Suara musik yang ada di ponsel Jisung membuat suasana agak menjadi lebih santai, Jisung fokus membersihkan ruangannya sampai tidak sadar bahwa Sunghoon datang bersama kucing kesayangannya.
"Hai Jisung," sapa Sunghoon. Jisung yang sedang membereskan mejanya mendongak, tisu untuk mengelap meja dibuang langsung ke tong sampah.
"Oh hai Sunghoon, sudah lama kau tidak datang ke mari. Apa ada yang terjadi dengan Molly?" Jisung menggeram gemas melihat Molly yang menguap.
"Lihatlah, dia seperti kebingungan," tutur Jisung. Sunghoon ikut tertawa mendengar itu, tangannya mengelus-elus Molly dan mencium pucuk kepalanya.
Molly merenggut kesal dan melompat dari pelukan Sunghoon, rasanya sungguh jijik ketika bibir Sunghoon bertemu dengan bulu indahnya.
"Kau tidak bekerja?" tanya Jisung.
"Tidak, aku mengambil cuti. Alasanku datang ke sini tidak ada, aku hanya bosan di rumah. Aku ke sini sekalian membawa molly untuk kau periksa kesehatannya," jelas Sunghoon.
Jisung hanya menganggukkan kepalanya, mata mereka menatap Molly yang bermain. Sesekali kepala Molly terkena ujung kaki meja dan Sunghoon akan mengusapnya lembut.
"Oh ya Sunghoon, tentang tanah yang kau tanyakan itu ... aku mendapat kabar ada yang ingin menjual tanahnya, tapi jaraknya agak jauh dari klinikku ini," ujar Jisung. Ia baru teringat akan tanah yang ditunggu-tunggu Sunghoon.
"Di mana?" Sunghoon menghadap Jisung penuh, pembicaraan ini sungguh pembicaraan yang serius juga menyenangkan baginya.
"Kau hanya perlu terus ke ujung, di sana ada tanah sekalian rumah yang ingin dijual. Mungkin kau hanya akan merubah isi dalamnya sedikit saja, halamannya luas dan cukup untuk anak-anak itu," katanya.
Sunghoon merasa penasaran dengan tanah yang disebut Jisung. Seluas apa sebenarnya tanah itu, dari kalimat yang diucapkan Jisung sepertinya tanah itu memang benar-benar luas.
"Apa harganya mahal? Kalau bisa jangan terlalu mahal, aku tidak punya uang untuk membelinya," kata Sunghoon datar.
"Kalau yang kutahu, kau bukan orang miskin," sarkas Jisung dan berlalu mengambil Molly. Sunghoon berdecak kesal, Jisung benar-nenar menyebalkan! Dia memang mempunyai uang, tapi uang itu juga untuk menunjang kehidupannya.
"Sunghoon, apa aku boleh bertanya sesuatu?" Alis Sunghoon terangkat sebelah, biasanya kalau Jisung ingin bertanya ia akan mengutarakannya langsung. Tapi ini, dia meminta ijin terlebih dahulu, apakah ini penting?
"Boleh, katakan saja."
"Kau tidak berniat untuk menikah?"
Senuah pertanyaan dan pernyataan yang dibenci Sunghoon adalah menikah, menurutnya menikah itu tidak ada gunanya. Walaupun sudah mengucapkan janji suci di depan Tuhan pasti tetap da yang akan mengingkarinya. Benar-benar suatu hal yang sangat memuakkan!
"Tidak," jawab Sunghoo singkat.
"Kenapa?" tanya Jisung. Sunghoon mati-matian menahan emosinya, sebenarnya dia bukan orang yang tempramen. Tapi mendengar kata pernikahan, Sunghoon benar-benar membencinya. Bayangan buruk saat ia ditinggalkan oleh istrinya akan kembali terulang dengan lengkap.
"Tidak ada gunanya menikah dan tidak ada gunanya mengenal perempuan. Mereka pasti tidak akan bisa menerima kekuranganku, " ujarnya dingin. Sunghoon tidak peduli dengan orang yang menganggapnya bodoh dan berpemikiran sempit, siapapun yabg ada di posisinya pasti akan merasakan itu semua.
"Kalau begitu menikah saja dengan laki-laki, tidak akan ada kata hinaan yang ke luar dari mulutnya," celetuk Jisung enteng. Sunghoon sendiri sampai tersedak mendengar ucapan temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST A HOUSE! (END)
FanfictionSemuanya hancur, semuanya telah direnggut. Harga diri yang dijaga puluhan tahun lamanya sudah dirobek oleh pria yang tidak dikena. Masuk ke kehidupan Hae-seo sebagai suami, tapi sama sekali tidak menjalankn tugasnya dan kewajibannya sebagai suami. H...