Bab 21

216 32 2
                                        

Bukankah yang namanya usaha tidak pernah mengkhianati hasil? Semuanya pasti akan tercapai ketika usaha kita begitu besar. Ya begitu juga dengan Jake, setelah segala macam bujukan dan rayuan kepada Hae-seo akhirnya wanita itu mau diajak ke luar.

Memang awalnya Jake agak ragu, mengingat bagaimana hasil pertama yang tidak membuahkan hasil. Tapi Soyeol dan Jake mencoba kembali dan akhirnya mendapatkan hasil yang baik.

Di sinilah mereka sekarang, di sebuah taman yang dipenuhi banyak orang. Penampilan Hae-seo yang cantik membuat banyak orang memperhatikannya. Tapi saat ada Jake di sampingnya juga kereta bayi yang dibawa kemanapun membuat mereka mengeluh.

"Ternyata sudah punya suami," pikir mereka.

Jake dan Hae-seo bersenang-senang, begitu banyak makanan yang dibeli Jake untuk Hae-seo. Tak lupa banyak foto yang diambil Jake untuk kenangan di masa depan.

Senyum yang merekah di bibir Hae-seo membuat Jake ikut merasa senang. Akhirnya Hae-seo bisa ke luar dari ruangan terkutuk itu, bagi Jake itu memang ruangan itu adalah ruangan terkutuk yang merebut senyum Hae-seo.

Hanya ada kegelapan dan kesedihan yang terkurung di sana, sebisa mungkin Jake akan mengeluarkan itu semua dan mengusir mereka jauh-jauh.

"Ayo sayang kau harus makan, lihatlah pemandangan di luar sana bagus. Kita harus melihatnya bersamakan?" Salah satu pemandangan yang masih belum bisa diterima Jake adalah ini, rasanya Jake ingin meneteskan air mata melihat itu semua.

Anak itu adalah sebuah boneka yang masih dianggapnya sebagai bayi manusia. Bagaimana perasaannya kalau ada orang yang mengatakan kenyataan pahit itu.

"Dokter, dia tidak mau makan. Bagaimana ini? Nanti anakku sakit, sayang kau harus makan. Ayo makan!" seru Hae-seo. Ia kembali menyiapkan bubur bayi itu, namun bubur bayi itu hanya bisa berjatuhan karena boneka itu tidak punya bibir yang bisa dibuka.

Jake hanya diam saja tidak menyahut, ia membiarkan Hae-seo mendumel sendiri. Benar-benar seperti ibu yang kesal kepada anaknya. Tapi pahitnya, anak itu hanyalah sebuah boneka. Sebuah benda mati yang menemani hari-hari gelap Hae-seo.

"Ayo makan, kalau tidak ibu akan marah kepadamu!" tutur Hae-seo dan meletakkan mangkok bubur itu di sampingnya. Jake terkekeh, wajah marah itu begitu menggemaskan untuk dilihat. Ingin rasanya Jake melihat wajah itu setiap hari.

"Tidak, ibu tidak bisa marah kepadamu sayang. Sekarang bangun dan makan ya. Ibu tidak ingin perutmu sakit karena tidak makan," tutur Hae-seo lembut.

Jake tersenyum dan menatap suasana taman yang ramai. Banyak orang dewasa ataupun remaja datang ke mari, Jake menatap Hae-seo dan bersyukur karena Hae-seo tidak ketakutan di tempat ramai seperti ini.

Jake melihat ada penjual es krim dan es krimnya terlihat enak, di sana banyak anak-anak yang membeli dan Jake ingin gabung bersama mereka. Ya ... dengan kata lain Jake ingin membeli juga.

Dengan cepat, Jake langsung pergi tanpa pamitan dengan Hae-seo. Karena rasanya ini hanya sebentar dan tidak jauh, Jake tidak tahu bahwa hal itu bisa mendatangkan bencana besar.

Hae-seo tidak menyadari bahwa Jake sudah pergi. Ia begitu sibuk dengan anaknya sampai tidak memperhatikan sekitarnya. Tapi jantung Hae-seo berdetak kencang saat ada seorang pria yang mendekatinya.

Pria itu terlihat ingin menyapanya, padahal Hae-seo tidak kenal. Matanya juga melihat kereta bayi itu, hal itu membuat Hae-seo ketakutan.

"Anakmu?" tanyanya dan Hae-seopun mengangguk. Hae-seo mengernyit bingung dan saat melihat tanggapan pria itu. Terlihat seperti ingin mengejek, jujur Hae-seo semakin ketakutan.

JUST A HOUSE! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang