Bab 4

325 45 0
                                    

Kursi yang di duduki Hae-seo ditendang ke depan sehingga kepalanya terbentur ke dinding. Hae-seo sontak terbangun, matanya mengerjap pelan dan melihat hari yang masih gelap.

"Bangun!" Suara dingin nan kaku itu menyita perhatian Hae-seo. Hae-seo membalikkan kepalanya dengan sakit yang kuat.

Kepalanya terasa dicucuk oleh ribuan jarum, Jay benar-benar tidak kasihan dengan dirinya! Harusnya Hae-seo membunuh pria ini saja.

Hae-seo teringat bahwa dia sedang terbayang dengan  asal-usul dia datang ke rumah ini. Tak lama kemudian Hae-seo tertidur dan kembali terbangun karena ulah suaminya ini.

"Aku besok ingin mengadakan rapat dengan kolega lain," kata Jay. Jay mengambil sekeranjang pakaiannya dan melemparkannya ke wajah Hae-seo.

"Setrika itu, aku tidak mau ada yang kusut sedikitpun!" perintah Jay. Hae-seo Jay tajam, ia bangkit dan menendang kursi tadi dengan kuat.

"Kau! Aku bukan pembantumu!" murka Hae-seo. Dadanya naik turun menahan emosi, yang benar saja tuan Park ini. Dia bahkan tidak tahu sekarang jam berapa, tapi pria ini menyuruhnya mengerjakan semua ini?

"Lalu? Apa kau lupa bahwa kita sudah menikah, semua peraturan di rumah ini aku yang memegang. Termasuk dalam pekerjaan rumah tangga, aku yang mengaturnya dan kau yang mengerjakannya!"

Hae-seo terkekeh pelan. "Apa uangmu sudah habis sehingga tidak bisa menyewa ART?"

"Jangan menyewa ART, tubuhmu bahkan bisa kubeli lebih dari uang yang kupunya. Contohnya sekarang, aku sudah membeli tubuhmu dengan uang yang banyak dan uang itu sekarang dilemparkan ke bibimu yang rakus itu, cih dasar tidak tahu malu!" caci Jay.

Hati Hae-seo berdesir marah, penghinaan yang diberikan oleh suaminya ini akan dia ingat sampai seumur hidupanya. Cacian, makian dan perlakuan kasar ini akan dia ingat sampai anaknya lahir nanti.

"Apa aku seperti pelacur di matamu?" lirih Hae-seo.

Jay menaikkan alisnya sebelah dan berbisik di telinga Hae-seo. "Kau bahkan lebih rendah daripada itu."

Hae-eeo geram, tangannya mencekik leher Jay kuat. Jay melotot dan menggemgam tangan Hae-seo, ia ingin melepaskan cekikan Hae-seo tapi susah.

Lagi dan lagi, darah ke luar dari sudut bibir Hae-seo. Ya benar, Jay kembali menamparnya dengan tenaga yang tidak main-main. Melupakan fakta yang ditamparnya adalah perempuan bukan laki-laki.

Kaki Jay juga ingin menginjak perut Hae-seo tapi tangan Hae-seo dengan menahannya, rasa sakit akibat cakaran anjing tadi dia hiraukan. Hae-seo benar-benar melindungi janinnya yang masih kecil.

"JANGAN ANAKKU JAY! KAU BISA MENYIKSAKU TAPI JANGAN ANAKKU! KUMOHON, BIARKAN DIA MELIHAT DUNIA!" raung Hae-seo. Air matanya mengalir deras saat melihat kilatan tajam di mata suaminya itu.

"KALAU KAU TIDAK INGIN ANAKMU MATI SETIDAKNYA JANGAN MENAIKKAN EMOSIKU HAE-SEO, BERSYUKUR KARENA KAU DAN ANAK HARAM INI SUDAH KEBERI IZIN TINGGAL DI RUMAHKU!" teriak Jay. Hae-seo menggeleng keras, tangannya sudah terasa sakit dan darah kembali ke luar dari bekas cakaran anjing tadi.

Tapi apapun yang terjadi, Jay tetap tidak mau melepaskan pijakannya. Kakinya satu lagi menginjak tangan Hae-seo dan satu lagi menendang kaki wanita itu.

"Akh!" ringis Hae-seo. Isakan tak dapat lagi tertahan, semuanya benar-benar ia keluarkan. Suara Hae-seo begitu ngilu, siapapun mendengarnya pasti ikut merasakan sakit yang sama.

"Tolong berhenti," mohon Hae-seo. Dengan rasa puas, Jay akhirnya berhenti.  Kepala Hae-seo kembali terhempas ke kayu, tapi baru saja dia ingin menutupkan mata Jay kembali menarik tangannya sehingga wanita itu terduduk kasar.

JUST A HOUSE! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang