5. The Agreement

2.1K 172 55
                                    

"Agara tuh sebenarnya paling gak suka nyusahin orang, kalau dia rasa mampu nge-handle sendiri dia gak bakal minta tolong orang-orang, gak peduli dia ngerasa lebih capek, yang penting dia gak bikin repot yang lain. Gue ngomong gini bukan karena dia sahabat gue ya, anggap aja gue manusia yang lagi memuji manusia lainnya, gue punya banyak teman, bahkan ada yang lebih lama dari gue temenan sama Agara, tapi ya gitu, gak ada yang sebaik dia. Agara tuh defenisi orang yang benar-benar baik banget yang pernah gue temuin."

"Setau gue dari beberapa rumor yang beredar, Agara emang gak deket gitu sama nyokap nya, apalagi kan nyokap nya ninggalin dia sama bokap nya gitu aja ke luar negeri pas bokap nya lagi sakit waktu itu. Banyak yang bilang, hubungan dia sama nyokapnya gak begitu baik, Agara gak pernah kelihatan bareng sama nyokapnya di depan publik, bahkan semenjak nyokapnya balik lagi ke Indonesia sekitar setahun yang lalu gak ada yang pernah lihat mereka bareng, nyokap nya gak pernah kelihatan nemenin Agara, dan Agara juga gak pernah sekalipun ngebagiin momen dia sama nyokap nya. Gue kira itu cuma rumor, sebelum tadi akhirnya gue denger sendiri dari mulut manager-nya. Kasian banget ya dia."

Perkataan dari Lula terakhir kali saat sedang di dalam perjalanan pulang terngiang dikepalanya. Tak terkecuali juga perkataan mendadak dari Caleb, laki-laki itu langsung tanpa basa-basi berbicara sewaktu mengantarkan mereka ke mobil. Bahkan, tatapan mata Agara terakhir kali sebelum ia meninggalkan ruangan itu masih terus terbayang oleh Gianna. Tatapan penuh rasa sakit dan putus asa, setidaknya itu yang Gianna rasakan saat menatap dalam pada kedua mata laki-laki itu.

Tok, tok.

"Gi, ini tante, boleh masuk gak?."

Mendengar pertanyaan yang diajukan untuknya, Gianna refleks mengangguk, walaupun orang yang ada dibalik pintu kamar tersebut tak melihat ekspresinya saat itu.

"Masuk aja tan, gak dikunci."

Ceklek. Pintu terbuka. Wanita yang dipanggil Tante itu memunculkan kepalanya dari balik pintu sebelum ia akhirnya masuk.

"Hai, lagi ngapain?." tanyanya, sembari berjalan mendekat lalu mengambil tempat disisi kasur, matanya menatap kearah Gianna yang duduk dikursi belajar dengan laptop yang layarnya masih menyala.

Gianna memutar kursi belajarnya kearah kasur tempat tantenya itu duduk. "Gak, itu tadi cuma lagi ngeberesin file-file aja. Biar rapi."

"Oh.., eh iya tadi kok kamu gak ikut makan malam?, habis dari luar bukannya nyusul ke meja makan malah langsung ke kamar."

"Gia udah makan tadi hehe."  jawabnya bohong, dirumah Agara tadi gadis itu belum sempat memasukkan apa-apa kedalam mulutnya sebelum perdebatan antara laki-laki itu dan manager-nya terjadi begitu saja.

"Oh gitu."

Gianna memicingkan matanya, melihat kearah wanita di depannya itu dengan tatapan curiga.

"Tante Arla kesini cuma mau nanyain itu doang?."

"Gak." wanita itu dengan cepat menggeleng, "Sebenarnya Tante tuh lagi bingung mau berbagi keluh kesah ini sama siapa."

"Hah, maksudnya? tante lagi ada masalah?."

"Bukan tante, tapi orang yang akhir-akhir ini nemanin tante, yang suaranya nyemangatin tante, dia lagi kena masalah, kasian banget tau Gi."

"Siapa?, kok tante gak pernah cerita kalau udah punya pacar?."

"Ih, bukan pacar." Arla menghela napas. "Itu loh, Agara. Kan dia yang nemenin tante sama lagu-lagunya yang bikin semangat. Kamu tau kan berita tentang dia yang lagi rame?."

Gianna menatap wanita didepannya itu dengan denguhan nafas pelan. Kepalanya ia sandarkan pada kursi, sembari matanya menatap langit-langit kamar. Kenapa nama itu lagi-lagi muncul disekitarnya. Hari ini seolah hidupnya dipenuhi dengan Agara. Ibarat kata, kemana pun ia pergi dan dimanapun ia berada, Agara selalu menghantui, dan diakui dirinya mulai merasa terbebani, terlebih mengingat ide gila yang beberapa jam lalu diajukan oleh laki-laki itu. Hubungan pura-pura.

Secret RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang