CHAPTER 45

1K 55 13
                                    

" jangan main-main dengan wanita yang patah, sebab dia tahu caranya hidup dengan berlumuran darah."

--------------

"Kenapa semua orang hanya terfokus pada kesalahan tidak dengan kebaikan?"

"Kenapa semua orang hanya terfokus pada kesalahan tidak dengan kebaikan?"

"ASNA!!!"

Suara itu memekik memecahkan lamunannya. Ia menoleh ke arah sumber suara, ada Gus Adnan yang menaikkan alisnya diantara semua yang di meja makan. Rasanya ia ingin menghilang dari muka bumi. Ada Abah kyai yang menggeleng kepala melihat menantunya hanya melamun bukannya menghidangkan makanan.

"Sudah biar Syifa saja yang menghidangkan makanan." Ujar kak Syifa sembari membawa makanan ke meja makan.

"Jangan kamu kan tamu, nak." Ujar umi.

"Nggak apa-apa umi, Asna keliatannya banyak fikiran. Syifa juga udah biasa kok nyiapin makanan, ini juga yang masak Syifa."

Asna melotot ke arah Kak Syifa, ia tahu betul ia tidak pandai memasak. Tapi bahkan tadi ia andil dalam banyak hal saat masak bukan cuma tangan kak Syifa saja. Bisa -bisanya dia berkata seperti itu depan mertua adiknya. Asna mengepalkan tangan menahan emosi, ia benar-benar ingin mencekam leher kakaknya itu persetan dengan apapun.

"Wah, jadi beruntung dong yang jadi suami kamu Syifa. Sudah jago masak, rajin, pinter lagi." Sahut umi membuat Asna kehilangan oksigen sesak merutuki saluran nafasnya. Ia tercekat.

"Kamu harus banyak belajar dari kakakmu yah Asna sayang." Ujar Umi menepuk pundak menantunya.

Rasanya ulu hati Asna sakit sekali. Air matanya sudah menyeruak dibalik matanya. Ia tak kuasa jika harus duduk di meja itu untuk kurun waktu lama. Ia memutar otak untuk segera beranjak dari meja itu, nafsu makannya sudah hilang. Ia bahkan sulit percaya dengan apa yang dilakukan kakaknya itu. Kenapa harus menjatuhkan hanya untuk meninggi?

"Eeeumm.. umii Abah semuanya Asna ijin istirahat yah kepala Asna pusing sekali." Ujar Asna dengan mulut yang bergetar tak kuasa menahan sesak didadanya.

"Ya sudah kamu istirahat dulu, Asna."

Gus Adnan melihat istrinya yang tak seperti biasanya bergegas menyusul ke kamar, ia menuntun istrinya berjalan.

"Umi,,, Abah. Adnan anter Asna yah kasihan dia kayaknya kecapekan."

"Kecapekan apa sih, Gus Adnan. Dia daritadi juga cuma motong bawang doang." Ujar kak Syifa sinis.

"Aku ke kamar dulu." Ujar Asna bergegas pergi, " mas disini aja. Aku bisa sendiri."

Gus Adnan tetap kekeuh menuntun istrinya masuk ke kamar. Setidaknya itu lebih baik daripada seperti tidak punya perasaan membiarkan istri sendiri terhuyung sendirian. Semua mata tertuju pada mereka, sebelum sedetik kemudian jamuan makan malam dilanjutkan tanpa mereka.

"Kamu gapapa sayang?" Tanya Gus Adnan mengusap pipi istrinya lembut.

Asna tidak berani menatap mata Gus Adnan, ia sampai gemetar menahan hiruk pikuk hatinya yang kacau. Berkali-kali ia menggigit bibirnya, menahan agar airmata itu tidak jatuh.

"Cerita aja sayang, aku tahu kamu ada sesuatu yang ditahan. Luapin sama aku." Gus Adnan mengangkat dagu Asna ditatapnya mata itu hingga disudut mata Asna cairan bening itu tumpah ruah.

"Mas..." Ujarnya lirih sembari menangis sesenggukan.

Gus Adnan spontan memeluk Asna erat, mengelus punggung tubuhnya, "kenapa?"

"Aaakku... Aku takut mas malu punya istri seperti aku." Ujarnya sedikit tercekat, ia meneguk salivanya kasar.

Gus Adnan mencium kening Asna, "kata siapa? Mas malah beruntung punya kamu. Bersyukur sekali. Mas suka kamu dan mas nggak peduli apa kata orang. Mas harap kamu juga jangan peduliin kata-kata orang yah sayang?"

-------------

"Ini lama-kelamaan di takzir muluk. Kita mondok apa jadi office boy sih." Gerutu Diki melempar sapu ke tanah.

"Si Agus yah udah kek romusa nih ngelunjak pengen gue gibeng." Bahkan sudah kali bersuara, Haris masih terpaku duduk di bangku taman memandangi buku ditangannya.

"Najis banget sok pinter akhi kita satu ini."

Haris mengusap ujung buku itu penuh makna, tatapannya benar-benar sendu. Tidak seperti biasanya membuat Diki jengah. Ia tiba-tiba saja tanpa ba-bi-bu merebut buku itu. Benar saja, ada foto Mecca ditengah bukunya. Entah darimana manusia ini dapat foto Mecca tapi wajahnya terlihat mengenaskan.

"Anjay.. sohib gua sadboy najong!" Teriak Diki

Haris memukul kepala Diki dengan buku, rasanya hampir sama seperti pukulan bogem membuat pening kepala.

"Lagi elu, foto Mecca dapat darimana? Lu mau pelet Mecca yah?"

"Gue sleding juga yah lu banyak bacot."

"Astaghfirullah akhi.. itu mulut perlu disekolahkan keknya." Ujar Diki seolah bukan dia penyebab huru-hara ini.

"Dik.. kira-kira Mecca bakal balik kesini lagi nggak yah?"

"Kagak. Udah lu Ama Mbak Wati yang jualan dikampus aja. Lumayan janda coy."

Plakkkk!!!!

"Nih lama kelamaan udah hidung cuma sebiji kurma ditampol muluk makin ilang njir!! Entar gua nafas pake apa?" Ujar Diki mendramatisir suasana membuat Harus gemas.

"Lah bukannya lu nafas pake ingsan. Oh itu hidung gua kira kemarin kutil." Ejek nya membuat Diki menoyor kepala Haris.

"Ett kepala gua ini."

"Lagian nafas pake ingsan lu kira gua apaan ikan?" Diki melanjutkan menyapunya sembari menggerutu. Sebab dari kejauhan ketua drama sudah datang memantau.

"Iya kan lu Dugong."

"Sue...!!!"

Ketua asrama menghampiri mereka, membuat mereka berdua seketika mematung tak berkutik.

"Haris... Diki!!!!" Teriak lnya memekik telinga, "mau saya takzir lagi?" Ujarnya geram.

"Au ah takzir muluk. Udah deh bunuh aja gua mah kalo perlu bacok aja capek gua." Ujar Haris.

"Makanya kalo dikasih takziran tuh yang bener. Yaudah abis ini ikut saya jemput santriwati yang pada ziarah biar kalian refreshing." Ujar ketua asrama disambut senyum sumringah mereka berdua.

"Anjay healing kita!"

-------------

Assalamualaikum wr wb

Maaf yah semuanya kalau aku jarang post. Lama post. Maaf banget. Semoga masih ada yang suka dan nungguin. Boleh saran dan komennya yah. Sayang kalian. Terimakasih sudah membaca.

Regards
Rafzyanrm

Bekasi, 13 Agustus 2022

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang