kenyataan rasa

11 2 43
                                    

Farhan POV

Sudah 1 minggu semenjak aku menerima buku ini, setiap kata yang dituliskan membenturkanku kepada kenyataan. Reyna menulisnya dengan penuh perasaan. Aku paham alasan tirta sebagai suami reyna menghubungi ku memintaku untuk tidak mengecewakan reyna. Hingga hari ini aku tidak sanggup membaca bab terakhir dari buku ini. Aku takut rasa kecewa muncul dari dalam lubuk hatiku.

Malam ini aku tidak bisa tidur, entah apa yang menganggu fikiranku. Aku merasa begitu gelisah, hatiku tergelitik untuk membaca bab terakhir dari kisah ini, kisahku dan reyna. Entah apa yang aku fikirkan, aku mulai membaca bab terakhir dari buku yang ditulis reyna.

-------------

Tanpa terasa airmata membasahi pipiku saat selesai membaca bab terakhir dari buku yang ditulis oleh reyna untukku. Aku merasa sangat bodoh selama ini tidak mempercayai perasaan reyna terhadapku. Namun aku teringat bagaimana reyna terlihat bahagia dengan tirta kemaren saat memberikan buku ini.

Saat ini yang aku rasa penyesalan yang membuatku merutuki kebodohan dan keegoisanku dalam menanggapi perasaan reyna. Sejujurnya dalam hatiku yang paling dalam, aku menyukainya sejak awal bertemu, semakin aku mengenalnya semakin aku takut terjebak dalam perasaan yang berujung dengan sebua hubungan. Bukan aku tidak mau mempunyai sebuah hubungan, namun aku takut akan ikatan yang akan membuatku membatasi gerakku, belum lagi tanggung jawab yang besar jika kami menikah.

Aku mengerti bahwa reyna begitu kecewa dengan semua kata-kata yang mungkin bisa dianggap sebagai pelecehan. Secara hukum, aku bisa dikenakan tuntutan tentang pelecehan seksual secara verbal melalui tulisan, namun itu caraku untuk membuat reyna berhenti mengagumiku.

Aku mencoba tertidur, tanpa disadari aku terbayang senyum reyna, candanya, malunya saat kami bersama dikediri. Begitu manis dan sederhana, pintar namun diam, penjaga yang bertanggung jawab, kakak untuk semua orang di camp cewe. Perhatiannya, pengertiannya menutupi kekurangan dalam mengendalikan amarah, namun malah menjadikan amarahnya sebagai alasanku malas berbicara dengannya hanya karna egoku yang tercabik-cabik oleh amarahnya yang sebenarnya tidak salah. Tanpa kusadari akhirnya aku tertidur dengan memeluk buku yang diberikan reyna.

------------------------

Reyna pov

Sudah satu minggu setelah anniverasary kami, hubunganku dengan tirta semakin baik. Jika biasanya ketika akan tidur kami hanya saling diam, sekarang tirta banyak bercerita tentang pekerjaannya sebagai guru honorer. Aku pun mulai terbuka tentang pekerjaannku, cita-citaku. Tidak hanya itu, semenjak malam itu tirta lebih manja kepadaku, aku merasa mempunyai seorang adik.

Contohnya saja saat ini, tirta menjadikan perut sebagai bantalnya berbaring ditempat tidur, wajah menghadapku dengan mata terpejam. Saat ini aku merasa sedang berteman dengan suami sendiri. Aku mengusap rambutnya yang pendek. Tatapanku menerawang ke langit-langit kamarku. Aku teringat akan pembicaraanku dengan ibuku tadi siang.

Flashback reyna

Saat aku sedang asik bekerja, ibuku telp.
"Halo, assalamualaikum ma."jawabku.
"Walaikumsala, kamu kerja?" Tanyanya.
"Iya ma, kenapa?" Tanyaku.
"Kamu ada uang gak? Mama kemaren ada pesen baju online buat kamu 1" ujarnya. Sudah biasa selalu alasannya baju aku lah, baju suamiku lah, yang buat aku 1 tapi yang aku bayarin 10.
"Berapa? Trus mau kirim kemana?" Tanyaku langsung.
"Kirim ke rekening mama aja, 1 juta. Kamu gak papa kan?" Tanyanya seolah takut.
"Iya nanti reyna kirim sore kalo gak besok pagu, udah ya ma lagi kerja ini" potongku untuk menyudahi telp ini.
"Yah, gak bisa sekarang? Ijin aja sama bos kamu, kalo gak suruh tirta kirimin. Itu tagihannya paling lama harus dibayar siang ini"pintanya.
"Jam berapa batasnya? Biar aku ngomong, dulu sama mas tirta." Aku sudah cukup lelah sebenarnya dengan drama mamaku namun aku malas berdebat.
"Jam 3, tolong ya rey, bapak kamu belum turun tagihannya."ujarnya memelas
"Hmmm, udah ya rey lanjut dulu assalamualaikum" kataku mematikan telp.

REYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang