penyelesaian

8 1 28
                                    

Farhan POV

Aku sudah berfikir baik-baik tentang intan dan anaknya, aku pergi kerumah orang tua intan mencoba menemui intan. Walau sudah 2 kali di tolak bertemu olehnya, aku bertekad  terus untuk mencoba menemuinya hingga aku bisa mempertanggung jawabkan perbuatanku. Tiara benar, aku harus berubah, aku harus mempertanggung jawabkan perbuatanku.

Hari ini jika intan tetap menolak bertemu denganku, aku sudah bertekad akan melamarnya ke kedua orang tuaku. Semoga saja pilihanku kali ini benar. Sungguh ini adalah pilihan yang berat, aku sebenarnya tidak ingin menjalin sebuah ikatan hubungan yang jelas dengan seorang wanita harus terikat dengannya karna seorang anak.

Aku berharap intan mau mengerti ini pilihan yang sulit bagiku jadi dia mau bertemu denganku.

Tok... tok... tok...
"Assalamualaikum." Panggilku
"Walaikumsalam, eh nak subhan datang lagi. Coba ibu panggilkan intan ya." Ujar ibunya yang seorang wanita paruh baya dengan wajah penuh kesabaran. Aku mengangguk mengiyakan. Aku menunggu diteras rumah intan.

Tak lama kemudian, ibunya datang kembali.

"Nak subhan, intannya gak mau ketemu. Maaf ya nak." Ujar ibunya.
"Kalo gitu bapak ada bu? Saya mau bicara sama ibu sama bapak kalo boleh bu." Ujarku perlahan
"Ada, masuk nak, duduk, tunggu sebentar ya ibu panggil bapak dulu." Ujarnya mempersilahkan aku duduk.

Tak lama  bapak dan ibunya intan duduk didepanku.

"Ada apa ya  nak subhan mau bicara apa sama kami?" Ujar bapaknya.
"Begini pak, saya sudah menghamili intan, dan saya berniat menikahi intan secepatnya. Apa boleh?" Ujarku. Aku tau pasti reaksinya akan sangat marah terhadap aku.
"Apa, intan, intan, sini." Teriak bapaknya memanggil intan. Tak lama intan datang.
"Dasar perempuan murahan. Apa kamu lupa yang diajarkan ibumu selama ini intan? Apa kasih sayang kami kurang intan? Apa kamu sengaja mau buat kami malu?" Amarah bapak kepada intan. Aku sungguh tidak tega.

"Maaf pak, bukan saya menyelak, tapi saya lah yang memaksa intan. Saya mohon jangan maki intan." Ujarku membela intan.
"Kamu juga, apa orang tua kamu tidak mengajarkan agama terhadap mu? Apa susahnya menahan nafsumu jika belum menikah? Jika tidak bisa menahan kenapa tidak menikah, saya yakin jika intan tidak hamil kamu tidak akan menikahi intan. Saya berhak memaki intan, dia anak saya, lagi pula jika dia bisa menjaga dirinya dia tidak akan hamil sebelum menikah seperti ini." Ujarnya marah kepadaku.

Aku diam menerima makinya. Aku harap intan mau menerima lamaranku kali ini.

"Intan tidak mau menikah dengannya pak. Lebih baik gugurkan saja kandungan ini." Ujar intan dengan wajah marah kepadaku.
"Apa? Kamu bener bener anak gak tau agama, kemana pelajaranmu dipesantren dulu? Sudah berbuat dosa, sekarang kamu mau berbuat dosa lagi dengan menggugurkan kandungan itu intan? Bapak gak habis pikir. Keluar kamu dari rumah ini. Bapak jijik melihat wajahmu." Ujar bapak sambil menghina intan, ibu hanya menangis sambil memegang tangan bapak, berusaha  memenangkan.
"Pak, jangan gitu, ibu gak akan biarkan intan keluar rumah ini. Intan, ibu mohon nak, fikirkan semua  yang kamu fikirkan baik-baik nak." Ujar ibu sambil menangis melihat intan. Intan dengan wajah penuh kebencian menatapku tajam.

"Lo, apa gak cukup lo bikin gw menderita? Sekarang lo ngomong ke orangtua gw tentang masalah kita, gw  benci lo, mati aja sih lo, gw bunuh lo, gw  benci banget sama  lo farhan." Teriakmya sambil memukuliku, aku tidak melawan atau menangkis pukulannya. Aku tahu dia marah sekali kepadaku.
"Berhenti intan, jangan kekanak-kanakan, suka atau tidak, mau atau tidak, bapak sudah memutuskan akan menikahkan kamu dengannya. Paham?" Ujar bapak kepadanya.
"Bapak jahat, bapak gak tau apa yang dia perbuat terhadap intan." Ujarnya sambil pergi menuju kamarnya.

