pergi

3 1 14
                                    

Farhan POV

Pagi ini aku terbangun dengan badan yang sakit semua. Aku melihat jam sudah jam 8 pagi, aku segera menuju kamar intan. Melihat di sedang tidur dengan mata sembab. Aku tahu pasti dia menangis semalaman, sedikit aku merasa bersalah namun dengan begini dia tidak keluar malam. Aku mendekatinya mengusap kepalanya perlahan lalu perlahan aku lepaskan ikatan tangan dan kakinya. Aku mendekati telinganya.

"Maafkan aku intan, jangan begini lagi ya. Aku akan berusaha menjadi suamimu. Jangan menangis ya." Bisikku.

Aku beranjak dari tempat tidur, menuju dapur menyiapkan sarapan untuk intan. Setelah masak, aku membawanya kekamar, dan melihat intan sudah bangun duduk ditempat tidur. Aku mendekatinya membawa nampan yang berisi sarapan.

"Makan intan, hari ini aku ijin kerja. Kita ke psikolog ya, abis itu kita jalan-jalan, nonton, makan, ngedate lah. Gimana?" Ujarku lembut sambil mengusap kepalanya.
"Ke psikolog? Emang gw gila apa?" Tanyanya ketus.
"Gak gila, cuma mau pastiin kalo kamu bukan lagi ngalamin sindrom baby blues, manis." Ujarku sambil melihat dia makan sarapan yang aku buat.
"Iya terserah." Ujarnya tidak memperdulikan aku.

Setelah makan, aku meminta dia bersiap-siap untuk pergi. Aku menyiapkan semua untuk jalan-jalan kami. Aku membawa kamera untuk mengambil foto alam atau suasana di tempat kami jalan nanti. Tak lama intan sudah siap untuk pergi. Kami pun pergi ke tempat temanku yang memang bekerja sebagai psikolog. Kemarin saat kerja aku sempat berbicara dengannya tentang kondisi intan, dia menyarankan mengajak intan ketempatnya. Sesampai disana, kami di sambut oleh seorang perempuan mungil dengan wajah yang kelembutan.

"Hai han, gimana kabar?" Tanyanya kepada ku sambil menyalamiku.
"Baik sis, intan ini siska temenku, sis ini intan istriku." Ujarku memperkenalkan intan dan siska.
"Kok kayaknya aku gak asing sama mukamu" ujar intan sambil menjabat tangan siska.
"Kamu dulu smp 4 malang kan?" Tanya siska.
"Iya. Kok tau?" Ujar intan bingung.
"Aku kakak kelasmu. Kamu dulu pacarnya doni adekku. Aku inget pas liat mukamu. Kok kamu mau sama si farhan? Laki laki paling sok keren di kampus." Ujar siska meledek diriku.
"Yaudh masuk gih aku mau beli kopi dulu. Sis, aku titip intan ya." Ujarku meninggalkan mereka berdua lebih dulu ke kantor tempat siska bekerja.

Aku berharap hasil yang mereka bicarakan bisa membuahkan hasil yang baik.

****************
Sudah hampir dua jam aku menunggu diluar ruangan tempat konsultasi intan dengan siska. Siska kemaren bertanya apa aku mau ikut mendampingi saat konsul hari ini, aku merasa jika aku ada didalam, intan nanti malah tidak terbuka kepada siska. Namun aku minta siska untuk merekam pembicaraan mereka dan mengirimnya kepadaku. Tak lama kemudian siska memanggilku masuk untuk berbicara bertiga.

Aku pun masuk, melihat intan dengan mata sembab seperti habis menangis. Aku sedikit bingung melihatnya namun siska menyilahkan aku duduk disamping intan.

"Han, gw bukan psikolog yang ahli, tapi gw rasa ini harus di omongin sama lo dan intan." Ujar siska.

Aku mengangguk penasaran dengan kata-kata siska selanjutnya.

