Gianna merasa seakan dibawa melayang saat tangannya ditarik pelan oleh Agara meninggalkan ruangan yang ramai. Kepalanya sedikit terasa pusing, dan tubuhnya seperti akan jatuh begitu saja, namun genggaman Agara ditangannya sedikit membantu tubuhnya tetap stabil, walaupun langkahnya sedikit terseok-seok mengikuti langkah kaki laki-laki itu.
Angin malam langsung menyentuh bagian atas tubuh miliknya yang kebetulan mengenakan croptop merah muda tanpa lengan, keduanya sekarang sedang berada di bagian teras cafe yang langsung menyuguhkan pemandangan ramainya jalan malam Jakarta dibawah sana, gedung-gedung yang menjulang tinggi dengan kerlap-kerlipnya lampu-lampu yang semakin menambah keindahan suasana malam ini.
Gianna mengerjap beberapa kali, penglihatannya memang sudah sedikit kabur, namun ia masih dapat melihat suasana disekitarnya.
"Saya mau ngomong sesuatu." Agara bersuara.
Laki-laki itu menarik napas pelan, sebelum menoleh kepada perempuan yang berdiri di samping kanannya.
"Mungkin kamu bakalan kaget dan bisa saja gak akan percaya, ini memang terlalu cepat, tapi saya beneran ngerasain ini, saya mau bilang kalau—"
"Kamu tau taman secantik ini darimana?"
"Hah?" Agara melihat kearah Gianna yang baru saja memotong perkataannya, kening pemuda itu mengkerut bingung.
Gianna sedang menatap lurus-lurus kedepan, tatapannya seperti takjub dan terkesima. Bibirnya juga nampak tersenyum sumringah.
"Cahaya dari peri nya cantik banget..."
Agara semakin dibuat bingung. "Peri?"
Perempuan yang ditanya itu tak mengubris, kakinya melangkah, mendekati lampu hias kecil yang terjuntai megelilingi tepian pagar balkon. Tangannya bergerak, mengelus lampu-lampu itu seakan benda itu adalah benda hidup. Menyadari jika ada yang tidak beres dengan Gianna, Agara akhirnya ikut mendekat, berdiri disebelah perempuan itu dan mengamati apa yang sedang dilakukannya.
"Gi, kamu ngapain?"
"Ada peri yang terjebak, Ga. Mereka semua, peri-peri yang terjebak, lihat deh kaki mereka nyangkut disini."
Agara sempat dibuat menganga selama beberapa detik sebelum akhirnya tersadar jika perempuan disampingnya ini sedang dalam kondisi setengah sadar alias—mabuk?
"Kasian banget mereka, ayo kita tolongin."
"Gi...astaga, kamu minum berapa gelas tadi?" ujar Agara, nampak khawatir. "Ini lampu Gi, bukan peri."
"Hwaaa awas ada buaya!"
Agara hampir saja dibuat terjerambab saat Gianna tiba-tiba meloncat kearahnya, perempuan itu bersembunyi dibalik punggungnya, menatap kearah dinding balkon didepan mereka.
"Ada buaya Gaaaa" ujarnya lagi, sekarang jarinya menunjuk kedepan.
Agara ikut menoleh, mengikuti tatapan mata perempuan itu. Dan sedetik setelahnya, tawanya langsung terdengar. Ia memang khawatir dengan kondisi Gianna, tapi dirinya tidak bisa begitu saja mengabaikan tingkah lucu dari perempuan itu yang bisa dibilang cukup membuatnya merasa terhibur.
"Itu cicak, Gianna." Agara berbicara disela tawanya. "Makanannya nyamuk bukan kamu."
"Buaya Ga, itu buaya...ayo pergi, pergi Ga." Gianna terlihat panik, sembari tangannya terus menarik jaket denim yang digunakan oleh Agara.
"Gia, hei..." Agara berbicara pelan, tangannya bergerak menangkup kedua sisi kepala perempuan itu. "Kamu ini lagi tipsy, kita pulang aja ya?"
Bukannya malah menurut, wajah Gianna tiba-tiba malah menjadi sendu. "Gak mau pulang, aku gak mau pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Relationship
RomanceGianna Edrea Nolan, seorang gadis yang bisa dibilang biasa-biasa saja, tidak terlalu tertarik mengikuti trend, tidak peduli dengan berita dunia maya atau sejenis nya walaupun ia adalah putri tunggal dari pemilik salah satu stasiun televisi terbesar...