Di chapter satu sampai tiga nama Vikal berubah jadi Bhumi. Setelah gue pikir-pikir nama itu kurang cocok, karna gue pengen nama yang umum aja dan mudah dieja. Jadilah Fardan. Ini pun cuma 70% mendekati karakter. Karna gue juga pengen konsep namanya itu huruf depannya sama, udah ubek-ubek nama huruf F cuman Fardan yang masuk.
Pengalaman pertama tuk menemaninya terjun langsung ke dunia masak sangat lah berarti. Stelan ala chef yang serba putih serta bagian lengan yang digulung hingga ke sikut memperlihatkan betapa kokohnya tangan itu. Seluruh pasang mata yang melihatnya—pun pasti kan memiliki pemikiran yang sama dengan Chen. Hendro tak hanya pandai memegang se-batang pisau melainkan juga pandai mengemban tanggungjawabnya sebagai seorang pemimpin di perusahaan. Sean Anderson sebagai ayah angkatnya benaran tidak salah pilih tuk menjadikan Hendro putera sebagai putera tertua di keluarganya, sebab Hendro yang teguh pendirian serta tidak mudah berubah pikiran adalah dua hal yang membuat Sean berani mengambil resiko.
Hendro bukan lagi pria dua puluh tujuh tahun—yang dulunya selalu bertabur senyuman manis. Setiap orang pasti kan berubah sifatnya seiring berjalannya waktu. Betul, kan? Hendro berhak berubah, sebab perubahan itu pasti. Di samping pribadinya yang jauh lebih dingin dibandingkan dahulu—pun terdapat sebuah kehangatan di balik senyumannya yang mungkin hanya muncul beberapa kali sepanjang syuting. Sebuah senyuman yang menggambarkan betapa dewasanya ia tidak hanya di mata para penonton di luar sana melainkan di mata Chen juga.
Hendro pun tersenyum ke arah Chen tatkala menyadari Chen yang terus menatapnya hampir tak berkedip sama sekali.
Chen pun terkesiap dan tersipu malu tatkala menyadari hal tersebut.
“Duh, bisa-bisanya gue ketangkep basah ama Om Dru,“ batin Chen.
Tiap jeda iklan pada acara tersebut—pun kan ada seorang penata rias—yang menyeka keringat Hendro agar polesan make-upnya tetap merata. Pertanyaannya ialah apakah seorang penata rias harus menyeka keringatnya se-sering itu? Tidakkah dia mempunyai maksud lain di balik profesinya itu? Chen bertanya-tanya dalam hati sampai kedua alisnya berkerut. Bukankah normal jikalau sebagai seorang kekasih, Chen mempunyai rasa cemburu? Chen menganggap jikalau tindakan si penata rias sangat lah berlebihan. Jengah akan pemandangan yang membuat se-isi kepalanya memanas; Chen pun memilih beranjak dari sana tuk mencari udara segar sejenak.
Tiba-tiba ia pun bertabrakan dengan salah satu staff yang ada di sana—yang tak sengaja menumpahkan minumannya ke pakaian yang ia kenakan. Chen tidak sedang dalam suasana hati yang baik sehingga ia pun marah-marah pada staff pria yang baru saja menabraknya tadi. “Punya mata nggak, sih?! Kalo jalan liat-liat dong! Kotor kan jadinya?!“ hardikChen. Staff pria ber-nama Rio itu pun langsung meminta maaf. Chen mendengus. Tiada tanda-tanda ia kan memberi maaf sama sepali. Chen heran bagaimana bisa orang seperti ini dipekerjakan di sini? Ceroboh sekali! Begitulah batinnya berucap.
Rio yang hanya seorang staff biasa pun mulai panik. Dia kekasih dari Hendro, bukan? Jika memang benar demikian, maka pemuda yang di hadapan ia saat ini bukan lah orang biasa. Sudah pasti status sosialnya juga sama tingginya dengan Hendro. Bagaimana jikalau dengan kuasanya itu malah membuat Rio kehilangan pekerjaan? “Duh, gue kebangetan, ya? Tapi nih orang beneran ngeselin banget! Masa iya? Gue yang se-gede gaban dia aja nggak liat samsek? Huft,“ batin Chen. Sebenarnya ia tidak benar-benar ingin memarahi Rio di depan umum seperti ini. Hanya saja suasana hatinya yang bak akan mendung itu pun membuat emosinya jadi ikutan tak terkontrol.
Hendro yang juga tak sengaja melihat Chen yang terlihat sedang marah-marah pada mantan asistennya itu pun segera menghampiri. “Chen?“ seru Hendro. Chen menoleh. Hendro pun memerintahkan Rio supaya kembali bekerja, dan membiarkan Chen bersamanya. “Jangan biasain marah-marah sama orang yang lebih tua dari kamu, Chen,“ ucapnya menegur sembari menjitak jidat Chen. Sebab usia remaja memang saat-saat di mana seorang pemuda dan pemudi mencari jati dirinya—pun emosi juga tidak dapat terkontrol dengan baik. Hendro paham betul, tetapi bukan berarti ia membenarkan tindakan Chen barusan.