"Intan, gw tau berat rasanya kehilangan anak, tapi gw rasa itu jauh lebih baik untuk kalian berdua kedepannya. Farhan, gw tanya sama lo, apa perasaan lo sama intan sekarang?" Tanya siska.
"Gw sayang sama dia lah sis" jawabku tegas
"Cinta?" Tanya siska kembali.
"Intan, kalo masalah cinta, aku harap kamu bisa perlahan memahami, aku sedang belajar mencintai kamu. Saat ini rasa sayang dan melindungi diri kamu sudah sangat besar." Ujarku kepada intan.

Intan menatapku tidak percaya dengan ucapanku.

"Intan, bisa gak kamu duduk di ruangan sebelah sebentar aja, biar kamu lebih tenang. Ada yang mau aku bicarakan sama farhan." Pinta siska.

Intan mengangguk pergi keruangan sebelah. Setelah dirasa intan tidak akan mendengar pembicaran kami, siska mulai membuka pembicaraan.

"Han, intan cuma sedikit depresi, dia merasa lo lebih membela reyna. Dia itu cemburu kepada reyna makanya dia melakukan teror ke reyna. Kunci utamanya sebenernya di diri lo." Ujar siska.
"Tapi sis, reyna juga lagi hamil. Ya kali gw masih ngejar2 dia. Lagian ya, dia bertindak kejahatan masa gw diemin, gw omelin wajar dong." Sanggahku.
"Gw tau posisi lo, justru dia cemburu sama reyna, dia masih hamil, sedangkan intan keguguran. Suaminya reyna cinta sama dia, sedangkan lo. Itu yang bikin dia berkelakuan kriminal, han. Lo paham kan." Ujar siska. Aku memahami kondisi intan saat ini.
"Gw kasih saran, coba lo ngedate bareng dia. Buat dia istimewa. Mulai kalian dari kaya orang pacaran. Nanti pembicaraan gw tadi sama intan lo bisa denger sendiri, gw kirim via email aja." Tambahnya.
"Kalo gw sama intan pindah ke daerah lain apa itu baik untuk intan nantinya sis?" Tanya ku kembali.
"Mungkin bagus selama lo bisa buat dia merasa dicintai sama lo." Jelas siska. Aku semakin yakin untuk pindah dari surabaya. Aku mohon pamit dan berterima kasih kepada siska. Saat aku akan membayar jasa konsultasi, siska menolaknya. Aku mengajak intan pulang.

Saat diperjalanan aku bertanya kepada intan.
"Intan, kita pulang apa mau jalan?" Tanyaku.
"Pulang aja, aku ingin istirahat." Ujarnya lemas.

Aku segera melajukan sepeda motor ku kembali rumah. Intan sepertinya sangat kelelahan dia menyenderkan kepalanya kepunggungku, tangannya yang biasa hanya berpegangan baju yang ku pakai, sekarang dia memelukku dari belakang.

"Aku lelah." Gumamnya. Aku diam membiarkan dia seperti itu sampai dirumah.

Sesampai dirumah aku mencoba memasak sayur dan lauk untuk makan malam. Tiba-tiba intan datang menemui aku.

"Kamu capek, istirahat aja intan." Ujarku.
"Aku mau pisah." Ujarnya kembali kepadaku. Aku melihatnya, matanya basah baru menangis.
"Kamu bilang apa. Aku udah bilang gak akan pisah. Paham. Kasih aku kesempatan untuk belajar mencintaimu." Ujarku mendekatinya.
"Tapi aku tersiksa farhan. Aku lelah menunggu. Aku yang tersakiti disini. Sedikit aja kamu ngerti kondisi aku" ujarnya sambil menangis. Aku mendekatinya memeluknya, berusaha menenanginya.

"Kamu lelah? Mau pulang kerumah mama atau ke rumahku? Biar kamu tenang. Anggap saja kita bulan madu lagi. Gimana?" Ujarku sambil mengusap rambutnya yang ku peluk.

Tidak ada jawaban, aku melepaskan pelukanku, melihat intan tertidur. Aku menggendongnya kekamar. Aku kembali ke dapur untuk masak sambil menghubungi keluargaku di bima. Mengabari bahwa besok aku dan intan akan pulang ke bima.

Lelah memeng menghadapi pernikahan ini, namun rasanya ini semua terjadi karna kesalahanku. Tanpa sadar aku menangis meratapi semua ini.

REYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang