Incomplete 13

598 65 0
                                        

Cup! Sebuah kecupan pun berhasil mendarat di pipi Wira. Namun, entah bagaimana ceritanya Ray terjungkal ke depan dan menubruk tubuh Wira sehingga kini Ray tepat berada di atas.

Sebuah senyuman tipis terukir di bibir Wira. Tangannya pun terulur untuk mengelus surai rambut Ray dan pipinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Ray yang diperlakukan demikian terkesiap. Wajahnya memanas ketika tangan besar Wira mengelus surai rambutnya dan pipinya. Argh! Ray yakin saat ini wajahnya sudah memerah.

Ia teliti seluruh area wajah Wira. Tidak ada satu pun yang berubah. Hanya terdapat sedikit guratan kecil di area matanya. Ia masih ingat bagaimana dulu sewaktu kecil dirinya tidak bisa lepas dari Wira. Selalu bersikap manja dan cengeng. Tidur pun harus ditemani Wira.

Tanpa ia sadari bibir Wira sudah menempel di bibirnya begitu saja. Ray berontak menyebabkan tubuhnya terguling ke samping diikuti Wira yang juga ikut terguling dan berakhir dengan Wira yang berada di atas.

Deru nafas Wira terasa jelas di permukaan kulitnya. Ray memalingkan wajahnya supaya tidak bisa bertatap muka langsung dengan kedua manit mata milik Wira. Cup! Wira mengecup leher Ray. Tubuh Ray menegang. Ia merasa seperti disetrum dengan daya listrik ribuan volt.

”Angghh,” rintihnya ketika Wira mengecup lehernya kuat-kuat.

Saat ia menyadari bibirnya telah mengkhianatinya dan mengeluarkan rintihan yang menurutnya kotor dan menjijikkan itu, dengan sigap Ray pun mendorong tubuh Wira kemudian memberikannya tamparan keras di pipi.

Ray menatap nyalang kemudian segera keluar dari kamar. Lagi dan lagi Wira merusak semuanya. Ia pun mengacak rambutnya gusar atas sikapnya barusan yang terlalu terburu-buru dan sedikit memaksa? Argh!

Ia tidak ingin Ray membencinya lebih dari ini. Tapi apa? Semua rencananya yang sudah ia susun untuk berbaikan dengan Ray hancur seketika.

Seseorang mengetuk pintu kamarnya membuat keasyikannya ketika bermain game memasak sedikit terganggu. Game memasak? Ya, tidak ada sesiapapun yang tau kalau Ray seorang pecandu game memasak. Kalau teman-temannya tau terutama si ember Prima, mungkin ia sudah ditertawai habis-habisan.

”Maaf, ini pakaian anda sir.” ucap seorang pelayan wanita sambil tersenyum ramah. Pakaian? Alisnya terangkat sebelah. ”Mr. Wira meminta saya untuk memberikannya kepada anda sir,” ucapnya lagi kemudian segera berlalu setelah Ray mengucapkan terima kasih.

Ray pun duduk di kursi sambil memandangi stelan kaos dan celana pendek yang ia letakkan di atas meja. Pikirannya pun kembali pada peristiwa 10 tahun silam.
***
”RAYYYYYY!!!” teriak Dian segera berlari ke jalan raya ketika melihat Ray terpental beberapa meter dan tergeletak tidak berdaya. Sebuah mobil avanza hitam telah menabraknya hingga tidak sadarkan diri.

Fendy pun segera menghubungi ambulan untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dian tidak berhenti menangis di pelukkan Fendy ketika Ray harus memasuki ruang operasi. Ia tidak tega melihat tubuh sang anak yang lunglai tidak berdaya. Lebih baik ia saja yang sakit dari pada harus Ray.

Seorang suster keluar dari ruangan operasi. ”Gimana keadaan anak saya sus?” tanya Dian seolah tidak memberikan kesempatan kepada si suster untuk bicara.

”Maaf, apa di antara bapak dan ibu ada yang bergolongan darah A+?” tanya si suster.

”Saya sus,” jawab Fendy kemudian suster tersebut memintanya untuk mengikutinya.

”Kamu tunggu disini sayang,” pinta Fendy mengecup pucuk kepala sang istri.

Fendy mendonorkan darahnya untuk putra semata wayangnya yang katanya kehilangan banyak darah. Setelah operasi berjalan dengan lancar dan Ray dipindahkan ke ruang rawat inap biasa, dokter yang mengoperasinya tadi meminta Dian dan Fendy untuk segera ke ruangannya.

Incomplete [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang