingin memeluk kaki Jay, tapi Jay menahan tangan anak itu dan mendorongnya ke samping. Anak itu sampai terjatuh ke tanah yang becek, tanah itu juga menciprat ke celana Jay.
Jay marah besar, tangannya hampir ingin menampar anak tersebut jika tidak ditahan Sunghoon dengan cepat. "Kau berlebihan Jay, jangan memperumit masalah hanya karena kekuasaan yang kau punya. Permintaan mereka begitu kecil, jika rumah ini tidak dihancurkan kau juga tidak akan rugi besar!"
"Jangan hanya memikirkan uang, tapi pikirkan orang disekitarmu baj*ngan!" maki Sunghoon. Sunghoon benar-benar tidak habis pikir dengan sikap kasar Jay yang semakin lama semakin menjadi-jadi.
"Kau berani memakiku! Kau mau kupecat! Dasar b*doh! Jika rumah ini masih berdiri di sini aku tidak akan mendapatkan keuntungan!"
"TAPI KAU JUGA TIDAK MENDAPATKAN KERUGIAN YANG BANYAK JAY!" murka Sunghoon. Habis sudah kesabaran Sunghoon yang berbicara pelan, sepertinya berbicara dengan Jay memang harus memaki suara yang besar.
![](https://img.wattpad.com/cover/306717464-288-k102903.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST A HOUSE! (END)
FanfictionSemuanya hancur, semuanya telah direnggut. Harga diri yang dijaga puluhan tahun lamanya sudah dirobek oleh pria yang tidak dikena. Masuk ke kehidupan Hae-seo sebagai suami, tapi sama sekali tidak menjalankn tugasnya dan kewajibannya sebagai suami. H...