"akan ada banyak sekali hal yang tidak bisa kau lihat dengan kedua matamu ketika kau memilih untuk menutup hatimu"
---------Waktu sudah menunjukan pukul 11 siang. Matahari nampak begitu menyengat membakar lapisan kulit Asna yang sedari pagi duduk di bangku panjang di area ndalem. Sejak semalam tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya, ia benar-benar muak dan mulai bungkam. Kalau tidak dengan cara seperti ini, mungkin saja Gus Adnan sampai lebaran monyet tidak bakal peka dan menanyakan kabar hatinya. Hatinya yang sudah hancur lebur berantakan tak berbentuk. Asna hanya memeggang selembar kertas yang ia gunakan untuk mencoret-coret iseng mencari kesibukan. Harusnya suaminya sadar, ia sudah bolos pelajaran bahasa Arab hari ini. Setoran mufrodatnya sengaja ia tunda biar saja Gus Adnan kelimpungan mencari keberadaannya sekali-kali. Matanya menyapu seluruh isi taman itu seksama, mendapati beberapa tanaman hasil bercocok tanam umi. Beberapa mawar merah yang merekah diantara himpitan benalu yang entah apa namanya ia tidak ingin ambil pusing. Otaknya sudah cukup penuh diisi oleh Gus Adnan dan ketidakpekaannnya.
"Ehem.. "Asna mendelik mendengar ada suara berat bergumam disebelahnya, ia tidak langsung menoleh. Asna memilih berkutat pada alat tulisnya, memainkan pensilnya iseng. Ia yakin beratus-ratus persen Gus Adnan datang untuk membujuknya.
"Asna?"
Kali ini, ia kalah telak suara itu berubah menjadi lembut masuk ke gendang telinganya. Spontan saja ia menoleh menangkap raut wajah Gus Adnan berdiri dihadapannya. Laki-laki itu tumben sekali memakai celana panjang bukan sarung. Asna mengernyitkan dahi menatapnya.
"Hah?" Ujarnya sembari menaikkan alis sinis.
Gus Adnan duduk dan mengusap ujung kepala Asna lembut, "kalau dipanggil suaminya itu dalem. Yah kalau gak bisa minimal jawab aja Iyah. Apa salahnya nyenengin suami?" Ujarnya
Asna menampik tangan Gus Adnan, "nyenengin suami? Terus kapan kamu nyenengin hati aku?" Sarkas Asna.
"Gimana, gimana maksudnya?"
Asna menggeser posisi duduknya sejengkal lebih jauh dari suaminya. Ia kesal sampai ke ubun-ubun, mungkin saat Tuhan membagikan perasaan. Gus Adnan kebagian kecil doang makanya hatinya gak bisa peka. Masa iya, harus Asna jelaskan panjang lebar.
"Emang yah cowo dimana-mana gak peka."
Gus Adnan menggeleng sembari meringis tak paham, bisa-bisanya istrinya merajuk di siang bolong. Padahal sudah seharian mereka bahkan tak membicarakan apapun. Gus Adnan mendekati Asna, "peka soal apa sih? Gara-gara kamu gak aku bolehin makan mie instan?" Tanyanya lugu.
"Ish.. apasih gak lucu."
"Ya Allah ya Rabbi.. siapa yang lagi ngelucu sayangku. Aku nanya beneran, apa gara-gara aku gak ada waktu buat kamu?" Ujarnya kembali sembari menatap nanar Asna.
"Kamu tuh yah. Aku gasuka kamu terlalu Deket sama mbak ashila.titik gapake koma.issshhh..." desisnya kesal.
Gus Adnan malah tertawa lepas dan mengacak jilbab pastan abu milik Asna yang jadi berantakan. Asna berdecak kesal. Bibirnya maju beberapa senti dari tempatnya. Gus Adnan malah menirukan gayanya tanpa ada rasa bersalah.
"Adnannn!" Teriak Asna.
"Ishh.." Gus Adnan menaruh telunjuknya didepan bibir Asna yang berbicara lantang didepannya.
"Kamu boleh merajuk semaumu. Tapi aku masih suamimu hargai aku, bicara yang sopan yah sayang. Aku juga manusia bisa marah.." ujarnya lagi.
"Habis akutu heran sama kamu. Kenapa kamu gak nyuruh orang lain aja buat ngajarin Mbak Ashila. Kesenengan ntar dia diajarin kamu mulu. Asal kamu tahu dia tuh suka sama kamu mas adnanku." Greget Asna yang tanpa ia sadari bulir air matanya menetes dari balik pelupuk matanya. Banjir air mata tak terbendung kan lagi.
"Yah, maaf mas gak tau. Iya ntar aku minta yang lain buat gantiin aku. Aku kan niatnya membantu, kamu juga kan yang minta dia buat tinggal sama kita?" Pertanyaan itu menghujam hati Asna mencelos sakit. Yah, ini salahnya.
