Bab 26

177 20 2
                                        

Jake duduk di depan minimarket dengan sekaleng minuman di tangannya. Matanya menatap jalanan yang dilewati banyak orang, maklum sekarang sudah sore dan banyak orang yang berlalu-lalang.

Biarpun mata Jake menatap jalanan, tapi pikirannya kacau. Hae-seo yang ia tidak ketahui entah pergi ke mana membuat dirinya ikut kacau.

Kepalanya seolah pecah di dalam tapi tetap bertahan di luar. Gelisah dan marah bercampur, gelisah karena kehilangan Hae-seo dan marah karena dendam dengan Jay.

"Aku merindukannya," gumam Jake. Dengan kesadaran penuh Jake mengucapkan itu semua. Dari semua kebiasaan Hae-seo, senyum wanita itu dan raut wajah pasrahnya Jake masih mengingat itu semua.

Ia ingin melihatnya kembali, sendirian tanpa ada penghalang. Jake ingin Hae-seo tanpa ada kata tembok pembatas di antara mereka. Persetan dengan status istri orang, Hae-seo hanya seorang istri di atas kertas tidak lebih.

"Apa aku berdosa?" Jake menatap langit dan berucap seperti itu, tapi kemudian ia menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aku tidak berdosa! Seharusnya aku disayangi oleh Tuhan karena sudah menyelamatkan wanita itu, Tuhan aku mohon restui hubungan kami," kata Jake serasa mengepalkan tangan di depan dada. Persis seperti berdoa saat ia di gereja.

"Usir suaminya dan biarkan aku yang menggantikan posisi itu, kumohon Tuhan. Persetan dengan status keperawanan dan istri orang, aku tidak peduli! Aku menginginkannya, sangat menginginkannya!"

Agak terkesan memaksa, tapi Jake tidak peduli akan hal itu, yang penting Hae-seo menjadi miliknya dan biarkan Jay terombang-ambing bak perahu di lautan.

"Dasar manusia tidak waras!" Jake membuka matanya, ia tahu ucapan itu pasti tertuju untuk dirinya. Jake menatap orang itu dan mendengkus, ternyata itu adalah Park Sunghoon.

"Apa urusanmu!" sentak Jake. Sunghoon menaikkan alisnya sebelah dan duduk di depan Jake. Belanjaan yang ia bawa diletakkan di atas meja dengan kasar.

"Kau sudah menemukan Hae-seo?" ujar Sunghoon langsung. Jake menggeleng, ia bahkan tidak tahu ingin mencari ke mana. Ia tidak mengetahui seluk beluk kehidupan wanita cantik itu.

"Begini ingin menjadi suami Hae-seo? Kau bahkan bisa disenggol Jay dengan mudah, usahamu bahkan tidak ada. Tapi niatmu begitu besar ingin memiliki wanita itu."

Jake agak tertohok mendengar itu, biarpun ia kesal tapi tak bisa dielakkan bahwa ucapan Sunghoon ada benarnya.

"Kau tidak mengetahui apapun!" geramnya.

"Benarkah? Tadi Jay datang ke rumahku dan minta tolong kepadaku untuk mencari Hae-seo. Aku menolongnya dan memberi tahu di mana sekarang Hae-seo berada, apa kau-"

"Katakan di mana Hae-seo sekarang!" Jake menghentak meja dan bangkit dari duduknya. Sunghoon yang melihat reaksi spontan itu terkekeh, persaingan yang benar-benar ketat.

"Hae-seo ada di rumah lamanya, kau bisa ke sana dan menemuinya. Tadi aku sudah memberitahu Jay tentang hal itu."

Tanpa mengucapkan terima kasih Jake beranjak dari duduknya. Itu sebuah info yang sangat penting, Sunghoon memperhatikan kepergian pria itu. Dia terkekeh pelan akan kecerobohan Jake, karena ia yakin pria itu pasti tidak tahu alamat rumah lama Hae-seo.

"Dasar naif!" cercanya dan berjalan menjauh dari minimarket itu. Sunghoon berasa menjadi wasit di antara pertandingan konyol ini.

"Akan kubuat kau merasa hancur Jay," gumamnya.

***

Mobil dengan kecepatan tinggi itu melaju membelah jalanan, masing-masing dari mereka menatap tajam melebihi pertandingan di balapan. Seolah memang takdir yang telah dirancang, Jake dan Jay ternyata bertemu di jalanan.

JUST A HOUSE! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang