34. What a Surprise

1.5K 114 107
                                    

Perempuan dengan blazer hitam di tubuhnya itu turun sesaat setelah memarkirkan mobil miliknya di halaman depan rumah bergaya minimalis yang untuk pertama kalinya ia masuki setelah merasakan hanya bisa berdiri bingung didepan gerbang yang tergembok rapat saat kurang lebih dua tahun yang lalu.

Dela masih ingat jelas bagaimana Gianna— sepupunya menangis dan berteriak memanggil nama laki-laki yang tidak kunjung keluar dari rumah untuk menemuinya. Ingatan saat Gianna terperosok lemah didepan pagar itu masih melekat didalam kepalanya. Dan— untuk pertama kalinya selama dirinya hidup ia melihat saudara sepupunya itu berada di titik terendah. Coba pikirkan saja, hubungan yang nampak bahagia, dijalani tanpa ada perselisihan sama sekali, kedua orang yang mengaku dan selalu memberi cinta setiap harinya, tiba-tiba dalam sekejap musnah. Hubungan selesai tanpa kejelasan, terlebih orang yang kamu anggap mencintaimu, menyayangimu—tega meninggalkan kamu begitu saja, bahkan— tanpa memberi satu patah kata apapun hanya untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal.

Gianna ditinggal begitu saja disaat ia benar-benar menganggap Edgar adalah pusat kehidupannya.

Jika sudah begitu, perempuan mana yang tidak akan merasa hancur dan kecewa?

Dela menghela napas pelan, bersamaan dengan upaya melupakan ingatan tentang kejadian dua tahun lalu di kepalanya. Kakinya melangkah lebar— tidak sabar, satu persatu menginjak tangga yang terhubung ke teras setapak didepan pintu utama. Tangannya bergerak, menekan bel yang ada di samping pintu.

Perempuan itu baru saja akan menekan bel sekali lagi saat mendengar suara pintu terbuka, dan tak lama kemudian seorang wanita dengan tubuh semampai, potongan rambut sebahu yang diikat kebelakang muncul didepannya. Cukup tekejut, namun Dela masih bisa bersikap santai.

"Dela?" tanyanya lebih dulu.

"Ya— Dela." Dela mengulurkan tangan, berniat untuk memperkenalkan diri secara resmi saat tiba-tiba perempuan didepannya itu sudah menghambur, memeluknya.

"Glad to see you, Dela! aku kira kamu gak akan dateng, karena pesan terakhir aku semalam gak kamu bales." ujar Celia sebelum kemudian melepaskan pelukannya. "Tapi aku yakin kamu pasti akan keep your promises, dan sekarang kamu beneran dateng."

"Kamu ini—"

"Astaga, sampe lupa kenalan, iya, it's me... Celia, yang beberapa hari ini kontekan sama kamu." ujar Celia lagi, masih dengan senyum ramah diwajahnya, nampak semangat. "Eh, ayo-ayo, masuk."

Dela melangkahkan kakinya untuk melewati pintu yang sudah dibuka lebar-lebar. Ruang tamu luas langsung menyambutnya, suasananya sama sekali tidak menunjukkan bahwa rumah ini sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun. Di dalam hati Dela mendengus pelan, tiba-tiba merasa jengkel karena membayangkan bagaimana Gianna waktu itu menganggap bahwa Edgar sudah benar-benar pergi, dengan rumah yang sudah kosong, semua kenangan yang lenyap. Tapi, ternyata faktanya rumah ini isinya masih lengkap, tidak ada yang berubah, tidak ada yang kosong. Rumah itu seperti rumah yang ditinggal penghuninya untuk menghabiskan waktu berlibur, yang dimana si majikan masih bisa menghubungi orang untuk memperhatikan dan mengurus rumah ini. Tapi, kenapa tidak ada yang berniat menghubungi saudaranya sama sekali. Seolah keberadaan Gianna tidak penting, seolah meninggalkan Gianna tanpa penjelasan adalah hal yang biasa. Dan sekarang penghuni rumah ini kembali dengan nyaman seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya, sementara hidup Gianna—saudaranya waktu itu hampir dibuat berantakan.

Setidaknya, Edgar seharusnya masih memiliki sisa malu untuk kembali lagi dan bahkan meminta untuk bertemu dengan perempuan yang sudah ia buang begitu saja tanpa menjelaskan apa-apa.

"Del, kamu duduk dulu ya. Aku buatin minum dulu, kamu mau apa?"

Mau nampar Edgar sampe tangan gue kebas. Dela mendengar suara itu didalam kepalanya, namun karena masih sangat menganut ajaran kesopanan keluarganya, mulutnya tidak akan mengeluarkan kalimat seperti itu.

Secret RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang