Incomplete 24

327 32 1
                                    

나 알아? [na a-ra?] lu kenal gue?

----------🌟----------

‌Cup. Kecupan manis pun mendarat di kening Elang. Ia tatap wajah Elang lamat-lamat. Sorot mata keterkejutan itu nampak indah di mata Robert. Dan saat mata keduanya saling bertemu, saat itulah gelenyar-gelenyar aneh itu mulai terasa. “Saya nggak bakalan ninggalin kamu cuma gara-gara kamu nggak fasih ngaji, Elang. Kamu bisa belajar itu nanti. Jadi, jangan mikir yang nggak-nggak, ya? Kamu itu udah sempurna buat saya, Elang.“ ucap Robert.

Elang tersipu malu saat Robert berkata seperti itu. “Tapi..,“ gumam Elang. Sejurus kemudian Robert pun mendekap tubuh Elang. “Elang.. Percaya sama saya,“ ucap Robert lagi sambil mengelus punggung Elang lembut. Hangat. Elang pun diam dalam dekapan hangat ini. Hah, entah mengapa Elang merasa lebih tenang dan nyaman. Maaf Elang maaf, gara-gara saya kamu hidup kek gini, batin Robert penuh sesal.

Sampai saat itu tiba; Robert akan berusaha sekuat tenaga; demi mendapatkan hati Elang. Sampai saat di mana semuanya menjadi jelas tanpa ada satu hal pun—yang ditutup-tutupi. Dalam hati; Robert bertekad; akan selalu menggenggam tangan dan mendekap tubuh ini dengan erat apapun yang terjadi. Sungguh Robert juga tidak akan pernah rela, jikalau Elang disakiti oleh orang lain barang sedikit pun. Saat dekapan itu melonggar, Robert pun berkata, “Saya mau mulai dari sekarang, kita belajar buat saling kenal, saling cinta, saling sayang, dan saling memahami satu sama lain, ok?“.

Elang tidak merespon apapun. Dia cuma diam saja mendengar kata-kata Robert. Dia terlihat sangat tulus saat bicara, batin Elang. Dia juga terlihat sangat bersungguh-sungguh. Robert pun tersenyum tipis. Dia tau jikalau Elang itu sesungguhnya perlahan-lahan telah mulai menerima dirinya. Elang memang tidak memberikan pernyataan apapun. Namun, keterdiaman Elang, cukup jelas untuk dijadikan jawaban dari semua apa yang Robert katakan dan janjikan.

Di luar sana. Dia, Arini, berdiri sambil mengepalkan tangan, dan menggigit bibir. Dia geram. Bisa-bisanya Mas Elang dan Robert bermesraan berdua di sana, batin Arini tidak terima. Ini tidak bisa dibiarkan. Arini harus melakukan sesuatu. Lagian janur kuning belum melengkung. Itu artinya Arini juga masih mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan Elang sebagai pasangan hidupnya nanti. Bagimana pun Elang harus menikahi Arini. Cara apapun akan Arini tempuh.

Setelah selesai salat dzuhur. Seluruh murid di sekolah pun berhamburan keluar dari aula, dan mushola; ada yang ke kantin, ada yang ke kelas masing-masing, ada yang mendatangi temannya ke kelas lain, dan lain-lain. “Maen bola, yuk? Gabung ama mereka tuh,“ ajak Prima sambil menunjuk ke arah lapangan dengan dagu. Chen pun menoleh ke arah lapangan sana. Hah, senang sekali ya andai gue bisa maen bola juga? Huft, batin Chen menghela nafas.

“Lu aja, Prim. Gue nggak,“ sahut Chen ingin kembali ke kelas saja. “Chen~ Main, yu? Yuk yuk yuk??“ Prima membujuk Chen dengan manja. “Nggak,“ sahut Chen. Prima tidak menyerah dan terus saja membujuk Chen lagi dan lagi. Namun, Chen tetap menolak ajakan Prima itu. Chen mempunyai alasan tersendiri—mengapa ia tidak bisa menyetujui ajakan Prima. Semenjak Chen mengalami kelumpuhan di usia 7-8 tahun. Dokter yang pernah merawat Chen dulu berkata, bahwa Chen tidak boleh lagi melakukan aktivitas berat seperti berlari.

Saat Chen berjalan melewati beberapa kelas. Tiba-tiba ada sebuah bola mendarat mulus mengenai kepalanya. “Siapa si, ah?!“ gumam Chen kesal. “Prima udah baik hati ngajakin lu, dan lu malah nolak? Sahabat macem apa lu, hah?“ seru Ino, murid laki-laki bermata monoloid dengan tinggi 180cm itu. Chen pun memutar badan ke belakang. “Bukan urusan lu,“ sahut Chen ketus. Di belakang Ino juga ada seorang anak murid laki-laki lain, yaitu Tito.

Ino pun menghampiri Chen. Ino adalah teman sekelas Prima di kelas 2. Dia memang dikenal sangat suka sekali mencari gara-gara. Tapi, anehnya di sisi lain dia juga adalah salah satu murid paling pintar di sekolah ini. Chen dan Prima saja kalah. Dia juga populer dan menjadi pujaan satu sekolah. Sempurna? Itu sudah pasti! Dia juga memiliki paras yang sangat tampan—dengan latar keluarga yang bagus pula. Siapa yang berani menolak lelaki seperti Ino?

Incomplete [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang