"jangan bersikap seolah hanya kamu yang tersakiti, aku tidak. Aku hanya sulit untuk menempatkan rasa. "
------------
Pria itu nampak duduk di koperasi, ia bahkan lupa mengenai rencana awalnya untuk membeli kitab nahwu shorof untuk Asna. Memori tentang masalah yang kian runyam belibet dan kusut membuat ia tanpa sadar memijit keningnya pelan. Kalau boleh jujur -- Ia tak benar-benar ingin menjauhi Asna. Ada yang salah dengan hatinya semenjak senyumnya dingin dan jaraknya renggang dengan Asna. Ia tidak tahu apa ini? Yang ia rasakan hanya rasa sesak menyulut menyedot udara disekitarnya saat Asna datang dengan Aldrian. Seperti sebuah palu godam besar memukul bawah kepalanya keras. Inikah yang Asna rasakan saat tahu Gus adnan menyimpan rasa untuk kakaknya? Jika iya, untuk pertama kalinya Gus Adnan menyesal soal hati. Suami macam apa, yang hanya bisa membuat istrinya sesenggukan didalam kamar sendirian. Ya, Gus Adnan bukan tak memahami hati atau apapun itu. Ia tahu Istrinya itu menangis, hanya saja pura-pura tak tahu akan jauh lebih baik. Ia takut Asna terlalu cepat menyimpulkan hatinya yang masih penuh keraguan. Gus Adnan belum ingin memberi harapan kembali sampai hatinya benar yakin, ia tak mau melukai wanita.
"Gus.."
Gus Adnan mengusap wajahnya sembari melantunkan istighfar. Lamunannya kali ini,mungkin sudah membuat waktunya terkuras banyak. Entahlah, ia hanya sedang suka dengan kesendirian. Bisa dilihat, penjaga koperasi sudah berdiri di belakangnya yang bisa ditebak mungkin sudah daritadi. Gus Adan nyengir dan beranjak dari tempatnya. Ia tak melihat ada buku yang ditata di etalase, semua sudah raib. Gus Adnan menaikkan alis seolah bertanya tanpa harus mengeluarkan suara. Ia benar-benar malas bersuara kali ini saja.
"Itu Gus, saya mau kunci koperasi. Bentar lagi adzan dhuhur saya mau ke masjid. Gus Adnan gak ke masjid?" Ujar penjaga koperasi yang kerap dipanggil Kang Asep.
"Oiya, saya mau beli kitab kuningnya dulu kang. Tolong ambilkan dulu."
"Afwan, Gus. Kitabnya sudah saya masukkan box. Paling nanti jam 2 saya baru buka lagi." Ujar kang asep
"Yasudah, makasih kang. Saya ke ndalem dulu ya. Assalamualaikum."
Gus Adnan melenggang pergi, ia berrencana pulang ke ndalem. Tapi langkahnya terhenti saat di depan pintu koperasi ada Asna. Wanita dengan khimar sepinggang dan gamis warna senada itu berdiri diambang pintu entah sejak kapan, tatapannya tertuju pada iris mata suaminya. Dengan alis dinaikan sebelah, ia nampak akan berbicara sesuatu. Tiba-tiba Asna mendekap Gus adnan tanpa ba-bi-bu membuat pria itu kaget terlonjak dan hanya mematung. Tangannya ragu untuk menepuk punggung badan Asna. Sepertinya wanitanya itu benar-benar butuh sandaran, mungkin membiarkannya di posisi ini sampai tenang lebih baik. Baju kokonya sudah basah kuyup diguyur derasnya air mata Asna. Wanita itu masih bungkam tanpa ada sepatah kata apapun yang terucap.
"Kenapa?" Kata itu terucap tapi terdengar seperti bisikan, amat lirih. Tapi Asna masih hanyut dalam isakannya.
Gus Adnan membelai puncak kepala Asna perlahan lalu kembali bertanya, "kamu kenapa?"
Asna mengusap air matanya lalu mundur beberapa langkah, "maaf sudah lancang."
Kini, Gus Adnan yang bungkam. Ia merasa ada yang ganjal jika istrinya merasa bersalah hanya karena memeluk mahramnya sendiri. Wanita itu menunduk tapi bibirnya seperti ingin mengungkap sesuatu.
"Ngga apa-apa. Bicara saja. Aku dengarkan." Ujar Gus Adnan sedikit lembut.
Asna melirik ke kanan dan kiri, " kamu malu punya istri kayak aku?" Pertanyaan itu terlontar ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dalam Doa
Spiritual(SEBELUM BACA BUDAYAKAN FOLLOW DULU YAH, HAPPY READING) Rank: #2 ikhwan #3 religi #1 nikahmuda #1 perjodohan #1 islami #3 spiritual #69 fiction Semoga Doaku dan Doamu sama dan Allah meridhoi kita untuk bersama dalam ikatan halal dengan niat menggapa...