"Semua foto ini sangat bagus, aku tidak memungkinkan bahwa kau akan secantik ini dulu kecil," ucap Jake jujur.
Hae-seo melihat foto itu dan mengangguk, ia memang merasa bahwa dirinya saat kecil sangat cantik dan lucu secara bersamaan.
"Ibuku cantik ayahku tampan, aku ank tunggal dan aku mendapatkan semua visual mereka," jawabnya. Jake mengiyakan, memang semua itu kenyataan yang tidak bisa ia tolak.
"Siapa ini?" tanya Jake seraya menunjuk seorang bocah pria yang ada di foto itu.
"Itu kakak laki-lakiku, tapi dia sudah meninggal karena sakit," jawab Hae-seo setelah itu ia tertawa bebas. Tawa itu membuat Jake menatapnya, mulutnya terbuka lebar tapi mata tidak bisa berbohong.
Menurut Jake, mata adalah organ tubuh yang paling jujur dibanding yang lain. Mulut bisa berkata bohong tapi tidak dengan pancaran mata, di mata semua kejujuran yang disembunyikan bisa kita dapatkan melalui tatapan.
"Saat aku kecil aku merasa anak paling bahagia, orang tuaku lengkap dan semua fasilitasku dipenuhi. Kakak laki-lakiku sangat menyayangiku, saat kami bermain dia akan menjagaku dengan baik seolah-olah dia adalah ayahku. Tapi dia pergi meninggalkan aku dan kedua orang tuaku."
"Aku sedih saat itu, dia pergi dan aku merasa tidak ada pelindung lagi. Rumahku terasa sepi setelah itu, aku tidak lagi berteriak memanggil namanya dan tidak lagi menangis saat ia mengerjaiku. Terkadang aku hanya diam walau ada banyak mainan didepanku, aku tidak bisa memainkannya sendirian karena aku terbiasa berdua dengannya."
Jake mendengarkan cerita Hae-seo dengan fokus yang begitu dalam, ia tahu seperti apa Hae-seo ini. Begitu banyak beban yang dipikulnya sampai akhirnya pada puncak terakhir, Hae-seo memilih menyerah dan hidup dengan jiwa yang baru sekarang.
"Tak lama kemudian Daniel datang dan bermain denganku, sejak saat itu aku tidak merasa kesepian lagi, aku kembali merasa bahagia paling bahagia! Tapi ternyata tidak, tawaku kembali hilang saat aku tahu orang tuaku pergi menemui kakakku."
"Aku merasa marah karena ditinggalkan sendirian di dunia ini, aku ingin ikut tapi belum waktunya. Sampai saat ini aku masih di sini, menghadapi dunia sendirian tanpa keluarga. Tidak seperti orang lain," kata Hae-seo.
Jake terdiam, ia menjadi kamu untuk berbicara sepatah kalimat. Kenyataan yang dilontarkan Hae-seo agak membuat mental psikiater ini terguncang hebat. Semua yang dikatakannya membuat hati Jake sakitnya bukan main.
Jadi seperti ini rasanya saat orang yang kita cintai merasa kesakitan? Apakah akan terasa kontak batin ke diri kita?
Jake berdehem sebentar sambil memegang jantungnya, mulutnya kembali terbuka untuk berbicara. "Apa kau merasa lelah?"
Hae-seo tersenyum lebar, pandangannya mengarah ke foto lama itu. "Semua orang dewasa akan merasakan lelah dengan kehidupannya, tapi apakah kita pernah disuruh untuk menyerah? Tidak kan. Aku lelah tapi aku masih kuat, aku tidak perlu dikasihani karena aku paham bagaimana diriku," jawab Hae-seo.
"Kau tidak butuh sandaran untuk itu semua?" tanya Jake.
Hae-seo menatapnya, kepalanya ia miringkan tapi senyumnya tidak luntur sedikitpun. Rambutnya terurai ke bawah membuat Jake merasa tidak tahan, sangat gemas dan ingin memeluk perempuan ini.
"Kau ingin menjadi sandaranku? Mendengarkan semua keluhanku? Dokter Jake kau ingin membantuku?" Hati Jake berdesir hangat mendengar itu, apa ini sebuah pertanda bahwa Hae-seo akan menjadi miliknya. Kalau ia Jake akan berusaha lebih keras lagi, tidak peduli kalau ia merasa kelelahan yang penting Jake berhasil melakukan semuanya.
"Iya, aku selalu membantumu. Setiap saat dan setiap waktu, di manapun dan kapanpun aku pasti akan menemanimu."
Hae-seo langsung berkaca-kaca mendengar ucapan tulus dari Jake. Tak memikirkan apapun, ia langsung memeluk Jake dari samping dengan erat. Jake samapi terkejut tapi tak melewatkan kesempatan, ia membalas pelukan Hae-seo dan mencium pucuk kepala wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST A HOUSE! (END)
FanfictionSemuanya hancur, semuanya telah direnggut. Harga diri yang dijaga puluhan tahun lamanya sudah dirobek oleh pria yang tidak dikena. Masuk ke kehidupan Hae-seo sebagai suami, tapi sama sekali tidak menjalankn tugasnya dan kewajibannya sebagai suami. H...