Tito membenamkan wajahnya di ceruk leher Ino. Tangan Tito bahkan mulai bergerilya di balik kaos—yang Ino kenakan. Tito elus permukaan perut Ino—yang terbentuk sempurna dengan fourpack. Badan Ino memanas karna sentuhan-sentuhan dari Tito. Nafas Ino juga mulai memburu saat lidah Tito menjilat kupingnya. “Ino? Ini ada kue kesukaan kamu, nak? Tadi dikasih sama rekan kerja papa,“ seru Leo. Oh, rupanya Leo baru pulang kerja. Ino pun langsung bangkit. Ia jadi salah tingkah, dan langsung keluar begitu saja. Tito terkekeh melihat tingkah menggemaskan Ino.
Chen biasa tidur larut malam. Karna hal ini lah ia selalu saja diomeli oleh Hendro. Chen? Hm, tentu saja dia akan tutup telinga. Masa bodoh Hendro mengomel atau apapun—yang penting Chen bisa menonton TV sampai larut malam sambil bermain hp. “Chen? Udah malem, waktunya tidur, Chen~“ tegur Hendro untuk ke sekian kalinya. “Om tidur duluan aja, aku mau tidur di sini,“ sahut Chen sambil memberi like di instagram. Chen juga melihat-lihat olshop—yang menjual pakaian ala-ala oppa korea. Beberapa olshop pun berhasil ia hubungi. Tinggal transfer deh, batin Chen.
“Om, kasih tau M-BANKING om dong,“ ucap Chen. “Buat apaan, Chen?“ tanya Hendro. Chen pun menoleh. “Shopping,“ sahut Chen sambil membalas pesan di lima olshop sekaligus satu per satu. “Ke mall aja langsung,“ ucap Hendro. “Online shop,“ tugas Chen. Hendro geleng-geleng kepala. Lalu, ia pun memberikan hp nya serta kata sandi transaksi di M-BANKING. Kalian mau tau? Chen beli apa saja? Dua outer batik, satu kaos hitam, dua hoodie coklat susu dan hitam, dengan total 1jt 150rb. “Celana, tas, topi, masih belom ini,“ gumam Chen masih mencari-cari di store instagram.
Hendro tidak bisa membiarkan Chen tidur sendiri di depan TV. Ia pun mengambil bantal dan selimut dari dalam kamar. “Udah ditransfer semua?“ tanya Hendro saat ia menerima hp nya kembali. “Hm,“ sahut Chen. Hendro memeriksa hpnya sebentar. Barangkali ada email masuk—atau hal penting apapun—yang berkaitan dengan pekerjaan. “Besok jam tujuh kita udah otw ke kantor, Chen. Kalo rapatnya udah selese, kita langsung pulang,“ ucap Hendro. “Terserah,“ sahut Chen malas.
“Om, tangan om yang kanan buka dong, aku mau rebahan,“ ucap Chen. Chen pun rebahan dengan posisi menjejakkan kepalanya di ketiak Hendro. Kalian tau? Ini adalah kebiasaan ajaib Chen sedari kecil. Dia suka sekali tidur dan menghimpitkan badan serta menjejakkan kepala di ketiak. “Kebiasaan kamu, Chen Chen. Dari kecil sukanya tidur di ketek om hahahaha,“ ucap Hendro tertawa. “Diem,“ ucap Chen sebal. Hendro memiringkan badannya dan menaruh satu tangannya di atas pinggul Chen. Ia melihat Chen masih asyik berkelana di sosial media instagram. “Cari apaan sih, Chen? Udah malem. Tuh, coba liat, udah jam berapa coba? Udah mau jam 12,“ ucap Hendro.
“Bentar lagi,“ gumam Chen. Jujur kedua mata Chen juga sudah agak sepat. Beberapa saat kemudian, hp Chen pun terjatuh dari tangannya, lantaran Chen mulai terlelap. Hendro ambil hp Chen, lalu ia letakkan di atas meja. Hendro kecup pucuk kepala Chen sambil mengusapnya pelan, hingga ia pun juga ikutan terlelap. Hendro merasa sangat bahagia. Ia telah mampu memiliki Chen sepenuhnya. Benar. Terkadang kita cuma perlu berjalan mengikuti arus. Tidak perlu banyak strategi untuk sampai ke pelabuhan.
Pagi-pagi sekali Hendro beberes sambil menunggu Chen selesai mandi. “Om, tolong daleman aku dong?“ seru Chen dari dalam kamar mandi. Hendro pun memberikan dalaman berwarna hitam kepada Chen. Tunggu sebentar sampai Chen selesai mengenakan dalaman. Barulah Hendro masuk ke dalam; membantu Chen keluar dan mengenakan pakaian. Hendro membopong tubuh Chen ke sofa. Chen pun duduk di sana. “Kamu mau make baju apa?“ tanya Hendro. “Hm, kaos putih polos, kemeja over size soft blue, celana item yang bagian kakinya ada karetnya, sama sepatu putih,“ sahut Chen.
Setelah Chen selesai berpakaian. Kini giliran Hendro bersiap-siap. Hari ini Hendro mengenakan stelan jas dark blue. Mulai dari kemeja, celana, dasi, rompi, dan jas. Serta menata rambut gaya short neat dengan pomade. Tidak lupa ia semprotkan parfum di leher serta lengan. Chen memandangi Hendro hampir tidak berkedip sama sekali. Hm, kalo dipikir-pikir mirip tokoh CEO ato mafia di novel-novel deh, batin Chen. Hendro pun memutar badan. “Kenapa? Jelek, ya?“ tanya Hendro, saat ia melihat Chen menatapnya lurus. “Ganteng kok!“ sahut Chen tanpa memfilter apa yang ia ucapkan. Duh, kok gue bisa-bisanya bilang Om Hendro ganteng, sih?, batin Chen.
