Kecangguangan dan ketakutan menyelimuti rumah Jay, tidak ada satupun yang mengajaknya bicara. Jake? Pria itu bahkan dari tadi tidak ke luar dari kamarnya. Jay menatap kepergian ibunya dengan tatapan sedih.
Lagi-lagi karena kesalahannya, hubungan keluarga itu mulai meretak. Jay pikir, setelah dimarahi orang tuanya habis-habisan mereka akan memaafkannya. Tapi ternyata tidak, Jay bahkan seperti tidak dianggap di sini.
Daejoon ikut pergi dan menyisakan Jay sendirian di ruang makan, rasa makanan itu menjadi hambar sama seperti suasana pagi itu. Nikmat makanan yang tersaji sungguh tidak berpengaruh sedikitpun.
Jay menahan tangis dan kekesalannya, akibat ulahnya semuanya menjadi berantakan. Terkadang Jay menyalahkan dirinya sendiri, tapi terkadang Jay merasa tidak terima jika ia disalahkan.
Air putih itu ia telan dengan perlahan, tak lupa dengan mata yang menatap tajam seorang pria yang seumuran dengannya. Siapa lagi kalau bukan Jake, pria yang sudah ia anggap sebagai musuh dan harus dimusnahkan dari rumah ini.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Jay. Nada bicaranya terdengar tidak bersahabat, tapi Jake sama sekali tidak peduli.
"Di mana letak matamu?" balas Jake tak kalah sinis. Ia bersandar di kulkas dan menatap Jay datar.
"Dasar tidak tahu diri!" cibir Jay.
"Kalimat yang bagus untuk dirimu sendiri Tuan." Jake terkekeh melihat reaksi Jay, begitu marah, sangat marah.
"Karena kau membawa istriku ke luar dia jadi hilang, seharusnya kau tahu apa yang sedang kau lakukan. Hae-seo masih berstatus sebagai istriku, tidak seharusnya kau membawa dia pergi tanpa seizinku!" murka Jay. Sepertinya sarapan mereka pagi ini akan diawali dengan keributan. Berdoa saja semoga Daejoon tidak menghantam mereka berdua.
"Kau masih menganggapnya sebagai istrimu? Kupikir ketika Hae-seo sakit kau tidak akan menganggapnya lagi, sama seperti saat Hae-seo masih sehat," kata Jake. Nada bicaranya memang tenang, begitu juga dengan reaksi tubuhnya. Tapi tidak hati dan kepalanya, keduanya terasa panas dan ingin meledak detik itu juga.
"Lagianpun, jika aku meminta izin apa kau akan mengizinkannya? Kau bahkan tidak tahu bagaimana perkembangan istrimu sekarang, tidak usah berlagak sok peduli Jay. Kepedulianmu saat ini tidak akan mengubah kejadian yang terjadi di masa lalu, harusnya kau malu dengan dirimu sendiri!"
Jake mengatakan itu dan berujar pergi dari sana, biarkan Jay panas sendiri. Jake suka melihat Jay emosi, rasanya menyenangkan melihat orang yang kita benci emosinya dipancing. Sungguh menyenangkan.
Di sela-sela perjalanannya menuju mobil, Jake tersenyum miring. Katakanlah dia pria yang jahat, tapi mau bagaimana lagi. Rasa peduli itu berubah menjadi rasa suka, Jake juga bingung dengan dirinya sendirinya. Ingin membuangnya, tapi rasa itu sudah terlalu besar.
"Maafkan aku Jay, tapi aku benar-benar mencintai istirmu," gumam Jake dan pergi dari sana. Hari ini Jake ingin ke rumah Sunghoon, ada yang ingin dia tanyakan. Tak lupa, Jake juga akan mencari Hae-seo sampai dapat.
"Dasar Jake sial*n! Akhhh!" Jay membanting gelas yang ada di tangannya. Kekesalan dan kebenciannya terhadap Jake mulai memuncak, baginya Jake semakin lama semakin berani untuk melangkah ke depan.
Jay bukan tidak sadar bahwa Jake mempunyai rasa kepada istrinya, smeuanya terbukti dari pancaran mata yang ada. Jay juga bukan pria bodoh, namun dia hanya akan diam tanpa melakukan apapun.
Tapi sepertinya tindakan itu salah, karena kelalaiannya membuat ia sebentar lagi akan terbuang ke jurang yang dalam.
***
Hae-seo bosan di rumah Daniel, ia melihat kunci tergeletak di meja dan mengambilnya dengan cepat. Kunci itu disembunyikan di balik tubuhnya seolah-olah ada yang ingin merampas benda tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST A HOUSE! (END)
FanfictionSemuanya hancur, semuanya telah direnggut. Harga diri yang dijaga puluhan tahun lamanya sudah dirobek oleh pria yang tidak dikena. Masuk ke kehidupan Hae-seo sebagai suami, tapi sama sekali tidak menjalankn tugasnya dan kewajibannya sebagai suami. H...