Setelah bel pulang Zeva melihat Arsen dan Olin yang sedang berada di parkiran sekolah. Terlihat jika mereka memang akan pergi bersama, sebenarnya Zeva ingin tahu apa saja yang mereka lakukan tapi kok dia merasa seperti mengganggu privasi orang. Akhirnya ia hanya melihat kepergian dua orang tersebut dengan perasaan dongkol.
Zeva menghembuskan nafasnya kasar, tidak mengerti dengan dirinya yang sekarang tengah berada di toko buku. Ya, dia mengikuti Arsen dengan menggunakan motor tentunya. Ah, dirinya masih tidak percaya bahwa sekarang ia menjadi seorang penguntit.
Zeva memasuki toko buku yang cukup terkenal di kota itu, ia melihat-lihat judul buku novel yang ada di rak tentu bersebrangan dengan Arsen sehingga lelaki itu tidak mengetahui bahwa disana ada kekasihnya.
Tujuan awal Zeva adalah menguntit, namun ia malah lupa dengan tujuannya. Sekarang ia tengah sibuk memilah judul buku yang akan dibeli, sudah lama sekali ia tak membeli buku untuk koleksinya dirumah.
"Ini bagus, transmigrasi juga kayaknya seru." Ujarnya pada diri sendiri.
"Eh ini kan karya Fiersa Besari, ambil ah."
"Ya ampun, udah berapa lama ya gue gak ke toko buku. Gila, makin banyak banget yang baru-baru. Gak mau pulang dah." Ia masih berujar dengan dirinya sendiri sampai pada buku yang mau di ambilnya ternyata di ambil duluan oleh orang lain.
"Kok ke toko buku gak bilang-bilang?" Ujar lelaki yang mengambil buku novel tersebut.
"Lah? Lo juga sama temen lo itu kan?" Jawab Zeva acuh.
"Kok tau?" Tanya Arsen heran, pasalnya ia tak memberitahu pada Zeva bahwa ia kesini dengan Olin.
"Tadi gue liat sekilas."
"Owh.. udah banyak tuh yang dipegang, masih mau liat-liat?" Tanya Arsen.
Zeva melihat ke arah pangkuannya. Benar, sudah ada sekitar tujuh buku yang ia pegang. Ah dia suka hilang akal jika berada di toko buku.
"Lo mending ke temen lo lagi deh, Sen. Entar dia nyariin lagi." Ujar Zeva.
"Bareng gue aja yuk?"
"Gila, kesini bareng siapa tapi pulang ngajak siapa."
"Biarin, lagian si Olin juga punya kaki."
"Sana ah, gue gak mau ada yang liat kita lagi berdua."
"Biarin kali, gak salah juga."
"Arsen.. plis?"
Arsen melihat Zeva dengan tajam, padahal ia hanya ingin pulang bareng dengan Zeva.
"Oke, hati-hati dijalan sayang." Ujar Arsen sambil mengelus kepala Zeva pelan lalu meninggalkan perempuan itu begitu saja.
"Dasar bunglon gila." Zeva segera pergi ke kasir untuk membayar buku-buku yang ia bawa.
Saat berjalan menuju kasir matanya tak sengaja menemukan satu judul buku yang terlihat menarik, ia menuju buku itu dan menimang akan membeli atau tidak.
Lama berpikir sampai dia sendiri bingung kok bisa-bisanya berdiri bengong ngelamun antara beli atau tidak. Beli sajalah, toh satu buku tak akan membangkrutkan orang tuanya. Satu ya Zeva, padahal gadis itu sudah membawa 8 buah buku.
"Mbak, ini ya." Ujar Zeva kepada kasir.
Dengan lancar Mbak kasir meng-scan buku-buku yang Zeva beli sampai pada akhirnya buku yang terakhir Zeva ambil Mbak kasir itu melihat Zeva.
Entah apa yang sedang dipikirkan Mbak kasir tentang Zeva. "Semuanya tujuh ratus tujuh puluh lima ribu ya." Ujar Mbak kasir.
Zeva mengambil dompet dan untungnya ada uang cash, kalau tidak ya malu lah masa tidak bayar. Kartu debitnya tertinggal dirumah lantas jika tidak ada uang ia akan dengan senang hati memberikan KTP dan membantu bekerja gitu? Big no! Zeva lebih baik tidak jadi beli dan mendapat cibiran daripada harus seperti itu. Biasa anak sultan gak mau cape ya neng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet || Kang Ketos Arsen (TAMAT)
Fiksi RemajaBackstreet itu untuk menutupi gengsi bukan membuat langgeng. _Zevannya Christianne_ Bilang aja sama-sama suka kenapa harus dipersulit? Nanti pas ketauan cemburu malah gengsii _Arsen Dionis Asterion_ Kok bisa ya ketos yang terkenal ramah dan baik ha...