Asna tak menjawab. Bibirnya benar-benar sudah kelu, yang bisa ia lakukan menangis terisak sampai wajahnya merah padam. Gus Adnan menarik tubuh istrinya lalu mendekapnya erat. Mengelus pundak Asna yang bergetar hebat.
"Makasih yah." Ujar Gus Adnan.
Asna yang sedang menangis, menoleh ragu dan menaikkan alis. "Untuk??" Tanyanya heran.
"Yah makasih kamu nangis buat aku. Itu artinya kamu takut kehilangan aku. Aku minta maaf gak cukup baik buat bahagiain kamu." Gus Adnan menunduk lesu.
Asna mengusap air matanya, ia berganti bersandar dipundak Gus Adnan. "Aku tidak bisa melarang semua orang untuk mencintaimu. Itu hak mereka. Yang bisa aku lakukan terus mencintaimu sampai kamu mengabaikan mereka untuk aku."
-------------
Diki berlari tak karuan menghampiri Haris yang sedang berkutat dengan buku tajwid yang baru saja ia dapatkan dari koperasi. Haris membaca satu persatu halaman, walaupun kenyataannya ia tak paham satu huruf pun disana. Dia duduk sembari memakan jajanan pasar pemberian Mecca santri putri yang dulu sempat dikenalnya. Fokusnya terpecah saat ada derap langkah kaki menuju ke arahnya. Laki-laki berpawakan seperti dia, berbaju Koko hitam peci putih itu tampak gelagapan. Diki menimpuk kepala Haris yang mengabaikan keberadaannya.
"Sakit bego!"
"Eh, Malih lagian lu sok-sokan cuek. Udah kek pakboy lu. Jomlo aja belagu." Ketus Diki.
"Gue tampol yah ginjal lu. Bahas jomlo mulu. Apasih ada apa?"
Diki duduk disebelah Haris, "sini gue bisikin." Gumamnya.
"Susah yah bertemen Ama admin lambe turah. Sehari gak nge-gosip berbusa kali yah bibir lu." Sahutnya.
Diki membungkam mulut Haris, "ngomong mulu lu ah udah kek emak gua. Varises ntar mulut lu." Ujarnya.
"Yaudah, tong. Lu mau ngemeng apa cepet gua lagi fokus belajar nih. Lagi mau memaksakan diri buat Mecca." Ujarnya meringis cekikikan.
Diki melotot, "anjay. Belum juga sebulan disini lu udah mau sold out aja buset dah. Mata tuh cewe siwer kali yah ngeliat lu." Ledeknya.
Diki mengambil alih jajanan itu didekapnya erat, "jadi tadi gua ngeliat Asna temen kita coy nangis di taman ndalem sendirian. Emang yah si Agus kagak pernah tobat. Lama-lama gua Gibeng juga. Gedeg bet gua " Ujarnya kesal.
"Gedeg sih Gedeg, makanan gua gak lu abisin juga bwambang." Haris menarik paksa jajanan yang tinggal setengah
"Lagian Agus matanya kotok apa begimana si Asna udah semlohay gitu masih aja disakitin muluk." Ujarnya kembali.
"Gua mah kalo udah punya pasangan gua sayang-sayang gak bakal deh gua ngelirik cewek lain." Ujar Haris sembari matanya kedap-kedip keatas membuat Diki melongo.
Diki menepuk-nepuk angin diatas kepala Haris, "hushh mikirin jorok lu yah. Gaboleh lu sold out sebelum gua. Kagak rela."
"Lah nasib lu. Sono Ama mbak Ashila aja mending lah dia daripada gak sama sekali." Sahut Haris meledek.
"Kagak ah. Bukan selera gua."
"Oh gua tau selera lu yang bodinya kek gitar spanyol. Bu uni noh penjaga asrama putri."
"Ishh si anjay ngeselin.. awas yah lu gua doain kalo tidur merem lu."
----------
Hallo assalamualaikum semuanya. Maaf yah udah berbulan bulan aku gantungan kalian. Semoga kalian semua sehat yah. Aku bener-bener kadang kayak ngalamin writer Block. Jadi harap sabar yah. Semoga ini bisa ngobatin rindu kalian sama Asnan. Gimana lebaran hajinya? Kali ini author gak mudik dan lebaran di perantauan. Doain yah semoga bisa update lagi secepatnya. Keep reading gaes 🤗
-regards-
Rafzyanrm
Bekasi, 2 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dalam Doa
Spiritual(SEBELUM BACA BUDAYAKAN FOLLOW DULU YAH, HAPPY READING) Rank: #2 ikhwan #3 religi #1 nikahmuda #1 perjodohan #1 islami #3 spiritual #69 fiction Semoga Doaku dan Doamu sama dan Allah meridhoi kita untuk bersama dalam ikatan halal dengan niat menggapa...