"HAE-SEO!" Hae-seo berjengit kaget begitu mendengar teriakan Jay. Hae-seo menelan ludahnya gugup, apa lagi kesalahannya sekarang?
Terdengar suara langkah kaki yang cepat membuat Hae-seo semakin ketakutan. Hae-seo berada di rumahnya sendiri, yaitu rumah belakang. Teriakan Jay memang sekuat itu sampai telinganya mendengar jelas.
Jay mendobrak pintu rumahnya kasar, Hae-seo yang sedang mencari lilin di dapur pun berjalan mundur. Jay sudah dekat itu berarti masalahnyapun semakin dekat.
"DI MANA KAU HAE-SEO!" teriak Jay. Nafas Hae-seo memburu, bayang-bayang bagaimana tangan Jay yang memukul tubuhnya berputar cepat.
Kepalanya pusing dan rasnaya ia tidak kuat berdiri, begitu ia ingin duduk saat itu juga Jay datang dan menarik tangannya.
Tubuhnya dihempaskan ke pintu lemari, tulang punggung Hae-seo terasa begitu sakit. Dia meringis tapi sepertinya Jay tidak begitu peduli dengan hal itu.
"Apa kau gila! Apa kau bod*h?"
"A-apa kesalahanku?" tanya Hae-seo gugup. Jay semakin menguatkan cengkeramannya, matanya yang begitu tajam semakin tajam dan nyali Hae-seo benar-benar menciut.
"Kau memasukkan penyedap ke makananku? Apa maksudmu!" sentak Jay.
"K-kenapa? Kau punya alergi?" Hae-seo benar-benar tidak tahu masalah kesehatan Jay. Alergi jay? Kehidupan Jay? Semuanya ia tidak tahu, mereka baru menikah bahkan tanpa ada perkenalan sedikitpun.
"S-seharusnya kau mengatakannya, aku akan menjauhkan penyedap rasa dari makananmu," tutur Hae-seo.
"DAN SEHARUSNYA KAU PUN BERTANYA!" Kepala Hae-seo digoyang dan dihempaskan ke lemari. Kepala Hae-seo betambah pusing, Jay menjatuhkan Hae-seo dan berdecih.
"Pakai pakaian ini, kau harus ikut denganku. Jangan buka mulut di sana tentang perlakuanku, jangan perlihatkan wajah lemahmu itu! Kau harus bersikap tegar dan tersenyum bahagia sampai kita pulang! Kau dengar!" perintah Jay.
Hae-seo mengangguk kaku, Hae-seo masih memegang kepalanya yang tidak bisa diajak kompromi. Jay pergi meninggalkannya, hati Hae-seo menangis tapi tidak dengan matanya.
Air matanya tidak ke luar sedikitpun, akankah air mata itu sudah mengering seiring tangisan Hae-seo yang setiap saat terdengar. Mungkinkah air matanya ikut membantu dirinya agar tidak terlihat lemah dihadapan orang lain?
'Tuhan, kumohon bantu aku untuk menghadapi ini semua. Biarkan aku bertahan sampai aku sanggup atau bahkan sampai pria itu terlihat tidak berdaya lagi,' batin Hae-seo.
Hae-seo mengambil paper bag yang dilemparkan Jay tadi, ia membuka isinya dan terlihat sebuah gaun hitam bercapur navy yang begitu indah, pernak-pernik kecil tak lupa menemani gaun tersebut sehingga terlibat berkilau.
"Cantik," gumam Hae-seo.
"Tapi pasti harganya mahal," lanjutnya. Hae-seo menatap gaun cantik itu dan memeluknya, jujur saja seumur hidup baru kali ini Hae-seo melihat gaun secantik itu.
"Hei kampungan, sampai kapan kau akan melihat pakaian itu? Cepat mandi dan berhias secantik mungkin, aku ingin membawa manusia yang bernyawa bukan mayat yang berjalan."
Jay tiba-tiba datang tentu saja dengan hinaan pedas dari mulutnya. Hae-seo tersenyum lembut, baiklah kali ini dia akan mengikuti keinginan suaminya ini. Hae-seo tahu kali ini ke mana dia akan dibawa, jadi Hae-seo akan bersolek seindah mungkin.
"Pergi mandi di kamar mandi yang tersedia di kamarku." Hae-seo terkejut, Jay mengijinkannya? Tiba-tiba? Hae-seo sudah ingin tersenyum tapi perkataan Jay selanjutnya membuat bibirnya bungkam.

KAMU SEDANG MEMBACA
JUST A HOUSE! (END)
FanfictionSemuanya hancur, semuanya telah direnggut. Harga diri yang dijaga puluhan tahun lamanya sudah dirobek oleh pria yang tidak dikena. Masuk ke kehidupan Hae-seo sebagai suami, tapi sama sekali tidak menjalankn tugasnya dan kewajibannya sebagai suami. H...