CHAPTER 25

5.9K 236 20
                                    

" lain kali kalau bertamu, beri kepastian akan tinggal atau singgah. Supaya aku paham menyuguhkan hati atau kopi."

---------

   Hari ini, hari pertama Asna ikut kajian. Hanya dengan sebuah motor tua matic berwarna dominan biru, warisan dari abah kyai mereka membelah jalanan kota malang bersama. Menyusuri lampu lampu kota yang temaram, menelusup dibalik truk muatan barang yang kadang membuat Asna bergidik ngeri takut tiba-tiba oleng, dan bau jalanan. Kebetulan kajiannya tidak terlalu jauh, jadi mereka tidak memburu waktu. Asna tak berani memeggang pinggang Gus Adnan, ia canggung panas dingin. Tidak ada percakapan yang terdengar selain suara klakson motor yang hiruk pikuk menyesaki jalanan malam minggu. Gus Adnan tak ben-benar diam, padahal ia banyak bercerita yang akhirnya hanya dijawab 'hah' dengan si empunya ; Asna. Gus Adnan membenahi letak spion ia menemukan wajah teduh tersungut-sungut dibalik khimar yang tertiup angin. Sesekali ia melempar senyum pada gemerlap kota, Gus Adnan hanya terkekeh dalam hati.

"Anggap saja kita pacaran."

"Hah?" Lagi, dan lagi suara cempereng itu terdengar. Tak adakah jawaban selain itu. Sudah susah payah Gus adnan mencari topik pembicaraan. Hingga  ia berdecak kesal. Gus Adnan diam kembali.

"Kamu tahu nggak, na?" Tanyanya lagi

Asna masih samar mendengarnya, sebab ia sengaja menaruh telinganya lebih dekat dengan Gus Adnan. "Apa?"

"Kamu wanita pertama selain ibuku yang pernah aku bonceng."

Uhuk!

Pantas saja. Asna tadi sepanjang jalan merasa ada jarak antara mereka seperti sebuah pemisah yang tak berwujud. Asna baru saja ingin menjawab, tiba-tiba motor itu terjerembab di lubang bekas air banjir yang lumayan besar menganga di tengah jalan. Motor itu tak bisa jalan. Asna melihat Gus Adna sudah mulai panik seperti gengsi dengannya, ia tampak berkeringat. Tentu saja Asna tak diam saja, kakinya turun mendorong laju motor itu kedepan. Gus Adnan mengusap tangan istrinya dengan tatapan teduh, sampai hati dulu ia menyakiti perempuan sebaik ini.

"Ayo,nan. Entar acaranya keburu dimulai." Ujar Asna menghentikan jari didepan wajah Gus Adnan yang terpaku dalam buaian khayalnya.

"Eh, iya."

Gus Adnan menyalakan kembali motornya yang dibarengi Asna. Mereka mulai menyisir jalanan yang tampak lebih lenggang dari biasanya, lalu lalang kendaraan mulai jarang. Gus Adnan melihat ke arah spion motor mengamati air muka Asna yang sedari tadi meringis tidak jelas --  matanya mengerling pelan.

"Kamu kenapa sih, na? Masih waras kan?" Tanya Gus Adnan mengernyitkan dahi yang dibalas ketukan Asna mendarat di helmnya keras membuat ia meringis kesakitan.

"Galak amat sih neng."

Asna merenggut kesal, "lagian kamu pakai acara ngeledekin. Hadeh,," protes Asna

"Iya, aku salah."

"Emang kamu salah, nggak usah diomongin juga aku tau." dari balik spion ia melihat Asna membuang muka dan melempar pandangannya ke jalanan dan gedung pencakar langit yang berderet mencapai langit.

   Asna melotot kaget, saat ia merasakan Gus Adnan menarik lengannya. "Pegangan, aku takut kamu jatuh." Ujarnya sambil melempar senyum simpul dengan sedikit menyipitkan matanya.

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang