Selama beberapa menit Agara diam didepan bangunan dengan pintu yang masih tertutup. Kedua matanya menatap gelang yang sudah ia pakai di pergelangan tangan, gelang yang jatuh dari genggaman Gianna tanpa perempuan itu sadari. Agara menghela napas pelan, siapa sangka karena kejadian tanpa diduga yang terjadi antara dirinya dan Gianna tadi malam ternyata berhasil menimbulkan kegusaran dihatinya.
Sorot mata terakhir yang Agara lihat dari Gianna masih selalu terbayang di pikiran, bagaimana melihat perempuan itu memilih untuk menghindar saat ia berusaha mendekat semakin menambah perasaan bersalah yang Agara rasakan. Agara benar-benar dibuat terjaga sepanjang malam karena memikirkan itu.
Agara takut jika Gianna marah.
Agara takut jika tindakannya itu membuat Gianna justru malah membencinya, dan— yang paling ia takuti adalah kalau perempuan itu memilih untuk menjauh.
Agara tidak tau hubungan seperti apa yang sedang mereka jalani sekarang, untuk dirinya— ia jelas sudah tau bahwa ia menginginkan Gianna, bahkan perasaan itu seperti bertambah setiap harinya. Tapi Gianna, walaupun beberapa kali menunjukkan sikap tidak suka saat melihat dirinya bersama perempuan lain, namun hal itu tidak bisa Agara jadikan alasan untuk menyimpulkan bahwa Gianna sudah menerimanya dengan sepenuh hati.
Masalahnya, Agara belum mendengar penuturan secara langsung dari perempuan itu.
Dan semalam— dengan kodisi keduanya yang masih berdiri di awang-awang. Ia malah nekat mencium Gianna, keputusan yang penyesalannya baru Agara rasakan setelahnya.
Tidak, ia bukan menyesal karena sudah menyentuh bibir lembut perempuan itu. Sama sekali tidak.
Yang Agara sesal kan adalah dirinya melakukan itu diwaktu yang salah.
Maka, setelah berkutat dengan kekalutan sepanjang malam, dan Agara juga tidak ingin kegundahan hatinya ini extra-larut, dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan Agara akhirnya memutuskan untuk mendatangi kamar Gianna pagi ini, berniat untuk mengajak perempuan itu bicara agar tidak adanya kesalah pahaman yang ditakutkan akan merubah hubungan baik yang sudah hampir terjalin diantara keduanya.
Mereka berdua harus bicara.
Tangan Agara sudah terulur, berniat untuk mengetuk pintu didepannya saat tiba-tiba langkah kaki yang mendekat membuat laki-laki itu menoleh kebelakang, kehadiran Tamita yang baru saja datang mengalihkan perhatian.
"Loh, Ga?" Tamita menatap Agara dengan bingung. "Ngapain?"
"Mbak, ini gue mau—" Agara spontan menghentikan kalimatnya saat menyadari begitu terlihat rapi penampilan manajernya itu. "Lo dari mana mbak?" tanyanya kemudian.
"Hah? oh ini, tadi habis keluar."
Agara mengangkat tangan kirinya, melihat jam yang melingkar disana. "Jam delapan, emangnya udah ada mall yang buka jam segini?
"Gue— gue habis dari airport." jawab Tamita pelan, terlihat ragu-ragu mengatakannya.
"Ngapain ke airport?" tanya Agara. "Oh iya, Gianna mana? masih didalam?"
Tamita menggit bibir dalamnya sebelum kembali bersuara. "Gianna udah flight ke Jakarta sekitar jam tujuh tadi Ga, ini gue baru pulang dari nganterin dia."
Agara menatap wanita dihadapannya dengan pupil mata membesar. Sangat terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar, Gianna pulang ke Jakarta pagi ini secara mendadak tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
Terlambat sudah.
Apa sebegitu marahnya Gianna karena kejadian semalam sampai-sampai memilih untuk meninggalkannya dengan cara seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Relationship
RomanceGianna Edrea Nolan, seorang gadis yang bisa dibilang biasa-biasa saja, tidak terlalu tertarik mengikuti trend, tidak peduli dengan berita dunia maya atau sejenis nya walaupun ia adalah putri tunggal dari pemilik salah satu stasiun televisi terbesar...