"Pak, apa saya bisa membawa intan pulang ke kampung saya bima, untuk mengenalkannya kepada orangtua saya agar mereka melamar intan kesini?" Ujarku hati-hati. Aku memang harus membawanya ke kampungku, agar aku bisa berterus terang tentang keadaan kami kepada orangtuaku.
"Maaf ya farhan, bapak tidak mengijinkan. Suruh kedua orangtuamu datang menemui intan kesini."ujar bapak kepadaku.
"Baik pak jika begitu, seminggu lagi saya akan kembali kesini." Ujarku. Aku pun segera kembali kekota untuk mengurus keberangkatanku ke kampung.

-----------------------------

1 bulan kemudian

Sudah 1 minggu pernikahan kami berlangsung. Intan benar benar membenciku, dia selalu menghindariku. Tidak hanya itu, saat kami kembali ke surabaya - kami pindah kontrak rumah yang cukup untuk berdua - intan sama sekali tidak mau tidur 1 ruangan denganku, jangankan 1 tempat tidur 1 ruangan saja dia tidak mau. Saat aku tidur di bawah, dia diatas tempat tidur. Dia pasti pindah ke ruang depan. Dia tidak pernah mau berada 1 ruangan denganku. Dia tidak pernah bicara kepadaku, saat aku bicara dengannya, dia tidak pernah menjawab. Aku merasa seperti angin lalu dibuatnya.

Aku begitu menderita, diperlakukan seperti ini. Aku ingin sekali menebus kesalahanku terhadapnya, namun aku bingung jika dia bersikap sedingin es terhadapku. Rumah yang seharusnya tempat teraman dan ternyaman, menjadi neraka bagiku.

-------------------------
Reyna POV

Hari ini kami sampai di surabaya, tirta mengurus kepindahan kami dengan cepat. Mamaku begitu marah saat aku bicara tentag kepindahan kami kesurabaya. Dia menyuruh aku pisah dengan tirta, bahkan saat aku menceritakan kehamilanku. Mama begitu marah dan kecewa, berfikir jika kami belum mapan untuk apa mempunyai anak. Beruntung bapak dan rara mendukungku.

Aku memahami alasan mama, mama begitu takut jika aku tidak berpenghasilan, maka dia tidak akan mendapat kiriman lagi dariku. Namun aku berusaha tega membiarkan mama  menerima kenyataan bahwa aku tidak memberikannya uang bulanan sementara waktu. Kehamilanku yang memasuki bulan ke tiga ini begitu membuatku merasakan sesuatu yang berbeda, terlebih moodku yang sering berubah membuat tirta begitu bingung menghadapiku.

Tirta memperlakukanku begitu istimewa, pekerjaan rumah benar-benar dia kerjakan sendiri. Aku hanya dibiarkan memasak, itupun karna dia maunya makan masakanku. Begitu juga keluarganya. Terutama ibunya, begitu memanjakanku dengan perhatian yang berlebih, siska -adik perempuan tirta- pun begitu sering datang kerumah kami untuk melihat keadaanku.

"Dek, kita sementara tinggal disini beberapa hari ya, sambil menunggu barang-barang kita datang dari jakarta." Ujarnya saat kami sampai di salah satu ruangan yayasan yang akan kami urus. Aku mengangguk setuju.
"Kamu istirahat aja, aku cari makan dulu ya buat kita makan malam ini. Kamu mau makan apa dek?" Tanyanya sambil meletakkan tas bawaan kami.
"Terserah mas, aku gak terlalu lapar sih. Tapi harus makan kan?" Ujarku.
"Iya harus, yaudh aku coba cari ya. Kamu jangan ngapa2in ya dek. Udah istirahat aja, perjalanan pasti capek kan?" Ujarnya.
"Iya mas. Aku emang ngerasa capek banget tau tumben." Ujarku mengiyakan.
"Yaudh. Tunggu bentar yak." Ujarnya meninggalkanku.

Entah beruntung atau tidak, tapi yang aku rasa mempunyai ketenangan yang aku cari semenjak bersama tirta. Ya sesekali ribut karna hal-hal yang berbeda sebelumnya pasti ada dan menurutku wajar, jika kakak beradik saja bisa ribut yang 1 darah. Apa lagi ini yang beda orangtuanya, beda adat istiadatnya, beda kebiasaannya. Tanpa terasa aku tertidur lelap karna lelah.

**************
Maacih ya yang udah baca... mungkin sementara ai update gak sesering dulu... hahaha
Maaciw ya...

REYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang