?

14 1 16
                                    

Reyna POV

Mama sedang memasak gulai ikan mas khas daerah mama, 2 hari lalu aku minta mama memasaknya. Aku kira mama tidak akan memasaknya untukku, ternyata mama memasaknya hari ini. Walau terkadang mama menyebalkan namun terkadang beliau memanjakanku dengan cara yang berbeda. Itulah yang membuatku tetap menyayanginya dengan segala tingkahnya yang terkadang tidak masuk akal, bukankah setiap anak akan melihat ibunya sebagai pahlawan dan idolanya?

"Assalamualaikum"

Aku sedang membaca laporan keuangan toko dihp, tiba-tiba ada yang mengetuk kerumahku. Aku kedepan membuka pintu rumah dan melihat yang datang aku sangat terkejut.

"Walaikumsalam, farhan? Kamu tau rumahku dari mana?" Tanyaku bingung, aku melihat wajahnya yang penuh kebingungan.

"Gw kesini gak lama, cuma mau minta maaf dan minta tolong supaya lo sama tirta lebih berhati-hati, intan mau ganggu keluarga kalian, gw minta maaf atas nama suaminya intan. Dia begitu salah gw" ujarnya dengan wajah sedih dan mata sedikit berkaca.

Mama datang dari belakang ingin mengetahui siapa yang datang.

"Lho farhan? Masuk sini masuk, suruh masuk dong rey, malah diem" ajak mama.

"Iya ma, baru mu diajak kedalem. Ayo han, kedalam dulu, bicara didalam, gak enak ngomong diluar." Ajakku kembali.

Kami pun masuk kedalam, kemudian aku tawarkan teh untuk minumnya, namun farhan menolaknya, aku ambil 1 gelas air dingin agar dia bisa lebih tenang berbicara. Setelah tenang farhan berbicara kepada kami tentang yang terjadi pada pernikahannya.

"Begitu bu, rey, saya minta maaf kalo bakal ngerepotin kalian, namun saya gak bisa juga ngebiarin orang yang tidak salah disakiti oleh intan." Ujarnya mengakhiri ceritanya.

"Farhan, ibu sebagai orangtua cuma bisa mengingatkan bahwa kelakuan intan adalah tanggung jawab kamu, jika intan bersikap nekat seperti itu, ibu akan tetap menyalahkan kamu. Jadi terima kasih banyak atas peringatannya, namun akan lebih baik kalo kamu ajarkan intan supaya tidak bertindak anarkis." Ujar mama tegas.

"Ma, maksud farhan kan baik mengingatkan agar rey berhati-hati karna dia sudah mengajarkan ke intan, tapi intannya keras kepala ma." Ujarku mengingatkan mama tujuan farhan datang.

"Iya mama tau rey, mama paham, cuma dia sebagai laki-laki kok tanggung jawabnya gak ada? Harusnya dia mengajarkan intan menerima kenyataan. Bukan memperingatkan kita untuk waspada. Kalo sudah tidak ada kepentingan, silahkan pulang dan ajarkan kembali istri kamu, supaya tidak menyakiti reyna. Soalnya kami juga mau pergi." Ujar mama ketus.

Farhan pun pamit ijin pulang dan mengucapkan terima kasih. Aku masig bingung dengan ucapan mama tadi terhadap farhan. Aku kembali ke dapur untuk mencuci semua piring kotor, setelah itu aku menyiapkan bekal untuk berangkat menuju toko bersama mama. Mama akhirnya tahu tentang toko rotiku karna aku begitu ingin ke toko dan akhirnya mama aku ajak dan memberi tahu semua tentang toko roti. Meski akhirnya mama meminta uang bulanan lebih banyak lagi, tapi mama sedikit mengerti kesibukanku.

-----------------------------
Farhan POV

Aku tidak menyangka bahwa reyna dan ibunya akan menolak peringatanku akan intan malah aku disuruh mengajarkan intan supaya lebih baik lagi. Aku akan mencoba menemui tirta untuk memberi tahu masalah intan, semoga tirta bisa membantu dan menjaga reyna dan anak mereka. Sesampai di yayasan tempat tirta bekerja, aku melihat tirta yang mengajar dengan sabar kepada murid-muridnya.

Aku pun menunggu dia di ruangan yang disediakan oleh pihak sekolahan setelah aku meminta ijin kepada bagian tata usaha untuk bertemu dengan tirta. Aku melihat hp ku, menatap foto akad nikah aku dan intan, walau hanya sederhana akad nikah yang diadakan dadakan tersebut namun aku merasakan ijab qabul yang ku ucapkan memiliki makna sangat dalam. Memberikanku tanggung jawab sebagai seorang suami untuk seorang perempuan yang diserahkan secara langsung oleh bapaknya. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tirta yang sudah selesai mengajar.

"Assalamualaikum bro, gimana kabar? Ada apa ini kesini?" Tanyanya dengan ramah.
"Walaikumsalam, baik, gw mau cerita sesuatu yang mugkin bakal bikin lo benci sama gw, namun gw harus ngomong." Ujarku bertele-tele.

Jujur berat rasanya memberitahu tentang pernikahanku yang tidak baik kepada sainganku dahulu, namun demi keutuhan keluarga mereka. Setidaknya cukup hanya rumah tanggaku saja yang hancur. Tirta sepertinya mengerti kegelisahanku, diajaknya aku ke warung kopi deket yayasan. Sesampai di warung kopi, aku menceritakan semua dengan jelas kepada tirta maksud tujuanku bertemu dengannya.

"Oke, gw paham masalah lo sekarang ini. Untuk masalah reyna, gw akan jaga lebih fokus lagi agar dia gak kenapa-napa. Makasih banyak lo perhatian sama istri gw, tapi itu tanggung jawab gw oke. Gw punya saran sama lo, mungkin gak bisa banyak membantu tapi setidaknya lo membuat dia ikhlas akan yang terjadi." Ujarnya menasihatiku.

"Apa itu?" Tanyaku serius.

"Bawa dia ke psikolog, dan ajak dia lebih dekat ke tuhan." Ujarnya tenang.

"Dia bukan gila bro, trus lo suruh gw ngajarin agama ke dia gitu? Gw itu bejat, apa pantes  gw ajarin dia lebih mendekat ke tuhan? Banyak dosa gw bro." Ujarku merendah.

"Ya ini mah cuma saran bro, kalo lo jalanin sukur, gak ya gak masalah juga buat gw. Tapi makasih ya udah peringatin gw buat jaga reyna lebih lagi. Gw udah masuk jam ngajar lagi. Gw balik ya bro." Ujarnya pamit untuk kembali mengajar.

Akupun kembali ke kantor untuk mengurus pekerjaankubyang tertunda. Aku memikirkan saran tirta untuk membawa intan ke psikolog sepanjang hari.

-----------------

Renya POV

Saat aku dan mama kembali dari toko, tirta dan bapak sudah ada dirumah. Aku segera masuk kekamar mengganti pakaian. Setelah itu akupun keluar kamar, menyiapkan makan malam. Setelah kami makan, mama dan bapak masuk kekamar mereka, aku masih harus mencuci piring bekas makan kami ditemani tirta yang sedang sibuk dengan hpnya.

"Akhirnya selesai juga. Ayo mas tidur." Ajakku saat selesai mencuci piring.

Tiba-tiba, tirta menggendongku ala bridal. Aku terkejut takut jatuh dengan beratku yang sekarang aku takut tirta keberatan menggendong diriku.

"Mas, turunin, aku kan berat, nanti jatuh mas." Ujarku sambil memeluk dirinya erat.

"Gak berat, aku pengen aja  gendong kamu. Bolehkan." Ujarnya manja.

"Pelan-pelan mas, aku takut jatuh beneran." Ujarku takut.

"Iya. Nah sampai kita dikamar tercinta." Ujar tirta sambil menurunkan aku perlahan di tempat tidur.

"Tuan putri hari ini capek gak?" Tanya kembali.
"Kenapa emangnya?" Tanyaku balik.
"Kalo capek mau mas pijitin gak kakinya?" Ujarnya sambil duduk disampingku
"Gak kok mas. Kan tadi yang masak mama, trus aku juga di toko cuma duduk aja liat laporan penjualan." Ujarku.
"Mas boleh nanya, tadi farhan kesini ya?" Tanyanya.
"Iya, cuma gak lama. Kenapa emang mas?" Tanyaku.
"Dia tadi keyayasan. Cerita ke mas. Mas minta tolong ya dek, mulai sekarang kalo ada masalah apapun, kamu harus langsung bilang ke mas ya. Mas gak mau kamu kenapa-napa." Pintanya sambil mencium keningku.

"Iya mas. Kamu mikirin omongannya farhan ya? Emang kamu percaya sama dia, mana tau itu cara dia buat misahin kita mas." Ujarku

"Buat apa dia misahin kita, lagian kan dia sampe datengin aku ke yayasan kalo dia bohong kan repot dek. Intinya kamu harus janji bilang kalo ada masalah apapun ya." Ujarnya khawatir. Aku mengangguk mengiyakan.

"Mas, peluk. Aku mau tidur dipeluk mas." Ujarku. Tirta memelukku, dan akupun tertidur.

REYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang