41. The Blunt Knife

2.2K 116 63
                                    

"Saya harap sikap kamu ke Mama ataupun ke Aquila gak berubah ya, terutama sama Aquila, dia deket banget sama kamu, kalau nanti seandainya dia ngehubungin atau pengen ketemu sekedar cuma buat cerita-cerita tolong kamu iyain ya, hubungan kita emang udah selesai, tapi saya gak mau memutus hubungan baik kamu sama orang-orang disekitar saya, yang udah nyaman deket sama kamu. Masalah nya antara saya sama kamu, yang harus membuat jarak juga saya sama kamu, bukan orang-orang disekitar kita."

"Makasih Gi, walaupun sebentar kamu sudah banyak memberikan perubahan besar dalam hidup saya. Terutama hubungan saya dan Mama, dan itu sangat berarti banget buat saya."

Perkataan Agara terakhir kali kembali membayangi pikirannya. Gianna menghela nafas pelan, sejak tadi ia berusaha mengontrol diri agar tidak menangis, tapi tidak bisa, air matanya terus jatuh. Jujur saja dirinya masih sulit untuk bisa percaya, jika ia dan Agara memang sudah benar-benar selesai.

Agara tidak memanggil kembali, laki-laki itu tidak menghentikan dirinya saat ia berbalik pergi dan keluar meninggalkan kamar hotel.

Agara benar-benar membiarkan dirinya pergi.

"Gi, udah dong nangisnya." suara Lula yang duduk di kursi kemudi kembali terdengar, saat ini mereka sedang berhenti menunggu lampu lintas beralih dari merah ke hijau. Sudah sejak sekitar lima belas menit yang lalu mereka meninggalkan hotel, dan sudah selama itu pula Gianna tidak henti-hentinya menangis.

"Dia beneran kecewa La sama gue." Gianna berbicara di sela-sela isakannya.

"Iya, gue tau lo sedih." Lula mengelus pelan lengan sahabatnya itu. "Tapi udah ya, lo dari kemarin nangis terus, mata lo bekas kemarin aja belum hilang bengkaknya, tadi sebelum ketemu dia juga lo nangis mulu, sekarang makin parah, gue kasian tau gak, jangan nyiksa diri lo sendiri kayak gini dong Gi."

"Gue sama dia beneran udah selesai La, kita beneran udah selesai, hiks." Gianna kembali menangis tersedu-sedu.

"Iya, iya."

"Dia udah gak mau ketemu gue."

"Gia...,"

"Gue sayang banget La sama dia, gue gak bisa bayangin kalau gue gak sama dia lagi, kita gak ketemu lagi, gue gak bisa bayangin kalau dia bakal bahagia sama orang lain, dan orang itu bukan gue, gue belum bisa percaya kalau gue sama Agara beneran udah gak ada hubungan lagi, sedih banget rasanya. Dia udah benci banget sama gue."

"Jangan ngomong gitu, dia gak mungkin sampe benci sama lo kok."

"Tapi dia udah gak mau liat gue lagi, La."

Lula menarik napas dan menghembuskannya sekaligus. Tangannya memutar stir, membawa mobil miliknya untuk menepi, menghindari keadaan lalu lintas yang cukup ramai.

"Kenapa berhenti disini?" Gianna menyeka tangisnya. Matanya melihat kearah luar jendela.

"Biar lo bisa cerita, dan gue bisa fokus denger." jawab Lula. "Gimana sih sebenarnya? lo gak sempat jawab pertanyaan gue sebelum gue dapat telpon dari Ale tadi, lo masih sayang sama Agara, lo gak mau selesai, katanya lo udah gak punya perasaan apa-apa sama Edgar, terus sekarang masalahnya apa? kenapa Agara minta kalian udahan, lo gak ngomong yang sebenarnya ke dia?"

Gianna menggeleng pelan.

"Kenapa?"

Perempuan yang ditanya tidak menjawab.

"Gi, apa yang sebenarnya lagi terjadi sama lo?" Lula mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres, matanya menyipit curiga. "Lo ngelakuin semua ini karena disuruh ya? ada yang lagi nekan lo supaya ngelakuin ini? siapa? jawab siapa orangnya?"

Gianna tertegun.

"Gia!" Lula memegang lengan Gianna, "Jangan tutupin apa-apa lagi dari gue ataupun Nania."

Secret RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang