30. The Connected Rope

1.4K 137 59
                                    

"Lo masih mau terus-terusan diemin gue?"

Wanita berumur tiga puluh tahun itu mempercepat langkahnya, berusaha menyamakan posisi jalannya dengan laki-laki yang mengambil langkah besar-besar meninggalkan area belakang panggung, nampak sekali jika berusaha menghindar.

"Ga, udah dua minggu loh ini."

"Ga..."

"Agara Dewanu Rigel."

Tamita berhasil menarik lengan pemuda itu agar berhenti. Agara berdecak, mengalihkan pandangannya kearah lain, yang jelas tidak kearah manajer yang sukses membuat ia merasa kesal selama dua minggu ini karena sudah berhasil mengagalkan rencananya.

"Lo nih kenapa sih?" Tamita bersuara. "Gue kan udah minta maaf, lagian gue ngelakuin itu kan demi kebaikan lo juga."

Agara menatap Tamita tidak percaya sebelum mulai mengomel, "Gue tau mana yang terbaik buat gue mbak, apa yang gue rasain, apa yang gue mau, cuma gue yang tau, gue gak perlu pengertian sepihak dari orang lain. Lagian, apa susahnya sih tinggal kasih izin gue buat pulang? kenapa harus pake segala ngadu sama Gianna dulu?"

"Kita kan udah bahas itu kemarin, Ga." Tamita tak mau kalah. "Ini kan cuma masalah sepele, harusnya lo gak sampe marah ke gue berlarut-larut kayak gini lah."

"Ini bukan masalah sepele buat gue." Agara kembali berjalan, meninggalkan Tamita dengan kening mengkerut.

"Gue gak ngerti deh, lo bilang alasan lo pengen pulang ke Jakarta sebelum ke Palu kemarin karena mau ngomong sama Gianna." Tamita bergegas mengikuti. "Tapi kan kemarin lo juga udah dapat kabar dari Gianna nya langsung, udah ditelpon juga kan sama dia, terus apa lagi sekarang yang bikin lo risau? kenapa lo tetap uring-uringan begini? ditambah sekarang, malah diemin gue."

Tanpa menghentikan langkahnya, Agara menjawab, "Lo gak ngerti mbak, sikap dia ke gue tuh jadi beda."

"Beda gimana maksud lo?"

Agara langsung menghentikan langkahnya, menghela napas pelan. "Masalah gue sama dia tuh belum selesai mbak, dan hal itu gak bisa dibicarain lewat telpon, makanya gue harus pulang waktu itu, gue mau ngomong langsung sama dia."

"Masalah? kalian punya masalah?" tanya Tamita bingung. "Gue kemarin juga sempat nanyain Gianna kok, dia bilang kalian gak ada masalah apa-apa."

Agara mendesah, lelah. "Dia gak akan mungkin mau cerita."

"Yaudah kalau gitu lo lah yang cerita."

Pemuda itu terdiam. Sekilas mengingat kembali obrolannya di telpon bersama Gianna dua minggu yang lalu. Kata-kata Gianna yang memintanya untuk tidak pulang ke Jakarta sebelum tour selesai, terngiang dikepalanya, ditambah dengan bagaimana kalimat balasan yang Gianna ucapkan sebelum menutup telpon dengan terburu-buru.

"Sorry Ga, aku lagi gak ada waktu buat bahas itu, nanti aja setelah kamu selesai tour dan pulang ke Jakarta. Ingat, jangan pulang sebelum tour nya selesai. Sudah ya? aku matiin telponnya, aku lagi buru-buru nih."

Dan panggilan itu diakhiri.

Agara mendengus, mengingat kembali seketika membuat dadanya berdesir. Ia juga masih ingat bagaimana dirinya hanya bisa terpaku sembari melihat kearah ponsel dalam diam ditengah suara ramainya penonton konser pada malam itu, pasalnya ia mendapat kan info dari Tamita jika Gianna menelpon tepat saat dirinya kebelakang panggung untuk break sebelum mulai membawa lagu keempat.

Bisa dibayangkan bagaimana merasa kesalnya ia karena harus tetap fokus bekerja sementara pikirannya sudah kemana-mana.

"Ga, malah bengong."

Agara mendengar Tamita bersuara, tapi ia tidak memedulikan itu dan buru-buru untuk menjawab. Yang ada dipikirannya saat ini kembali pada; Gianna. Gianna dan Gianna.

Secret RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang